Berita Borneotribun.com: India Hari ini
Tampilkan postingan dengan label India. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label India. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 10 Juli 2021

Mahfud MD Angkat Bicara Soal Bantuan Oksigen Indonesia ke India

Mahfud MD Angkat Bicara Soal Bantuan Oksigen Indonesia ke India
Mahfud MD Angkat Bicara Soal Bantuan Oksigen Indonesia ke India.

BORNEOTRIBUN JAKARTA - Menko Polhukam Mahfud Md mengatakan pemerintah memberikan bantuan oksigen kepada India pada awal Mei 2021 lalu. 

Menurutnya, pada saat itu, tingkat kesembuhan orang yang terinfeksi COVID-19 lebih tinggi ketimbang tingkat penambahan kasus. Selain itu, kata Mahfud, ketersediaan oksigen nasional pada saat itu juga masih mencukupi.

"Itu biasa dalam hubungan internasional. Negara-negara itu punya program-program kemanusiaan bantuan obat dan makanan itu sudah biasa. Indonesia kan juga sering dibantu dalam situasi pandemi COVID-19," jelas Mahfud saat memberikan keterangan pers secara daring, Jumat (9/7).

Mahfud menambahkan sejumlah negara sahabat telah menawarkan bantuan ke Indonesia seiring dengan lonjakan kasus corona di Indonesia, termasuk di antaranya bantuan oksigen.

"Indonesia juga pernah membantu negara kaya seperti Jepang ketika ada tsunami dan Australia ketika terjadi kebakaran," tambah Mahfud.

Epidemiolog dari Griffith University Australia Dicky Budiman menilai aksi saling bantu antarnegara dalam situasi pandemi merupakan hal yang wajar dalam pergaulan internasional.

Namun, menurut Dicky, pemerintah semestinya sudah dapat mengantisipasi lonjakan kasus corona.

Apalagi para ahli sudah banyak yang mengingatkan tentang potensi lonjakan kasus corona.

"Dan tentu yang tahu tentang ketersediaan dan mitigasi lonjakan ini ya pemerintah. Nah ini kelemahannya," jelas Dicky Budiman kepada VOA, Jumat (9/7).

Dicky meyakini negara-negara sahabat akan memberikan bantuan kepada Indonesia yang sedang mengalami situasi sulit akibat pandemi corona.

Ia beralasan Indonesia memiliki posisi yang cukup baik dalam pergaulan internasional.

Mengutip laman kemlu.go.id, pemerintah telah menyerahkan hibah 1.400 tabung oksigen (oxygen cylinder) kepada pemerintah India melalui Indian Red Cross Society/IRCS pada Selasa (08/06) di pelabuhan Nhava Sheva.

Kedatangan lima kontainer berisi tabung oksigen ini melengkapi penyerahan 200 unit konsentrator oksigen di New Delhi pada 12 Mei 2021 lalu, dan penyerahan 2.000 tabung oksigen pada akhir Juni lalu. [sm/ab]

VOA

Senin, 28 Juni 2021

Meningkat Tajam Virus COVID-19 di Bangladesh, Banyak Masyarakat Berbondong-bondong Tinggalkan Kota, Penuhnya Terminal Kapal Feri

Meningkatnya Tajam Virus COVID-19 di Bangladesh, Banyak Masyarakat Berbondong-bondong Tinggalkan Kota, Penuhnya Terminal Kapal Feri

BORNEOTRIBUN.COM - Meningkatnya Tajam Virus COVID-19 di Bangladesh, Banyak Masyarakat Berbondong-bondong Tinggalkan Kota, menyebabkan Penuhnya Terminal Kapal Feri.

Akibat tidak seorang pun di Bangladesh akan diizinkan meninggalkan rumah mereka Selama tujuh hari sejak Kamis (24/6), kecuali dalam keadaan darurat.

Sehingga orang-orang mengungsi dari ibu kota yang sibuk ke rumah mereka di kota-kota dan desa-desa.

