Berita Borneotribun.com: Kutai Barat Hari ini

Tampilkan postingan dengan label Kutai Barat. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Kutai Barat. Tampilkan semua postingan

Rabu, 12 Maret 2025

Rapat Dengar Pendapat DPRD Kubar: Banyak Undangan Tidak Hadir, Sengketa Tanah Jadi Sorotan

Rapat Dengar Pendapat DPRD Kubar Banyak Undangan Tidak Hadir, Sengketa Tanah Jadi Sorotan
Rapat Dengar Pendapat DPRD Kubar: Banyak Undangan Tidak Hadir, Sengketa Tanah Jadi Sorotan.

Kutai Barat – Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang digelar di Gedung DPRD Kabupaten Kutai Barat pada Senin sore, 10 Maret 2025, diwarnai dengan ketidakhadiran banyak undangan. Padahal, semua pihak yang berkepentingan telah diundang jauh-jauh hari sebelum rapat dilaksanakan.

Rapat ini bertujuan untuk membahas permasalahan sengketa tanah yang menyeret seorang pewaris hak keturunan menjadi tersangka. 

Dugaan kuat muncul bahwa ada permainan politik uang demi kepentingan individu tertentu, sehingga kepala pewaris hak keturunan harus berhadapan dengan hukum.

Kekhawatiran dari Pihak Kelurahan dan Adat

Lurah Simpang Raya, Barong Tongkok, Kubar, menyampaikan rasa kekhawatirannya selama RDP berlangsung. 

Ia menyoroti kemungkinan munculnya kasus-kasus yang berbasis praduga dan penafsiran yang tidak berdasar.

“Saya sudah dua kali dipanggil penyidik, tetapi saya tetap menjelaskan sesuai dengan fakta yang ada. Hal yang tidak pernah terbukti tidak perlu saya lebih-lebihkan atau rekayasa,” ujar Lurah Simpang Raya.

Sementara itu, Kepala Adat Besar Kabupaten Kutai Barat, Manar Gamas, juga menyuarakan keresahannya terhadap permasalahan ini. 

Menurutnya, jika kasus ini tidak segera diselesaikan dengan adil, konflik besar bisa terjadi, terutama antar suku.

“Kami tidak menginginkan adanya konflik yang lebih besar. Banyak orang di luar sana yang sudah panas dengan kasus ini. Oleh karena itu, atas nama lembaga adat dan keluarga besar Dayak Tunjung Benuaq (Mantuq), kami meminta agar saudara Eronius Tenaq segera dibebaskan dari tuntutan,” tegas Manar Gamas.

Ketua DPRD Kutai Barat Angkat Bicara

Ketua DPRD Kabupaten Kutai Barat, Riduai SH, juga menyesalkan ketidakhadiran pihak-pihak terkait dalam RDP ini. 

Ia menegaskan bahwa pihak DPRD akan segera mengundang kembali instansi terkait, seperti Forkopimda, Kejaksaan, Kapolres, dan pihak Widodo R.

“Hari ini mereka diundang, tetapi tidak ada yang hadir. Kami tidak bisa mengintervensi siapa pun, tetapi hanya bisa bermusyawarah untuk mencari solusi terbaik,” ujar Riduai SH.

Koordinator Solidaritas Kutai Barat Ungkap Fakta Mengejutkan

Tim pengurus Koordinator Solidaritas Sekutai Barat, Yehkezkiel Pomen, mengungkapkan bahwa sejak awal kasus ini memanas, ia sudah mendapatkan banyak tekanan. 

Ia bahkan pernah diminta oleh tim Widodo R untuk tidak melibatkan organisasi masyarakat (ormas) dalam urusan kasus tersangka Eronius Tenaq.

“Saya orang lapangan, saya tahu mana yang baik dan mana yang tidak. Saya pernah diminta agar tidak mengerahkan massa dari ormas Dayak dalam kasus ini. Bahkan, saya pernah ditawari uang Rp100 juta agar menghentikan pergerakan massa. Tetapi bagi saya, itu bukan hal yang bisa dibeli,” ungkap Yehkezkiel Pomen.

