Melawan Tradisi, Perempuan Irak Pilih Berkarier di Pengeboran Minyak
Zainab Amjad, seorang insinyur perminyakan, berfoto dekat lapangan minyak di luar Kota Basra, Irak, 18 Februari 2021. (Foto: Nabil al-Jourani/AP) |
BorneoTribun Internasional - Hari hampir menjelang subuh, dan Zainab Amjad sudah bekerja sepanjang malam di anjungan minyak di Irak selatan. Dia menurunkan sensor ke dalam sumur gelap sampai gelombang sonik mendeteksi keberadaan minyak mentah yang menggerakkan perekonomian negaranya.
Di tempat lain di provinsi Basra yang kaya minyak, Ayat Rawthan mengawasi perakitan pipa pengeboran yang berukuran besar. Peralatan itu akan mengebor ke dalam Bumi dan mengirim data kunci tentang formasi batuan ke layar-layar komputer yang berjajar beberapa meter. Ayat akan menguraikan data-data tersebut.
Kedua perempuan yang berusia 24 tahun, termasuk di antara segelintir orang yang menghindari pekerjaan di belakang meja yang membosankan yang biasanya diserahkan kepada insinyur perminyakan perempuan di Irak. Sebaliknya, mereka memilih menjadi pionir dalam industri minyak Tanah Air dan melakukan pekerjaan di lokasi rig pengeboran. Merekaa mengenakan helm kerja untuk bersiap menghadapi kerasnya pekerjaan di anjungan minyak.
Mereka adalah bagian dari generasi baru wanita Irak berbakat yang menguji batas-batas yang diberlakukan oleh komunitas konservatif. Tekad mereka untuk mencari pekerjaan di industri yang secara historis didominasi laki-laki adalah contoh luar biasa dari pertumbuhan populasi pemuda yang merasa makin berseberangan dengan tradisi adat yang konservatif dan mengakar di jantung minyak Irak selatan.
Ayat Rawthan, seorang insinyur perminyakan, berfoto dekat lapangan minyak di luar kota Basra, Irak, 5 Februari 2021. (Foto: Nabil al-Jourani/Associated Press) |
Amjad dan Rawthan bekerja di lapangan minyak dengan jam kerja yang cukup panjang dan di tengah kondisi cuaca yang brutal. Sering kali mereka ditanya – sebagai perempuan – apa yang mereka lalukan di tempat itu.
"Mereka memberi tahu saya bahwa hanya laki-laki yang bisa menghadapi lingkungan kerja di lapangan," kata Amjad, yang menghabiskan enam minggu bekerja dan tinggal di lokasi rig. “Jika saya menyerah, saya akan membuktikan bahwa mereka benar.”
Nasib irak, baik secara ekonomi dan politik, naik-turun seiring dengan pergerakan pasar minyak. Penjualan minyak menyumbang 90% dari pendapatan negara. Sebagian besar minyak mentah berasal dari selatan. Jatuhnya harga minyak menyebabkan krisis ekonomi; kenaikan harga menambah pundi-pundi keuangan pemerintah.
Kondisi ekonomi yang sehat dapat memberikan stabilitas, dan ketidakstabilan biasanya merugikan kekuatan sektor minyak. Produksi minyak kerap tersendat karena perang yang sudah berlangsung puluhan tahun, kerusuhan sipil dan invasi.
Statistik dari Kementerian Perminyakan menunjukkan bahwa setelah harga minyak yang rendah akibat pandemi virus korona dan konflik internasional, Irak menunjukkan tanda-tanda pemulihan. Ekspor minyak pada Januari mencapai 2,87 juta barel per hari dengan harga US $ 53 per barel.
Bagi kebanyakan orang Irak, industri ini dapat diringkas dengan angka. Namun Amjad dan Rawthan memiliki pandangan yang lebih rinci. Setiap sumur menyebabkan serangkaian tantangan. Beberapa membutuhkan tekanan lebih tinggi untuk memompa, dan beberapa sumur lainnya penuh dengan gas beracun.
“Setiap lapangan terasa seperti pergi ke negara baru,” kata Amjad.