Kasus virus COVID-19 di negara tersebut telah melonjak, banyak yang terkait dengan varian Delta yang pertama kali diidentifikasi di negara tetangga India.

Gelombang virus terbaru di Bangladesh dimulai sekitar enam minggu lalu. 

Pada 15 Mei ada 261 kasus baru dan 22 kematian dilaporkan. 

Pada Jumat (25/6) ada 5.869 kasus baru dan 108 kematian - jumlah kematian harian tertinggi kedua di negara itu dari seluruh pandemi.

Banyak rumah sakit kewalahan dengan pasien dan berjuang untuk mengatasinya, terutama yang berada di perbatasan dengan India.

Penguncian awalnya akan dimulai pada Senin (28/6) ini, namun ditunda hingga Kamis (1/7). 

Kendati demikian, para pejabat mengatakan beberapa pembatasan masih akan mulai berlaku pada ini waktu setempat.

Karena peningkatan kasus yang tajam, layanan kereta api dan bus sudah dihentikan, dengan pengecualian untuk layanan darurat.

Orang-orang yang menginginkan untuk meninggalkan kota terpaksa menyewa kendaraan pribadi, atau bahkan berjalan kaki, karena penutupan transportasi.

Editor BBC Asia Selatan Jill McGivering melaporkan para pekerja berpenghasilan rendah dan pekerja harian akan menjadi yang paling terpukul oleh penguncian ketat. 

Banyak dari orang-orang yang melarikan diri adalah pekerja migran yang berusaha untuk pulang.

Surat kabar Dhaka Tribune melaporkan bahwa ada ribuan orang hanya di satu terminal feri, dengan sedikit atau tanpa ruang di antara mereka.

Kepala polisi lalu lintas setempat Zakir Hossain mengatakan kepada surat kabar itu bahwa terminal Shimulia jauh lebih sibuk pada hari Minggu daripada pada hari Sabtu, dan bahwa "tidak ada yang mengikuti protokol keselamatan Covid-19".

Kantor berita AFP melaporkan total puluhan ribu orang berusaha untuk pergi. Keterangan ini mengutip seorang pejabat senior perairan Bangladesh yang mengatakan setidaknya 50.000 orang telah meninggalkan kota itu dengan feri pada Minggu (27/6) saja. Saat ini, situasi semakin "tidak terkendali".

Beberapa layanan feri telah beroperasi 24 jam sehari, dengan lebih dari 1.000 penumpang berdesakan di setiap perjalanan.

"Kami tidak ingin mereka memadati feri, tetapi mereka tidak mendengarkan. Ada orang-orang yang terburu-buru,” terang sub-inspektur polisi Mohammad Raza kepada AFP.

Sebuah pernyataan yang dikeluarkan oleh Departemen Informasi Pers (PID) Bangladesh mengatakan semua kantor, termasuk kantor pemerintah, semi-pemerintah dan swasta, juga akan ditutup dalam penguncian.

Juru bicara departemen kesehatan Robed Amin mengatakan kepada AFP jika polisi dan penjaga perbatasan akan dikerahkan untuk menegakkan penguncian dan menghentikan orang meninggalkan rumah mereka.

Editor: Yakop

Kamis, 24 Juni 2021

Hambatan Teknologi Perlambat Vaksinasi di Perdesaan India


BORNEOTRIBUN JAKARTA - Inisiatif vaksinasi yang didorong oleh teknologi di India, menimbulkan kecemasan bahwa kesenjangan besar digital di negara itu mempersulit banyak orang untuk divaksinasi, terutama di wilayah perdesaan yang luas di sana. 

Sementara penduduk kota yang paham dan tahu teknologi digital berhasil divaksinasi, jutaan orang di daerah perdesaan, tertinggal karena hambatan teknologi. 

Mereka yang menunggu di pusat vaksinasi di distrik Kangra, India Utara bisa mendaftar untuk mendapat vaksin COVD-19, karena mereka mempunyai telepon pintar dan tahu cara mendaftar di situs web resmi yang disebut CoWIN. 

