Berita Borneotribun.com: TBS Warga Hari ini
Tampilkan postingan dengan label TBS Warga. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label TBS Warga. Tampilkan semua postingan

Rabu, 25 Desember 2024

TBS Diangkut, Lahan Diklaim, Warga Gerah Sikap PT MAI

Foto: Pohon kelapa sawit milik warga eks transmigrasi di SP 10 Kaliampu, desa Lembah Mukti, kecamatan Manis Mata.

KETAPANG - Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit di kawasan lahan bersertifikat milik warga eks transmigrasi di Satuan Pemukiman (SP) 10 Kaliampu desa Lembah Mukti kecamatan Manis Mata, Ketapang diambil sepihak PT Maya Agro Investama (MAI) anak usaha PT Cargil Grup. Padahal lahan beserta pohon kelapa sawit tersebut bukan bagian dari izin usaha perkebunan (IUP) perusahaan ditambah juga kawasan desa Lembah Mukti tidak termasuk bagian dari kawasan izin usaha MAI.

Agus Suryadi, Kepala desa Lembah Mukti mengatakan, warga pemilik tanah di takut takuti oleh pihak perusahaan saat memanen TBS sehingga perusahaan dengan leluasa mengangkut buah sawit yang sudah dipanen warga. PT MAI melalui orang orangnya mengaku kalau lahan itu sudah mereka bayar melalui pola ganti rugi tanam tumbuh atau GRTT.

"Yang manen petani pemilik lahan, tapi buahnya diakui perusahaan PT MAI karena katanya sudah mereka kuasai melalui cara GRTT. Padahal sesuai dengan data yang kami punya, desa kami tidak masuk sebagai bagian dari IUP. Apalagi lahan itu murni lahan plasma Perkebunan Inti Rakyat (PIR) Trans yang sah milik warga desa saya. Inikan sama saja dengan penjajah. Semena mena mereka, nakut nakuti warga kami, sama dengan merampok," ketus Agus Suryadi. 

Ia menjelaskan, total luasan lahan yang ada sawitnya milik warga adalah seluas 25 hektar sesuai dengan jumlah sertifikat tanah sebanyak 30 buah. Sertifikat tersebut diterbitkan oleh BPN pada tahun 2007. Lahan bersertifikat ini diperuntukan bagi warga transmigrasi. 

Dirinya merasa tidak terima lahan tersebut di caplok tanpa persetujuan dan diketahui warga maupun perangkat desa. Apalagi, kawasan sekitar desa Lembah Mukti telah ditentukan sebagai lahan tanam tumbuh warga, sehingga tidak diperbolehkan ataupun digarap oleh perusahaan untuk menjadi kebun. 

"Intinya desa saya bukan bagian dari wilayah IUP PT MAI. Wilayah desa saya adalah murni HGU Pir Trans. Jadi dasarnya perusahaan mengaku kalau sudah melakukan GRTT itu darimana landasannya. Ini mirip mirip pembohongan," ucapnya. 

Menurut Agus Suryadi, melalui penjelasan perusahaan secara bersurat kepada dirinya, perusahaan juga sudah mengakui kalau wilayah SP 10 Kaliampu desa Lembah Mukti bukan termasuk dalam bagian izin mereka. Namun faktanya, mereka melakukan tindakan penyerobotan ataupun pengambilan hasil tanam tumbuh kepunyaan warga. 

Tindakan perusahaan ini meresahkan dan dikhawatirkan memicu tindakan perlawanan dari masyarakat sehingga membuat keadaan menjadi tidak kondusif. 

"Kesannya perusahaan, lepas tanggung jawab soal pajak karena yang bayar pajak kan pemilik sertifikat yakni petani sementara yang ambil hasil perusahaan, ini mirip penjarahan," cetusnya. 

Ia berharap agar Pemda Ketapang melalui dinas Perkebunan bisa mencari jalan tengah penyelesaian sengketa ini. 

Dirinya juga meminta agar kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) dapat melakukan pendataan ulang mengenai luasan izin perkebunan PT MAI maupun batas wilayah desa sehingga tidak menimbulkan potensi konflik lahan. 

"Saya khawatir jika dibiarkan, aksi perlawanan masyarakat kepada perusahaan akan terjadi sehingga membuat keadaan tidak tenang. Ini bom waktu ibaratnya, saya tidak jamin kalau BPN dan Disbun tidak mau segera membantu, maka jangan salahkan warga kalau ada aksi aksi perlawanan pada perusahaan," tandasnya. 

(Muzahidin)

Hukum

Peristiwa

Kesehatan

Pendidikan

Kalbar

Tekno