Lapangan minyak al-Zubair dekat Basra, Irak, 15 Juli 2018. |
Mempertimbangkan pentingnya industri bagi perekonomian, program petrokimia dari sekolah-sekolah teknik di negara itu untuk siswa dengan nilai tertinggi. Kedua perempuan itu berada di peringkat 5% teratas dari kelas kelulusan Universitas Basra pada 2018.
Di sekolah, mereka terobsesi dengan pengeboran. Bagi mereka, ini adalah dunia baru, dengan bahasanya sendiri: "spudding" adalah untuk memulai operasi pengeboran, " Christmas tree " adalah bagian paling atas dari kepala sumur, dan "dope" hanya berarti minyak.
Setiap hari kerja membawa mereka ke dalam misteri di bawah kerak bumi. Mereka menggunakan alat untuk melihat formasi mineral dan lumpur hingga mereka menemukan minyak yang berharga.
“Seperti melempar batu ke dalam air dan mempelajari riak-riaknya,” jelas Rawthan.
Untuk bisa bekerja di lapangan, Amjad, putri dari pasangan orang tua dokter, tahu bahwa dia harus mencari pekerjaan di perusahaan minyak internasional. Untuk itu, dia harus berprestasi. Bekerja untuk perusahaan milik negara ibarat jalan buntu. Di sana, dia hanya akan diserahi pekerjaan kantoran.
“Di waktu luang saya, pada liburan saya, saya akan mendaftar pelatihan, mendaftar untuk program apa pun yang saya bisa,” kata Amjad.
Ketika perusahaan minyak China CPECC mulai mencari karyawan baru, dia menjadi pilihan yang jelas. Kemudian, ketika Schlumberger yang bermarkas di Texas sedang mencari seorang insinyur lapangan, dia segera memanfaatkan kesempatan itu.
Pekerjaan ini mengharuskan dia untuk menentukan berapa banyak minyak yang bisa diperoleh dari sumur tertentu. Setelah ujian, dia lulus ujian yang ketat sebelum memasuki wawancara terakhir.
Ketika ditanya apakah dia yakin dia memenuhi syarat untuk pekerjaan itu, dia berkata, "Pekerjakan saya, dan perhatikan."
Dalam waktu kurang dari dua bulan, dia mengganti helm hijaunya dengan topi putih mengkilat, yang menunjukkan statusnya sebagai penyelia, bukan lagi seorang pegawai magang. Dia mencapai promosi itu satu bulan lebih awal dari biasanya.
Lapangan minyak Sinbad dekat perbatasan Basra, Irak, 2018. |
Rawthan, juga, tahu dia harus bekerja lebih keras untuk sukses. Suatu kali, ketika timnya harus melakukan "sidetrack" yang langka atau mengebor lubang lain di samping lubang awal, - dia tetap terjaga sepanjang malam.
"Saya tidak tidur selama 24 jam. Saya ingin memahami keseluruhan proses dan semua alat dari awal hingga akhir." Katanya.
Rawthan sekarang juga bekerja untuk Schlumberger. Di perusahaan ini, Rawthan mengumpulkan data dari sumur yang digunakan untuk menentukan jalur pengeboran di masa depan. Dia ingin mahir dalam pengeboran, dan perusahaannya adalah pemimpin global untuk layanan tersebut.
Kerabat, teman, dan bahkan guru mengecilkan hati: Bagaimana dengan kerja fisik yang keras? Suhu panas menyengat di Basra? Tinggal di lokasi anjungan selama berbulan-bulan? Dan kalajengking gurun yang berkeliaran di waduk di malam hari?
“Sering kali profesor dan rekan saya tertawa, 'Tentu, kami akan melihat Anda di luar sana,' (mereka) mengatakan kepada saya bahwa saya tidak akan bisa berhasil,” kata Rawthan. "Namun, ini hanya membuatku berjuang lebih keras."
Namun, orang tua mendukung hal ini. Ibu Rawthan adalah seorang insinyur teknik. sipil dan ayahnya adalah seorang kapten kapal tanker, yang sering menghabiskan waktu berbulan-bulan di laut.
“Mereka mengerti mengapa ini adalah hasrat saya,” katanya. Dia berharap dapat membantu membentuk serikat untuk menyatukan insinyur wanita Irak yang berpikiran sama. Untuk saat ini, belum ada. [na/ft]
Oleh: VOA Indonesia