Banyak orang ingin divaksinasi sewaktu gelombang kedua pandemi melanda daerah pedesaan. 

Tetapi mereka tidak bisa mendaftar karena tidak mempunyai sambungan internet atau telepon pintar. 

Seorang warga di Kangra, Harnam Singh mengatakan, “Telepon saya sederhana. Saya tidak tahu cara memakai telepon lain”. 

Menyusul kecaman bahwa kewajiban mendaftar melalui daring bagi mereka yang berusia antara 18 sampai 45 tahun, telah mengesampingkan jutaan dari kampanye vaksinasi di daerah pedesaan, kini pemerintah mengijinkan orang untuk datang mendaftar langsung untuk divaksinasi. 

Tetapi Manoj Sharma mendapati, orang yang menguasai teknologi masih diuntungkan, jumlah mereka yang datang sendiri untuk divaksinasi terbatas karena kekurangan vaksin, sementara mereka yang mendaftar secara daring dipastikan mendapat vaksinasi. 

Karena itulah Sharma memohon teman-temannya untuk mendaftarkan dirinya lewat daring. 

“Pemerintah seharusnya menyediakan pendaftaran ini untuk kami. Saya mengemudi seharian untuk mencari nafkah,” tukasnya. 

Hambatan teknologi ini mendorong banyak orang untuk datang ke pusat vaksinasi guna meminta bantuan. Bahkan penduduk pedesaan yang mempunyai telepon pintar seperti Vivek Chand mendapat kesulitan untuk menerima vaksinasi karena sambungan internet yang tidak merata. 

Orang-orang di kota-kota di dekatnya lebih cepat memperoleh jadwal vaksin yang diinginkan. 

“Meskipun saya mendaftar, saya tidak bisa menemukan tempat vaksinasi yang dekat. Hari ini, satu-satunya tempat di mana vaksin tersedia, jauhnya bermil-mil. Itupun dibatasi untuk orang yang berusia di atas 45 tahun saja,” ujar Vivek. 

Tantangan semacam itu memicu meningkatnya permintaan agar pemberian vaksinasasi dilakukan lebih dekat ke desa-desa, di mana dua pertiga penduduk India tinggal. 

Vijay Kapoor, Kepala Pusat Vaksinasi Lok Mitra mengatakan, “Pusat vaksinasi seharusnya dibuka di tiap desa agar penduduk mendapat vaksinasi. Ini akan mengatasi semua rintangan yang mereka hadapi.” 

Pakar kesehatan mengatakan, mengakses pedesaan terpencil harus menjadi prioritas ketika kondisi kekurangan vaksin mereda. 

Direktur Yayasan Kesehatan Umum India, K.Srinath Reddy mengatakan, Jika kami tidak memvaksinasi mereka dalam jumlah yang memadai, akan ada sekelompok besar orang yang rentan terserang oleh virus atau varian baru dari virus itu. 

Ketika berlangsung pemilu di India, kita berhasil menjangkau kotak suara hingga ke daerah yang paling terpencil, termasuk di pedalaman hutan. 

Jadi kita harus mencari cara agar bisa membawa vaksin ke sana.

Itulah yang diinginkan penduduk desa, mendapat vaksinasi secara mudah untuk melindungi mereka dari gelombang ketiga yang menurut dokter akan tiba. [ps/jm] 

Oleh: Voa Indonesia

Senin, 21 Juni 2021

Tempat-tempat Ibadah di India Jadi Pusat Karantina COVID-19

Tempat-tempat Ibadah di India Jadi Pusat Karantina COVID-19
Masjid terlihat di tengah-tengah gubuk di Dharavi, salah satu daerah kumuh terbesar di Asia, selama penguncian nasional untuk memperlambat penyebaran COVID-19, Mumbai, India, 7 April 2020. (Foto: REUTERS/Francis Mascarenhas)

BORNEOTRIBUN.COM - Menanggapi tingginya angka kasus COVID-19 di India, sejumlah tempat ibadah, termasuk masjid, menawarkan diri sebagai tempat karantina. Mereka menampung siapa saja yang membutuhkan, tanpa memandang agama, kasta dan stasus sosial-ekonomi.

