Tongkang dan Kapal PT CMI Disebut Penyebab Rusaknya Situs Budaya Jejak Kerajaan Simpang
Sukadana (BT) - Situs kuno yang diyakini bagian dari salah satu bangunan berada di kawasan kerajaan Simpang di desa Matan Jaya kecamatan Simpang Hilir (Teluk Melano) terancam punah karena tergerus arus air sebagai dampak tumbangnya pohon pelindung dan penyangga karena dipakai sebagai tiang tambat ponton angkutan bauksit transporter PT CMI (Cita Mineral Investindo).
Situs kuno cagar budaya peninggalan kerajaan Simpang yang bermula di tahun 1.744 masehi tersebut berupa tiang pancang yang dipercaya sebagai bekas tiang atau pondasi bangunan surau (masjid) kerajaan Simpang.
Saat ini letaknya sudah berubah, sekitar 10 meteran, dekat dengan tepian sungai Simpang Keramat dan nyaris tenggelam serta tercabut dari dalam tanah akibat tergerus arus air.
Lembaga Perundohan Tanah Simpang (Pertasim) dan Raja Ke-VIII Kerajaan Simpang kompak mendesak perusahaan transportir bauksit PT CMI bertanggung jawab memperbaiki kerusakan situs penting warga Kayong Utara tersebut.
Hal tersebut sebagai tanggung jawab karena diduga akibat kesengajaan kapal-kapal tugboat dan tongkang perusahaan yang bertambat di batang pohon di sekitar situs budaya tersebut.
Karena menurut mereka, lambat laun jika tidak ada upaya penjagaan seperti dengan membangun benteng pengaman ataupun rambu larangan bertambat, maka, dipastikan situs sejarah tersebut akan tersapu arus dan lenyap.
"Perusahaan harus tanggung jawab. Buatkan cungkup (bangunan pelindung tiang) yang dikelilingi semacam pagar pengaman. Serta rambu larangan berlabuh terutama di sepanjang sungai keramat," tegas ketua Pertasim, Gusti Bujang Mas, Sabtu (17/06/23) di Teluk Melano.
Gusti Bujang Mas mengatakan, perusahaan terkesan tidak patuh bahkan cendrung sembrono dalam memahami dan mentaati aturan zona labuh sandar kapal dan tongkang berukuran jumbo kendati mereka sudah memiliki Terminal Khusus (Tersus) berlokasi di bagian atas sungai Simpang Keramat atau sekitar 4 kilometer dari situs sejarah tersebut.
Bujang Mas menuding, perusahaan memilih kawasan pertigaan sungai simpang yang dipenuhi pohon besar saat menunggu antrian memuat bauksit dari Tersus ke tongkang.
Atas itu mereka bersepakat mendesak tanggung jawab perusahaan demi menjaga kehormatan jejak sejarah kerajaan Simpang sebagai bagian dari warisan sejarah budaya masyarakat Kayong Utara.
"Ini semua akibat terkikis arus air dampak dari kegiatan hilir mudik ponton bauksit yang memiliki pelabuhan berada tepat diatas situs yang dianggap keramat oleh kami dan warga Kayong Utara," sebut Gusti Mas.
Hal senada juga diutarakan Raja ke VIII kerajaan Simpang, bergelar Muhammad Djamaludin III atau dikenal dengan nama Gusti Hukma.
Menurut Gusti Hukma, dirinya tak ingin, akibat kepentingan bisnis, makam leluhurnya dan jejak kerajaan lenyap akibat lalu lintas ponton serta kegiatan berlabuh sembrono tongkang bauksit.
"Karena situs ini udah masuk database sebagai barang budaya dinas Pendidikan Kayong Utara, maka saya tegaskan dan berharap agar ada upaya penjagaan, terutama dari perusahaan sebagai tanggung jawab CSR," tegasnya.
Atas kondisi tersebut, lembaga Pertasim dan Raja Simpang meminta Pemkab Kayong Utara menguatkan tuntutan mereka pada perusahaan.
Maka, digelarlah pertemuan yang dihadiri sejumlah pihak diantaranya KSOP Teluk Melano (Syahbandar), Dinas Pendidikan, Perhubungan dan wakil perusahaan. Musyawarah tersebut dipimpin PJ Sekda Kayong Utara, Oma Zulfithansyah yang digelar Kamis 15 Juli 2023.
Pointnya, perusahaan diwajibkan memberikan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) serta Pemkab memasang rambu sungai.
Perusahan CMI tidak memberikan jawaban saat ditanyakan tanggung jawab perusahaan atas sangkaan Raja Simpang dan lembaga Pertasim itu atas kesembronoan kapal, tongkang dan gelombang dampak lalu lintas angkutan bauksit.
Oleh: Muzahidin