|
dr Iswandi saat menjalani vaksinasi tahap I pada 2 Februari 2021 lalu |
Borneotribun Sekadau, Kalbar Pasca digalakkannya program vaksinasi Covid-19 diseluruh tanah air, mengundang sejumlah pertanyaan dari berbagai kalangan terhadap reaksi dari vaksin yang disuntikkan.
Menanggapi keluhan tersebut, mengutip dari rilis rekan sejawatnya, dr Iswandi pemilik salah satu Apotek terbesar dikabupaten Sekadau tersebut menjawab beberapa pertanyaan sesuai metologi para medis melalui Akun Facebook pribadinya beberapa waktu lalu.
Salah satu pertanyaan yang masuk yakni 'Dok seminggu setelah di vaksin malah batuk, demam, lantas positif COVID19? Apa gara-gara di vaksin?'
Jawab ; Ya, tidak
dr Iswandi menjelaskan, Salah satu vaksin yang tersedia di Indonesia adalah vaksin Sinovac, ini vaksin model lama berisi virus SARS COV2 yang tidak aktif, dimatikan, dan bisa di produksi di Indonesia. Namanya virus mati, dia tidak bisa bereplikasi dalam tubuh manusia. Jadi tidak bisa menyebabkan sakit. Selama ini vaksin inaktif sudah rutin digunakan untuk berbagai macam penyakit dan terbukti aman, baik untuk lansia, wanita hamil, menyusui atau anak-anak. Diluar sana sudah ada penelitian untuk anak 3 tahun, aman, tapi belum masuk rekomendasi, yang
Dewasa saja masih banyak yang belum di vaksin.
Vaksin yang kedua, Astrazeneca. Vaksin ini berisi virus adenovirus simpanse yang dirubah, ditempel spike protein yang dimiliki virus SARS COV2. Tujuannya agar tubuh mengenali spike protein yang dimiliki SARS COV2 sebagai antigen dan mengembangkan antibodi yang sesuai yang juga mempan untuk COVID-19.
Kenapa dipilih adenovirus ?
Karena virus ini dalam keadaan aktifnya hampir tidak pernah menyebabkan sakit serius pada manusia, setelah sembuh umumnya ada kekebalan jangka panjang. Jadi kalau misalnya dibuat vaksin berbasis adenovirus harapannya bisa didapat kekebalan yang tahan lama sehingga tidak perlu sering diberi booster. Ini salah satu harapan pencipta nya yang ingin menciptakan vaksin murah tidak perlu sering diulang seperti kebanyakan vaksin inaktif sebelumnya. Tapi ini perlu dibuktikan melalui penelitian jangka panjang apa betul demikian. Mudah-mudahan saja kekebalan yang terbentuk tahan lama ya.
Nah virus yang terkandung dalam vaksin AZ ini sudah dilemahkan dan dibuat tidak bisa bereplikasi, sehingga tidak bisa juga menimbulkan sakit terkena COVID19.
Respon berupa demam, nyeri badan, bisa saja timbul paska vaksinasi, tapi umumnya tidak berat dan itu bukan berarti anda jadi sakit akibat vaksin. Itu cara tubuh anda merespon vaksin dan membuat antibodi yang sesuai. Kemungkinan muncul reaksi alergi, atau respon autoimun terhadap vaksin memang masih mungkin terjadi, tapi kemungkinannya kecil dan biasa nya timbul sesaat paska Vaksinasi. Karena itu biasanya setelah vaksinasi diawasi dulu. Kalau ada kekhawatiran ada KIPI, silahkan hubungi nomer yang diberikan panitia vaksinasi. Nanti akan dicatat, dilaporkan bahkan diambil tindakan kalau gejalanya serius. Tapi selama ini sih pengalaman dari semua yang di vaksin di RS kami semuanya baik-baik saja.
Bagaimana kalau lantas positif paska Vaksinasi?
Jawab : Rata-rata waktu inkubasi virus, itu waktu dari saat terkena virus sampai munculnya gejala bervariasi antara 3-14 hari. Sebagian kecil bahkan ada yang baru bergejala 21 hari setelah terinfeksi. Jadi sangat mungkin kena virusnya beberapa hari, bahkan 1-2 minggu sebelum vaksinasi tapi baru bergejala setelah vaksinasi.
Bisa juga terinfeksi saat vaksinasi, bukan karena vaksin tapi karena tertular orang disebelah anda. Coba lihat gambar dibawah, padat sekali. Kalau misalnya anda tidak pake masker (ganda) dengan benar, tidak jaga jarak, berada kerumunan, tidak mengenakan fasemask saat kontak dekat di ruang tertutup, maka sangat mungkin anda tertular saat di vaksin.
Vaksin tidak memberikan kekebalan pasif, tubuh harus mempelajari antigen yang diperkenalkan vaksin dan membuat antibodi yang sesuai. Prosesnya makan waktu 1-2 minggu setelah vaksinasi, setelah itu jika tidak diulang dosis ke-2, kadarnya justru akan menurun hingga akhirnya tidak ada manfaatnya. Kadar antibodi baru akan optimal 2 minggu setelah vaksinasi kedua. Jadi vaksinasi kedua itu jangan dilewatkan, data yang ada masih banyak yang baru vaksinasi 1x tidak lanjut vaksinasi ke dua, kalau begini efek protektif vaksin bisa dibilang belum terbentuk.
Apa Vaksin terbukti bermanfaat?
Jawab : Di Indonesia, yang sudah di vaksin lengkap hingga saat ini belum mencapai 10%. Secara epidemiologi kekebalan komunitas belum bisa dibilang sudah terbentuk, jadi virus masih bisa dengan mudah menyebar dari satu orang ke orang lain dengan mudah, menyebabkan banyak orang perlu dirawat bahkan meninggal. Di negara yang mayoritas masyarakat nya sudah di vaksin, seperti Amerika Serikat, Inggris dan Israel, program vaksinasi terbukti bisa menurunkan jumlah kasus positif. Dengan masuknya varian Delta, kasus kembali naik, sekarang 83% jumlah kasus baru Amerika Serikat ternyata diakibatkan oleh varian Delta. Dari data di Israel memang kemanjuran vaksin Phizer yang banyak digunakan di Amerika terhadap varian delta ini agak turun sekitar 39%, tapi cukup efektif mencegah perawatan pada 88% kasus.
Di USA sendiri kasusnya naik di daerah yang penduduknya belum atau menolak di Vaksin, dan 97% kasus COVID19 yang perlu perawatan terjadi pada mereka yang belum di vaksin. Jadi jelas vaksin terbukti sangat bermanfaat dan mereka yang menolak Vaksinasi menjadikan wabah sulit terkendali.
dr Iswandi berharap tidak ada lagi keraguan untuk masyarakat khususnya di kabupaten sekadau.
"Semoga masyarakat kita tidak termakan hoax dan vaksinasi bisa tercapai khususnya di kabupaten sekadau," Harap Iswandi.
Reporter : Tim Liputan
Editor : Hermanto