Terletak di kawasan Green Park, New Delhi, Masjid Green Park boleh jadi merupakan salah satu masjid yang sangat populer di ibu kota. Sebelum pandemi, masjid itu sering dikunjungi umat Islam yang ingin melaksanakan salat lima waktu atau berbagai kegiatan Muslim lainnya. Namun, sejak pandemi COVID-19 melanda, masjid itu seperti ditinggalkan.

Bukan karena, umat Islam enggan datang ke sana, melainkan karena kebijakan pemerintah terkait wabah. Jumlah pengunjung masjid dibatasi agar protokol kesehatan terkait COVID-19, termasuk sosial distancing, bisa diterapkan semestinya. Apalagi India, secara umum, kini bersiap menghadapi gelombang ketiga pandemi, sementara gelombang kedua belum juga berakhir.

Namun, kini ada sebuah kegiatan baru di sana. Masjid itu kini menjadi salah satu rumah ibadah yang menawarkan diri menjadi tempat karantina. Daya tampungnya memang tidak besar, yakni hanya 10 rang, mengingat kecilnya ukuran masjid itu. Namun, masjid itu siap menampung siapa saja yang membutuhkan, tanpa memandang agama, kasta dan stasus sosial-ekonomi.

Umat bersorak saat berdiri di dekat patung 'Dewi Corona', di tengah pandemi COVID-19, di sebuah kuil di Pratapgarh, Uttar Pradesh, India, 11 Juni 2021. (Foto: ANI/REUTERS TV/VIA REUTERS)

Mohammad Salim adalah salah satu pengurus Masjid Green Park. Ia mengatakan, apa yang dilakukan masjid itu merupakan bukti tanggung jawab sosial yang bersedia diembannya.

“Kami membuka pusat isolasi COVID-19 ini dengan tujuan meringankan beban pemerintah. Kami menyediakan obat-obatan, tapi kami tidak memiliki pasokan tabung oksigen. Kami sedang mengusahakannya meski sulit," katanya.

Menurut Salim, mereka yang menjalani karantina di masjidnya mendapatkan masker, peralatan sanitasi, dan obat-obatan, selain makanan tiga kali sehari. Di masjid itu hanya tersedia 10 tempat tidur sederhana sehingga hanya bisa menampung 10 orang. Semua itu tersedia berkat sumbangan dana para dermawan Muslim dan bantuan pemerintah New Delhi.

Warga India berkerumun di pasar di depan Masjid Charminar selama bulan suci Ramadhan di Hyderabad, India, Kamis, 6 Mei 2021. (Foto: AP)

Sebetulnya tidak hanya Masjid Green Park yang menggelar usaha itu. Beberapa masjid lain, kuil Hindu dan gurdwara – atau tempat ibadah orang-orang Sikh – menggelar program serupa dan bahkan beralih fungsi seperti rumah sakit, tidak hanya di New Delhi tapi juga di berbagai kota besar di India.

Masjid Bendhi Bazar di Mumbai bahkan memiliki satuan tugas yang setiap harinya mengisi tabung-tabung oksigen dan mengirimkannya ke mereka yang membutuhkan.

“Satuan tugas kami terdiri dari 25 hingga 30 orang. Kami bekerja secara bergiliran selama 24 jam sehari tanpa henti. Kami memulai usaha ini tahun lalu. Ada 350 hingga 400 pasien kami bantu setiap harinya," kata Baahir Aaman, seorang sukarelawan.

Kuil Pawandham di India, sebuah fasilitas ibadah umat Hindu yang tergolong mewah di Mumbai, dilengkapi bank oksigen. Kuil itu bisa menampung ratusan orang dan kini dilengkapi banyak peralatan medis untuk pertolongan darurat. Hanya saja, kuil itu mewajibkan pasien membayar biaya perawatan.

