Berita Borneotribun.com: Pakistan Hari ini
Tampilkan postingan dengan label Pakistan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Pakistan. Tampilkan semua postingan

Jumat, 09 Februari 2024

Pakistan Putuskan Layanan Telepon dan Internet Nasional saat Pemilu Parlemen

Pakistan Putuskan Layanan Telepon dan Internet Nasional saat Pemilu Parlemen
Seorang petugas mulai melakukan penghitungan surat suara yang masuk setelah berakhirnya pemungutan suara pada pemilu nasional Pakistan di Karachi, 8 Februari 2024. (Rizwan TABASSUM / AFP)
JAKARTA - Pakistan memutuskan layanan telepon seluler dan internet secara nasional pada hari pemilu, Kamis (8/2), dalam upaya untuk menjaga keamanan selama proses pemungutan suara dalam pemilu parlemen.

"Pengumuman Kementerian Dalam Negeri pada pagi hari tepat sebelum tempat-tempat pemungutan suara dibuka untuk sekitar 128 juta pemilih yang memenuhi syarat mengatakan bahwa gangguan pada layanan telepon dimaksudkan untuk 'mengurangi potensi ancaman keamanan' dan 'menjaga hukum dan ketertiban'," kata sumber resmi.

Namun, pengumuman tersebut tidak menjelaskan pemadaman internet yang juga terjadi bersamaan dengan gangguan layanan telepon.

Gangguan tersebut terjadi setelah dua ledakan bom terpisah di luar kantor kampanye di provinsi Baluchistan, Pakistan barat daya pada hari Rabu yang menewaskan 30 orang. Kelompok militan Negara Islam (ISIS) mengklaim bertanggung jawab atas serangan tersebut.

Pemerintah telah mengerahkan lebih dari 650.000 personel tentara, paramiliter, dan polisi untuk menjaga keamanan di ribuan tempat pemungutan suara di Pakistan, negara berpenduduk terpadat kelima di dunia dengan perkiraan populasi 241 juta jiwa.

Pada Kamis sore, sebuah ledakan bom menargetkan patroli polisi di distrik Dera Ismail Khan, Pakistan barat laut, menewaskan sedikitnya lima petugas. Saat ini belum ada kelompok yang mengaku bertanggung jawab atas ledakan tersebut.

Penangguhan layanan telepon dan internet telah memicu tuduhan luas bahwa pemerintah Pakistan didukung oleh militer mencoba melakukan kecurangan dalam pemilu. Banyak yang menduga bahwa tindakan ini dimaksudkan untuk membatasi akses informasi dan koordinasi antara kandidat oposisi, terutama yang loyal pada partai mantan Perdana Menteri Imran Khan yang saat ini mendekam di penjara.

Badan pengawas independen, NetBlocks, yang memantau keamanan siber global dan tata kelola internet, mengonfirmasi penangguhan layanan komunikasi secara nasional.

“Data jaringan real-time menunjukkan bahwa pemadaman internet kini terjadi di beberapa wilayah Pakistan, selain gangguan jaringan seluler. Insiden ini terjadi pada hari pemilu dan setelah berbulan-bulan sensor digital menyasar oposisi politik,” kata NetBlocks di platform media sosialnya.

Imran Khan, politisi nasional yang paling populer dan mantan Perdana Menteri, telah dinyatakan bersalah dan dijatuhi hukuman penjara karena tuduhan korupsi dan lainnya menjelang pemungutan suara.

Selasa, 06 Februari 2024

Serangan Maut di Dera Ismail Khan, Pakistan, Menewaskan 10 Polisi

Petugas keamanan berjaga di luar rumah sakit tempat petugas polisi yang terluka dirawat setelah serangan militan di kantor polisi di Dera Ismail Khan, Pakistan, 5 Februari 2024. (REUTERS/Stringer)
Petugas keamanan berjaga di luar rumah sakit tempat petugas polisi yang terluka dirawat setelah serangan militan di kantor polisi di Dera Ismail Khan, Pakistan, 5 Februari 2024. (REUTERS/Stringer)
JAKARTA - Pihak berwenang di bagian barat laut Pakistan mengonfirmasi bahwa serangan brutal oleh kelompok militan telah menyebabkan kematian sedikitnya 10 polisi dan melukai enam lainnya menjelang pemilu nasional akhir pekan ini. 