Ia juga menekankan bahwa beberapa keputusan adat telah dikeluarkan, tetapi tidak pernah diakui oleh pihak yang bersangkutan. 

Menurutnya, menggiring seseorang yang tidak bersalah ke ranah hukum adalah tindakan yang tidak adil.

“Jangan sampai masalah ini terulang seperti peristiwa tahun 2012, di mana terjadi kerusuhan besar antar suku. Itu yang sangat kami khawatirkan,” tambahnya.

Kasus sengketa tanah yang terjadi di Kutai Barat ini masih menjadi sorotan. Dengan berbagai pihak yang merasa dirugikan dan kekhawatiran akan potensi konflik, masyarakat berharap ada penyelesaian yang adil dan tidak berpihak.

DPRD Kutai Barat berjanji akan terus mengawal kasus ini dan mengundang kembali pihak-pihak yang berwenang untuk mencari solusi terbaik. 

Apakah keadilan bisa ditegakkan? Semua mata kini tertuju pada langkah selanjutnya dari para pemangku kepentingan.

Sabtu, 08 Maret 2025

Ritual Adat Dayak Tonyoi Benuaq Bentiatn di Kutai Barat: Nalitn Tautn

Ritual Adat Dayak Tonyoi Benuaq Bentiatn di Kutai Barat Nalitn Tautn
Ritual Adat Dayak Tonyoi Benuaq Bentiatn di Kutai Barat: Nalitn Tautn.

KUTAI BARAT - Ritual adat suku Dayak Tonyoi Benuaq Bentiatn kembali digelar dengan khidmat di Kelurahan Simpang Raya, Barong Tongkok, Kutai Barat, Kalimantan Timur. 

Acara adat yang disebut Nalitn Tautn atau Gugu Tautn (Nyolungk Pakatn Samat) ini merupakan tradisi turun-temurun yang dijalankan oleh para sesepuh adat, tetua adat, serta masyarakat adat yang memiliki garis keturunan leluhur mereka.

Makna dan Tujuan Ritual Nalitn Tautn

Ritual Nalitn Tautn adalah bentuk penghormatan kepada roh leluhur yang telah berjasa bagi masyarakat Dayak. 

Acara ini tidak hanya menjadi ajang spiritual, tetapi juga sebagai pengingat akan pentingnya adat istiadat dalam kehidupan masyarakat Dayak. 

Ketua Adat Kecamatan Damai, Barong Tongkok, Nerus, menyatakan bahwa manusia tanpa adat ibarat pohon tanpa daun dan akar, yang pada akhirnya akan mati.

Pemimpin Ritual: Kanongk Beliatn

Ritual ini dipimpin oleh seorang Pemeliatn, yang dalam bahasa setempat disebut Kanongk Beliatn

Pemeliatn bukanlah sosok yang belajar melalui pendidikan formal seperti sekolah atau universitas, tetapi seseorang yang memiliki keahlian turun-temurun dalam memahami mantra dan tata cara ritual adat. 

Keberadaan mereka sangat dihormati karena merupakan bagian dari sistem adat yang telah terjaga sejak zaman nenek moyang.

Adat yang Dijaga Sejak Sebelum Kemerdekaan

Adat istiadat Dayak telah diakui sejak lama, bahkan sebelum Indonesia merdeka. Undang-Undang Adat Tumbang Anoy yang ditetapkan pada tahun 1894 menjadi bukti kuat bahwa masyarakat adat memiliki hukum sendiri yang dihormati dan dijalankan dengan tegas. 

Dalam aturan adat ini, siapa pun yang melanggar dan tidak mengakui adat bisa dikenai sanksi, termasuk dikucilkan dari wilayah hukum adat.

Pentingnya Melestarikan Tradisi

Ritual Nalitn Tautn bukan hanya sekadar seremoni, tetapi juga menjadi ajang untuk memperkuat identitas dan kebersamaan masyarakat Dayak. 

Dengan mempertahankan adat istiadat, masyarakat dapat menjaga warisan leluhur agar tidak hilang ditelan zaman.

