Tinjau Pembangunan di Kalbar, Cornelis Reses di Perbatasan Indonesia-Malaysia
Anggota DPR RI Komisi II, Fraksi PDI Perjuangan, Daerah Pemilihan Kalimantan Barat 1, Drs. Cornelis, MH Reses di Perbatasan Indonesia-Malaysia. |
BorneoTribun Kapuas Hulu, Kalbar -- Anggota DPR RI Komisi II, Anggota Badan Anggaran dan juga Anggota Badan Pengawas Bidang Pengawasan Perbatasan, Fraksi PDI Perjuangan, Daerah Pemilihan Kalimantan Barat 1, Drs. Cornelis, MH, melaksanakan kunjungan kerja (Reses) masa persidangan IV Tahun Sidang 2020-2021 di perbatasan Negara Republik Indonesia - Malaysia, Provinsi Kalimantan Barat.
Hal tersebut ia lakukan, untuk meninjau secara langsung pembangunan di daerah perbatasan.
Cornelis menyampaikan, bahwa dalam rangka masa reses tersebut, khusus menyangkut pembangunan strategis nasional yaitu menyangkut perbatasan Negara antara Negara Republik Indonesia dan Negara Malaysia.
Dijelaskannya, dirinya melaksanakan Reses di daerah-daerah yang berbatasan langsung dengan Malaysia, seperti di Kabupaten Kapuas Hulu pada 23 April 2021 lalu, di Kabupaten Bengkayang pada 26 April 2021 dan di Kabupaten Sambas pada 28 April 2021.
"Program pembangunan strategis nasional ini semenjak saya menjadi Gubernur Kalimantan Barat, memang sudah diprogramkan bersama dengan Presiden RI, Joko Widodo, dan saat ini saya di DPR RI pada Komisi II yang memang membidangi perbatasan. Untuk itu, saya langsung mengadakan pengawasan pembangunan di perbatasan antara Negara Republik Indonesia dan Negara Malaysia," ujar Cornelis, dihubungi di kediamannya, di Ngabang, Kabupaten Landak, Minggu (2/5/2021).
Menurut Cornelis, Pemerintah sangat serius untuk membangun perbatasan RI-Malaysia, dimana pembangunan tersebut masih berjalan dengan baik. Oleh sebab itu, masyarakat harus memberikan dukungan kepada Pemerintah Daerah (Pemda) yang berbatasan langsung dengan negara tetangga Malaysia. Selain masyarakat, Pemerintah Provinsi (Pemprov) juga harus memberikan dukungan terhadap Pemda yang berbatasan langsung dengan negara tetangga Malaysia.
"Karena jika tidak ada dukungan proyek pembangunan di perbatasan, maka pembangunan tersebut bisa terganggu, sementara ini pembangunan strategis nasional yang menyangkut bagaimana koneksivitas antara Kalimantan Barat dengan Kalimantan lainya. Dengan terbangunnya jalan hingga terkoneksi sampai ke ibukota, yakni ke ibukota Negara yang baru nanti (Kalimantan Timur), maka kita harapkan dari Putusibau itu ke ibukota negara yang baru hanya tiga jam perjalanan. Jadi, Kalimantan itu sudah terkoneksi semua sehingga kesatuan dan kesatuan itu bukan hanya isapan jempol, tetapi sudah menyatu," ungkap Cornelis.
Dikatakannya lebih lanjut, kebetulan nantinya dari Temajo ke Aruk, Aruk ke Jagoi Babang, Jagoi Babang ke Entikong, Entikong ke Sunge Keli, Sunge Keli ke Badau, Badau ke Putusibau, Putusibau Nanga Era sampai ke Kalimantan Timur, bisa terhubung dengan satu jalur, kalau bisa pembangunan perbatasan ini sudah selesai di tahun 2024 mendatang.
"Ternyata di daerah Entikong sampai dengan Kapuas Hulu, badan jalan sudah dibangun, di Badau ke arah Sintang sudah dibangun. Namun, yang menjadi persoalan sekarang adalah antara Entikong dengan Badau itu badan jalan sudah jadi tetapi pengerasan jalanya belum, sehingga hancur kembali, oleh karena itu yang kita harapkan kepada pemerintah, untuk cek ulang pembangunan di sana," tegasnya.
Cornelis menyampaikan, bahwa perbatasan antara Negara Republik Indonesia dan Malaysia, selama Indonesia merdeka, baru Presiden Jokowi yang memberikan perhatian penuh untuk membangun perbatasan, dengan tujuan agar daerah-daerah ini tidak diambil oleh negara sebelah, atau kita tidak mau pengalaman Sempadan dan Ligitan, mungkin beliau melihat itu, sehingga beliau dengan sungguh-sungguh dan serius untuk membangun daerah perbatasan ini, sehingga kita tetap bisa menjaga NKRI dan tidak diganggu atau daerahnya tidak diambil.
"Hasil dari kunjungan kerja ini nanti akan kami sampaikan kepada Menteri Dalam Negeri, karena beliau adalah leading sektornya untuk menangani perbatasan ini yang mengkoordinasikan beberapa Kementrian, dan selanjutnya sebelum pembangunan perbatasan diselesaikan, kita harapkan pemerintah Indonesia dan Malaysia sudah ada perjanjian Bilateral untuk perdagangan internasional, sehingga apa yang diinginkan, yaitu untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat perbatasan itu bisa terwujud dan akan terjadi perdagangan yang legal, hal ini harus ada kesepakatan terlebih dahulu antara pemerintah Indonesia dan Malaysia, kita bisa jual apa saja ke Malaysia dan Malaysia bisa jual apa saja pula ke kita, sehingga dalam kondisi negara seperti sekarang ini akibat bencana non alam COVID-19 ini bisa memberikan atau menumbuhkembangkan atau ada daya ungkit ekonomi ke daerah perbatasan," pungkas Cornelis. (Uncak/Nt)