Serangan itu terjadi di Dera Ismail Khan, sebuah wilayah yang telah menjadi sasaran serangan teroris berulang, di mana sekelompok penyerang bersenjata menyerbu sebuah kantor polisi dengan senjata berat.

"Operasi pencarian skala besar" telah diluncurkan oleh pasukan keamanan setempat dengan bantuan pasukan Pakistan untuk menangkap para penyerang yang melarikan diri. Semua akses masuk dan keluar dari distrik tersebut telah ditutup.

Meskipun belum ada pihak yang mengklaim tanggung jawab atas serangan ini, kecurigaan mengarah pada Tehrik-i-Taliban Pakistan (TTP), sebuah kelompok terlarang yang secara rutin melakukan serangan terhadap pasukan keamanan di wilayah Khyber Pakhtunkhwa yang berbatasan dengan Afghanistan.

Serangan mematikan ini terjadi dalam konteks meningkatnya kekerasan militan yang telah memicu kekhawatiran terkait keamanan bagi para pemilih dan penyelenggara pemilihan parlemen Pakistan yang dijadwalkan pada Kamis. 

Sejumlah aktivis politik dan kandidat pemilu telah menjadi korban dalam serangkaian serangan senjata dan pemboman oleh kelompok militan menjelang pemungutan suara.

Pekan lalu, terjadi serangan terkoordinasi oleh pemberontak separatis terhadap instalasi pasukan keamanan di wilayah barat daya provinsi Baluchistan yang berbatasan dengan Afghanistan. 

Serangan di kota Mach menyebabkan kematian empat petugas keamanan dan dua warga sipil.

Militer Pakistan mengonfirmasi bahwa operasi pembalasan telah berhasil menewaskan 24 penyerang selama tiga hari. 

Tentara Pembebasan Baluch (BLA), sebuah kelompok terlarang yang beroperasi di wilayah tersebut, mengklaim bertanggung jawab atas serangan tersebut. 

Meskipun menyatakan kematian 13 pejuangnya, BLA juga mengklaim telah menimbulkan kerugian besar pada pasukan keamanan.

Kedua kelompok militan tersebut, TTP dan BLA, telah ditetapkan sebagai organisasi teroris global oleh Amerika Serikat. 

Kabar tentang meningkatnya kekerasan ini meningkatkan kekhawatiran tentang stabilitas keamanan selama proses pemilihan di Pakistan.

Selasa, 07 Maret 2023

Serangan Bom Bunuh Diri Tewaskan 9 Anggota Pasukan Keamanan di Baluchistan Pakistan, Saat Negara Sedang Bahas Kerja Sama Kontraterorisme dengan AS

Serangan Bom Bunuh Diri Tewaskan 9 Anggota Pasukan Keamanan di Baluchistan Pakistan, Saat Negara Sedang Bahas Kerja Sama Kontraterorisme dengan AS
Sebuah mobil terlihat di bawah puing-puing masjid yang diserang oleh seorang pelaku bom bunuh diri pada Januari lalu, di kawasan Garis Polisi di Peshawar, Pakistan, 9 Februari 2023. (Foto: Reuters)

PAKISTAN - Pada hari Senin (6/3), terjadi serangan bom bunuh diri yang menewaskan sedikitnya sembilan anggota pasukan keamanan dan melukai 13 orang di Sibi, distrik pusat di provinsi Baluchistan, Pakistan.

Truk yang mengangkut personel polisi menuju ke ibu kota provinsi, Quetta, diserang oleh pelaku yang bersepeda motor. 

Belum ada kelompok yang mengaku bertanggung jawab atas serangan tersebut.

Beberapa korban cedera dalam kondisi kritis dan khawatir korban tewas mungkin meningkat. 

Baluchistan telah lama berada dalam cengkeraman pemberontakan etnis Baluch yang menuntut kemerdekaan provinsi itu dari Pakistan, sementara militan yang terkait dengan kelompok Taliban di Pakistan juga aktif di wilayah tersebut.