Sebagai generasi penerus, sangat penting untuk terus menghormati dan melestarikan budaya yang telah diwariskan. 

Adat bukanlah sesuatu yang bisa diabaikan, tetapi merupakan bagian dari jati diri yang membentuk kehidupan masyarakat Dayak hingga saat ini.

Dengan adanya ritual seperti Nalitn Tautn, masyarakat Dayak Tonyoi Benuaq Bentiatn di Kutai Barat terus menjaga tradisi dan nilai-nilai leluhur, memastikan bahwa adat tetap hidup dan menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari.

Reporter: Henryanus Achiang

Rabu, 05 Maret 2025

PN Kutai Barat Gelar Sidang Lapangan Kasus Dugaan Pemalsuan Surat Tanah

PN Kutai Barat Gelar Sidang Lapangan Kasus Dugaan Pemalsuan Surat Tanah
PN Kutai Barat Gelar Sidang Lapangan Kasus Dugaan Pemalsuan Surat Tanah.

Kutai Barat – Pengadilan Negeri (PN) Kutai Barat (Kubar) menggelar sidang Pemeriksaan Setempat (PS) atau Sidang Lapangan dalam kasus dugaan pemalsuan surat tanah dengan terdakwa E Te. Sidang ini berlangsung di lokasi objek sengketa yang terletak di Kelurahan Simpang Raya, Kecamatan Barong Tongkok, pada Selasa (4/3/2025).

Sidang lapangan ini dihadiri oleh majelis hakim, tim dari Pengadilan Negeri Kutai Barat, jaksa, pihak pelapor, serta pihak terdakwa. Tujuan utama sidang ini adalah untuk mengobservasi langsung lokasi sengketa guna mendapatkan gambaran yang lebih akurat mengenai keadaan tanah yang menjadi permasalahan.

Saat proses pemeriksaan berlangsung, tim pengadilan tidak menemukan adanya lahan persawahan atau tanah basah seperti yang diklaim dalam dokumen yang dipersoalkan. Sebaliknya, yang tampak adalah tanah kering yang gersang. Selain itu, ditemukan juga situs peninggalan bersejarah berupa patung kayu tua (belontangk) serta bekas kuburan tua dari zaman dahulu.

“Dalam sidang lapangan, hakim dan tim pengadilan melakukan observasi langsung di lokasi untuk memastikan kondisi sebenarnya,” ujar Widodo R, pihak pelapor, kepada awak media.

Sidang lapangan ini bertujuan untuk memastikan letak, luas, dan batas tanah yang menjadi objek sengketa. Selain itu, proses ini juga membantu dalam menilai kuantitas dan kualitas tanah yang dipermasalahkan, sehingga dapat menjadi bukti akurat dalam proses persidangan.

Dengan adanya pemeriksaan langsung ini, hakim dapat memperoleh gambaran yang lebih jelas mengenai keadaan tanah yang disengketakan serta mendapatkan alat bukti yang lebih konkret. Ini menjadi bagian penting dalam pembuktian kasus, terutama dalam perkara yang melibatkan dokumen pertanahan.

Setelah pelaksanaan sidang lapangan ini, persidangan akan kembali dilanjutkan pada Rabu (5/2/2025) dengan agenda mendengarkan keterangan dari saksi A de Charge. Kesaksian ini diharapkan dapat memberikan keterangan tambahan yang memperjelas perkara yang sedang berlangsung.

(Penulis: Henryanus Achiang)

Jumat, 07 Februari 2025

Sidang Dugaan Pemalsuan Surat Tanah di Kutai Barat: Ahli Perdata Sebut Perkara Murni Perdata

Sidang Dugaan Pemalsuan Surat Tanah di Kutai Barat: Ahli Perdata Sebut Perkara Murni Perdata
Sidang Dugaan Pemalsuan Surat Tanah di Kutai Barat: Ahli Perdata Sebut Perkara Murni Perdata.
Kutai Barat, Kaltim – Sidang perkara dugaan pemalsuan surat tanah (SPPT) dengan terdakwa ET kembali digelar pada Rabu, 5 Januari 2025, di ruang sidang Pengadilan Negeri Kutai Barat. Dalam sidang tersebut, jaksa penuntut umum menghadirkan seorang ahli perdata untuk memberikan keterangan di bawah sumpah di hadapan majelis hakim.