Dhruv Vaktania, seorang sukarelawan di kuil itu, menilai pentingnya fasilitas karantina yang dilengkapi bank oksigen.

Seorang wanita dikelilingi kerabatnya menerima bantuan oksigen secara gratis di Gurudwara (kuil Sikh), di tengah penyebaran COVID-19, di Ghaziabad, India, 6 Mei 2021. (Foto: REUTERS/Danish Siddiqui)

“Dalam masa kritis seperti ini, banyak pasien kesulitan mendapatkan tempat di rumah sakit. Kami menawarkan layanan ini. Kami di sini juga memiliki suplai oksigen dan obat-obatan, yang teramat sangat dibutuhkan saat ini. Kami menawarkan layanan ini dengan harga terjangkau," katanya.

Gurdwara Rakab Ganj Sahib di New Delhi juga turun tangan mengatasi pandemi. Komunitas Sikh di sana – yang umumnya kaya raya -- menyediakan 400 tempat tidur yang dilengkapi dengan ventilator.

Manjinder Singh Sirsa, ketua gurdwara itu, mengatakan, kegiatan selama masa pandemi ini merupakan usaha amal komunitas mereka yang berkelanjutan. Sebelum pandemi, gurdwara itu memiliki dapur umun yang menyediakan makanan bagi siapa saja yang membutuhkan, tanpa memandang agama, kasta dan stasus sosial-ekonomi. [ab/uh]

Oleh: VOA

Sabtu, 12 Juni 2021

Umat Hindu, Sikh Afghanistan Kesulitan dan Terjebak di India

Sejumlah umat Sikh menyalakan lilin di Kuil Emas di Amritsar, India, 30 November 2020.

BorneoTribun Internasional - Umat Hindu dan Sikh Afghanistan yang pindah ke India karena memburuknya keamanan di negara mereka, kesulitan menghadapi kondisi hidup yang buruk. Sebagian keluarga bahkan sudah kembali ke Afghanistan.

“Kami berada dalam situasi di mana kami tidak memiliki pilihan,” kata Singh, seorang Sikh berusia 24 tahun yang kehilangan ayah, keponakan, dan ipar perempuannya dalam serangan Maret 2020 di sebuah kuil Sikh di daerah Shor Bazaar Kabul yang menewaskan 25 orang.

“Kami tidak bisa pergi ke Afghanistan, dan kami terjebak di India. Kami belum dipindahkan ke AS atau Kanada seperti yang dijanjikan," imbuhnya.

Setelah serangan itu, yang diklaim dilakukan oleh ISIS, sekitar 200 keluarga Hindu dan Sikh pergi ke India sebagian dengan visa khusus dengan harapan dipindahkan ke negara ketiga.

Seperti dilaporkan kantor berita Associated Press, anggota diaspora Sikh dan Hindu Afghanistan yang kebanyakan dari mereka berbasis di Kanada dan Eropa pada Agustus setuju untuk mensponsori eksodus ke India, yang merupakan tempat tinggal bagi komunitas besar Hindu dan Sikh.

Beberapa legislator Kanada juga menyerukan program untuk memberikan status pengungsi khusus kepada warga Sikh dan Hindu Afghanistan, tetapi VOA belum bisa memverifikasi apakah pada akhirnya ada yang berhasil dipindahkan ke Amerika Utara.

Bulan lalu sekitar 40 keluarga Hindu dan Sikh kembali ke Afghanistan setelah tinggal di India selama sembilan bulan.

Singh, yang meminta agar nama lengkapnya tidak digunakan, mengatakan hidup di India sulit karena “orang tidak bisa mendapat pekerjaan, dan kami tidak memiliki dukungan keuangan.”

Sarmeet Singh, 25, seorang warga Sikh Afghanistan yang sudah tinggal di India sejak ayahnya dibunuh di Herat, Afghanistan, dua tahun lalu, mengatakan penutupan wilayah akibat COVID-19 telah menyebabkan mencari pekerjaan “bahkan lebih sulit lagi.”