Serangan ini terjadi saat Pakistan menjadi tuan rumah pertemuan dengan Amerika Serikat untuk membahas kerja sama dalam menghadapi ancaman terorisme yang dihadapi kedua negara.

Kementerian Luar Negeri Pakistan mengatakan bahwa delegasi antarlembaga AS dipimpin oleh Christopher Landberg, penjabat koordinator kontraterorisme di Departemen Luar Negeri AS, dalam pembicaraan di Islamabad. 

Dialog dua hari tersebut diharapkan dapat memperkuat kerja sama antara kedua negara dalam bidang kontraterorisme. 

Pembicaraan tersebut berlangsung di tengah kebangkitan serangan teroris di Pakistan sejak Taliban mengambil alih Afghanistan pada Agustus 2021.

Oleh: VOA Indonesia/Editor: Yakop

Kamis, 24 Juni 2021

3 Tewas, Ledakan di Luar Rumah Pemimpin Kelompok Militan di Pakistan

3 Tewas, Ledakan di Luar Rumah Pemimpin Kelompok Militan di Pakistan.

BORNEOTRIBUN.COM - Sedikitnya tiga orang tewas dan lebih dari 10 lainnya terluka dalam ledakan di Lahore, Pakistan, di luar rumah Hafiz Saeed, seorang pria yang terkait dengan serangan Mumbai 2008 yang menewaskan lebih dari 170 orang. 

Ledakan di luar rumah Hafiz Saeed itu begitu kuat sehingga merusak rumah-rumah di dekatnya dan beberapa kendaraan di jalan-jalan terdekat.  Saeed adalah pemimpin Jamaat-ud-Dawa, atau JuD, sebuah kelompok militan Islamis yang beroperasi di Asia Selatan. Sejauh ini belum jelas apakah dia termasuk di antara para korban. 

Pasukan keamanan mengepung daerah itu. Pengawal pribadi Saeed juga terlihat di sekitar rumah tersebut. 

Para saksi mata dan wartawan diminta menjauh dan sinyal telepon seluler diblokir.  

Saeed termasuk dalam individu yang dikenai sanksi dalam daftar Amerika Serikat dan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

Kelompok Saeed dituduh melakukan serangan tahun 2008 yang menewaskan lebih dari 170 orang di Mumbai, India.  

Tahun lalu, pengadilan Pakistan menghukum Saeed dalam beberapa kasus terkait dengan pendanaan terorisme. 

Dia menjalani hukuman lima setengah tahun.  

Amerika Serikat telah menawarkan hadiah $ 10 juta kepada siapa pun yang memberikan informasi yang mengarah pada penangkapan Saeed dalam kaitan serangan Mumbai. [lt/mg]

Oleh: VOA

Sabtu, 12 Juni 2021

Polisi Pakistan Tangkap Ulama Atas Ancaman Untuk Bunuh Malala

Remaja Pakistan Malala Yousafzai, yang ditembak dan dilukai oleh Taliban karena mendukung pendidikan anak perempuan, berpose untuk fotografer setelah dianugerahi International Children's Peace Prize 2013, 6 September 2013. (Foto: AP)

BorneoTribun Internasional - Polisi Pakistan telah menangkap Mufti Sardar Ali Haqqani setelah video tentang ulama itu viral di media sosial. Dalam video itu ia terlihat mengancam Pemenang Hadiah Nobel Malala Yousafzai terkait komentarnya baru-baru ini mengenai pernikahan, kata para pejabat hari Kamis (10/6).

Haqqani, ditangkap di Lakki Marwat, distrik di provinsi Khyber Pakhtunkhwa, Pakistan Barat Laut, pada hari Rabu (9/6), kata kepala polisi setempat, Waseem Sajjad.

Dalam video itu, ulama tersebut mengancam akan menarget Malala dengan serangan bunuh diri apabila kembali ke Pakistan, diduga karena komentar Malala awal bulan ini kepada majalah Vogue Inggris mengenai pernikahan, yang disebut ulama itu menghina Islam.