Yahya Tonang, selaku penasihat hukum (PH) terdakwa ET, dalam wawancara dengan beberapa awak media menyampaikan pandangannya terkait jalannya persidangan. Menurutnya, keterangan ahli perdata memperjelas bahwa kasus ini merupakan perkara perdata, bukan pidana.

Pendapat Ahli Perdata: Perkara Seharusnya Diselesaikan Secara Keperdataan

Ahli perdata yang dihadirkan dalam sidang menyampaikan bahwa jika terdapat dua surat kepemilikan tanah yang mengklaim lokasi yang sama, tetapi diterbitkan oleh dua wilayah administratif berbeda, maka penyelesaiannya harus melalui gugatan perdata.  

"Harus diuji surat mana yang lebih sah dan mana yang dapat dibatalkan oleh instansi yang menerbitkannya," ujar ahli perdata dalam persidangan.  

Dalam kasus ini, SHM (Sertifikat Hak Milik) atas nama Widodo diterbitkan oleh Desa Sekolaq Joleq, Kecamatan Melak, dan menunjukkan lahan basah untuk persawahan. Sementara itu, SPPT milik terdakwa ET diterbitkan oleh Kelurahan Simpang Raya, Kecamatan Barong Tongkok, dengan kondisi lahan kering.  

"Dari segi formil, tampak jelas bahwa kedua surat tersebut menunjuk lokasi yang berbeda," tambah ahli perdata. Oleh karena itu, ia menegaskan bahwa persoalan ini harus dibuktikan melalui mekanisme hukum perdata untuk menentukan letak tanah yang sebenarnya, mengingat kedua akta tersebut merupakan dokumen otentik.

Fakta Hukum: Gugatan Widodo Pernah Dinyatakan Tidak Dapat Diterima (NO)

Dalam persidangan, PH Yahya Tonang juga mengungkapkan fakta bahwa sebelumnya Widodo pernah menggugat terdakwa ET untuk meneguhkan SHM miliknya. Namun, dalam proses persidangan sebelumnya, Widodo tidak dapat menghadirkan peta asli penempatan lahan transmigrasi eks Sekolaq Joleq.  

"Yang ditampilkan justru tiga fotokopi peta yang disebut sebagai ‘peta bodong’ yang tidak memiliki nilai pembuktian," jelas Yahya Tonang.  

Akibatnya, gugatan yang diajukan Widodo tersebut dinyatakan Niet Ontvankelijke Verklaard (NO) atau tidak dapat diterima. Selain itu, dalam tuntutan yang diajukan oleh pihak penggugat di tingkat provinsi, majelis hakim sempat diminta untuk mengosongkan lahan dan melarang segala aktivitas di area sengketa.

Putusan pengadilan dalam perkara perdata sebelumnya dengan nomor: 12/Pdt.G/2021/PN, yang dikeluarkan pada 15 Januari 2012, menyatakan bahwa kedua surat tanah diterbitkan oleh dua wilayah administratif yang berbeda. Oleh karena itu, menurut penasihat hukum terdakwa, kasus ini seharusnya tetap berada dalam ranah perdata, bukan pidana.

Sidang kasus dugaan pemalsuan surat tanah ini semakin memperlihatkan kompleksitas sengketa pertanahan di wilayah Kutai Barat. Dengan adanya dua dokumen kepemilikan yang diterbitkan oleh instansi berbeda, persoalan ini membutuhkan pembuktian lebih lanjut melalui jalur perdata.  

Sidang berikutnya akan menentukan langkah hukum selanjutnya yang akan diambil oleh majelis hakim dalam memutuskan perkara ini. Sementara itu, penasihat hukum terdakwa tetap berpegang pada pendapat bahwa kasus ini tidak seharusnya masuk dalam ranah pidana.  

(Henryanus Achiang)