Ormas Agama Kelola Tambang Batu Bara: Untung atau Buntung?
Tambang batu bara mengakibatkan kerusakan lingkungan dekat Samarinda, provinsi Kalimantan Timur (foto: ilustrasi). |
JAKARTA - Keputusan ormas keagamaan seperti PBNU dan Muhammadiyah untuk menerima tawaran pemerintah dalam mengelola tambang batu bara menuai berbagai pendapat. Beberapa ekonom menganggap langkah ini lebih banyak mudharatnya daripada manfaatnya. Mari kita bahas apakah keputusan ini benar-benar menguntungkan atau justru merugikan.
Keberatan Terhadap Pengelolaan Tambang Batu Bara
Fahmy Radhi, pengamat ekonomi energi dari Universitas Gadjah Mada (UGM), menyatakan kekhawatirannya terhadap keputusan PBNU dan Muhammadiyah untuk terlibat dalam pengelolaan tambang batu bara. Menurutnya, proses tambang batu bara sering kali merusak lingkungan dan menimbulkan berbagai masalah sosial. Selain itu, batu bara diprediksi akan memasuki masa "sunset" atau masa akhir penggunaannya, karena banyak negara maju sudah mulai meninggalkannya.
"Australia, misalnya, sudah menutup tambang batu baranya karena dianggap sebagai sumber energi kotor. Sementara itu, di Indonesia, meskipun cadangan batu bara masih melimpah, PLN sendiri juga mulai beralih ke energi terbarukan," jelas Fahmy.
Selain itu, izin tambang yang diberikan kepada ormas hanya berlaku lima tahun. Menurut Fahmy, waktu tersebut terlalu singkat untuk mendapatkan hasil yang signifikan, terutama karena proses perizinan tambang memerlukan waktu yang cukup lama.
Alternatif yang Lebih Menguntungkan: Energi Terbarukan
Ekonom CELIOS Bhima Yudhistira juga menilai bahwa keputusan ormas keagamaan untuk mengelola tambang batu bara kurang tepat. Dia berpendapat bahwa ormas yang memiliki keahlian dalam pendidikan dan kesehatan sebaiknya lebih fokus pada pengembangan energi terbarukan.
"Daripada terlibat dalam sektor tambang yang berisiko tinggi dan merusak lingkungan, lebih baik ormas keagamaan berinvestasi dalam energi terbarukan berbasis komunitas, seperti panel surya atau mikrohidro. Ini tidak hanya lebih ramah lingkungan, tetapi juga lebih menguntungkan dalam jangka panjang," ujar Bhima.
Dia menjelaskan bahwa energi terbarukan berbasis komunitas bisa memberikan keuntungan yang jauh lebih besar dan menyerap lebih banyak tenaga kerja. Selain itu, ini juga bisa menjadi solusi bagi ormas dalam menjalankan amal usaha, dengan mengintegrasikan proyek energi terbarukan ke dalam pesantren, sekolah, atau rumah sakit yang mereka kelola.
Potensi Risiko dan Tantangan
Kekhawatiran lain terkait pengelolaan tambang batu bara oleh ormas keagamaan adalah potensi risiko terlibat dalam praktek pertambangan ilegal atau kejahatan tambang. Fahmy dan Bhima mengingatkan bahwa pengelolaan tambang yang tidak diatur dengan baik dapat mengakibatkan kerusakan lingkungan dan masalah sosial yang serius.
"Jangan sampai ormas keagamaan terjerat dalam masalah hukum atau kerusakan lingkungan akibat aktivitas tambang yang tidak ramah lingkungan," kata Fahmy.
Meskipun pengelolaan tambang batu bara oleh ormas keagamaan mungkin terlihat sebagai peluang bisnis, banyak ekonom berpendapat bahwa risiko dan kerugiannya lebih besar daripada manfaatnya. Sebaliknya, berinvestasi dalam energi terbarukan berbasis komunitas bisa menjadi pilihan yang lebih menguntungkan dan berkelanjutan.
Sebagai penutup, keputusan ormas keagamaan untuk terlibat dalam pengelolaan tambang batu bara harus dipertimbangkan dengan hati-hati, dengan mempertimbangkan dampak jangka panjang terhadap lingkungan, masyarakat, dan keuntungan ekonomi yang sebenarnya.
Dengan mempertimbangkan berbagai aspek tersebut, ormas keagamaan mungkin perlu mengevaluasi kembali apakah mereka benar-benar ingin terlibat dalam sektor tambang atau lebih baik beralih ke energi terbarukan yang lebih ramah lingkungan dan menguntungkan.