Yousafzai tinggal di Inggris sejak 2012, setelah Taliban Pakistan menembaknya dan membuat ia terluka parah. Ia baru berusia 15 tahun ketika itu dan telah membuat berang Taliban karena kampanyenya mengenai pendidikan bagi anak-anak perempuan.

Pada salah satu bagian dalam wawancara dengan Vogue itu, Malala mengatakan, “Saya masih belum paham mengapa orang-orang harus menikah. Kalau Anda ingin memiliki seseorang dalam hidup Anda, mengapa Anda harus menandatangani dokumen pernikahan, mengapa tidak bisa kemitraan saja?”

Pernyataan itu menimbulkan kehebohan di media sosial di Pakistan serta membuat berang kalangan Islamis dan ulama seperti Haqqani. Berdasarkan syariah Islam, pasangan lelaki dan perempuan tidak boleh hidup bersama di luar pernikahan.

Ayah Malala, Ziauddin Yousafzai, membelanya di Twitter, dengan mengatakan pernyataan Malala diambil di luar konteks.

Malala, yang kini berusia 23 tahun, dianugerahi Hadiah Nobel Perdamaian pada tahun 2014 karena upayanya melindungi anak-anak dari perbudakan, ekstremisme, dan tenaga kerja anak. Ia berkunjung sebentar ke Pakistan pada tahun 2018.

Ia masih sangat populer di Pakistan tetapi juga dikecam luas oleh kalangan Islamis dan mereka yang berhaluan keras.

Pada Februari lalu, penyerang Malala pada tahun 2012 mengancam akan melakukan upaya kedua membunuhnya, dengan mencuit bahwa lain kali, “tidak akan ada kekeliruan lagi.” Twitter segera membekukan secara permanen akun yang berisi postingan ancaman tersebut.

Ancaman itu mendorong Yousafzai untuk menulis cuitan, meminta militer Pakistan dan PM Imran Khan untuk menjelaskan bagaimana tertuduh penembaknya, Ehsanullah Ehsan, lolos dari tahanan pemerintah.

Ehsan ditangkap pada tahun 2017, namun melarikan diri pada Januari 2020 dari apa yang disebut rumah aman di mana ia ditahan oleh dinas intelijen Pakistan. Latar belakang penangkapan dan pelariannya diliputi oleh misteri dan kontroversi. [uh/ab]

Oleh: VOA

Kamis, 20 Mei 2021

Ribuan warga Pakistan anak-anak dan kaum perempuan turun ke jalan mendukung rakyat Palestina

Para pengunjuk rasa Palestina berdemonstrasi sebagai rasa solidaritas mereka di tengah pertempuran Israel-Gaza, di Kota Tua Yerusalem, Selasa (18/5/2021). ANTARA FOTO/REUTERS/Ammar Awad/FOC/djo

BorneoTribun Internasional -- Ribuan orang termasuk anak-anak dan kaum perempuan pada Rabu (19/5) turun ke jalan-jalan di kota pelabuhan Karachi, Pakistan, guna menunjukkan solidaritas mendukung rakyat Palestina.

Aksi tersebut berlangsung di depan Karachi Press Club, sementara wartawan dan sejumlah selebritas juga menghadiri aksi tersebut.

Mereka menuntut agar Israel berhenti menyerang orang-orang yang tak bersalah.

Massa, yang membawa spanduk-spanduk pro Palestina, meneriakkan berbagai slogan anti Israel dan menyeru komunitas internasional agar mengintervensi masalah tersebut demi melindungi nyawa orang-orang Palestina yang tak bersalah.

Aksi susulan dari berbagai lapisan masyarakat di Pakistan diperkirakan akan digelar setelah aksi pada Rabu di Karachi.

Aksi menentang Israel berlangsung pada saat ketegangan antara Israel dan Palestina dilaporkan menyebabkan ratusan orang tewas dan terluka.

Sebelumnya pada pekan ini, Pakistan mengumumkan akan merayakan Hari Solidaritas untuk Palestina pada 21 Mei guna menunjukkan penentangannya terhadap serangan Israel.

Sumber: Xinhua

Hukum

Peristiwa

Kesehatan

Pendidikan

Kalbar

Tekno