Sarmeet, yang memiliki seorang putri berusia 4 tahun, mengatakan jika keadaan tidak berubah, ia terpaksa akan kembali meskipun ada risiko kekerasan.

“Jika tidak ada serangan bunuh diri dan pembunuhan yang ditargetkan, saya dan warga Sikh lainnya akan kembali ke negara asal kami,” kata Sarmeet kepada VOA. [my/pp]

Oleh: VOA

Rabu, 02 Juni 2021

Kementerian Kesehatan India Nyatakan Jumlah Kasus COVID-19 di India Menurun

Kementerian Kesehatan India Nyatakan Jumlah Kasus COVID-19 di India Menurun
Tempat tidur-tempat tidur pasie di dalam Gurudwara atau Kuil Sikh yang diubah menjadi fasilitas perawatan pasen COVID-19 di New Delhi, India, 5 Mei 2021. (Foto: Adnan Abidi/Reuters)

BorneoTribun Internasional - Kementerian Kesehatan India menyatakan jumlah infeksi COVID-19 harian di negara Asia Selatan itu menurun setelah puncak lonjakan kasus gelombang kedua mencapai lebih dari 400.000 penularan dalam sehari.

Pejabat kementerian kesehatan Luv Agarwal menyampaikan kasus harian sekarang berada di bawah 200.000, turun lebih dari 69% dari puncaknya pada 7 Mei 2021.

Membantah laporan terkait kekurangan vaksin, Direktur Jenderal Dewan Penelitian Medis India Balram Bhargava mengemukakan tidak ada kekurangan vaksin. India, kata Bhargava, merencanakan vaksinasi penduduk sepenuhnya pada akhir Desember 2021. Ia juga memperingatkan sejumlah pelonggaran terhadap lockdown yang terlalu cepat di berbagai bagian negara itu.

“Pelonggaran juga harus dilakukan dengan sangat berhati-hati, berpedoman pada jumlah vaksinasi yang sudah diberikan kepada kelompok masyarakat yang rentan,” ujarnya.

India melaporkan lebih dari 28 juta kasus COVID-19, tertinggi kedua di dunia setelah Amerika Serikat.

Lebih dari 331.000 orang dilaporkan meninggal akibat penyakit menular itu, namun para pakar meyakini angka sebenarnya jauh lebih tinggi. [mg/ka]

Oleh: VOA

Senin, 31 Mei 2021

Indonesia Kembali Kirimkan 2.000 Tabung Gas Oksigen ke India

Indonesia Kembali Kirimkan 2.000 Tabung Gas Oksigen ke India
Pelepasan 2.000 tabung gas oksigen ke India, Jumat (28/05/2021). (Foto: Humas Kemenko Perekonomian)

BORNEOTRIBUN JAKARTA - Indonesia kembali mengirimkan 2.000 tabung gas oksigen untuk bantuan penanganan pandemi COVID-19 ke India, Jumat (28/05/2021). 

Sebelumnya, di tahap pertama sudah dilepas sebanyak 1.400 tabung dari total 3.400 tabung yang akan diberikan.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto yang juga merupakan Ketua Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN) mengatakan, bantuan ini merupakan wujud komitmen Indonesia untuk menjaga persahabatan antara kedua negara. India dan Indonesia merupakan mitra strategis sekaligus kawan di kala senang dan susah.

“Bantuan ini merupakan tahap kedua setelah pengiriman 10 Mei lalu. Insya Allah saudara-saudara kita di India bisa mendapatkan manfaat dari bantuan saudaranya di Indonesia,” ujarnya saat penyerahan bantuan kepada Pemerintah India yang diwakili Duta Besar India untuk Indonesia Manoj Kumar Bharti, di Jakarta.

Airlangga menyampaikan, Pemerintah RI mengapresiasi dukungan yang diberikan oleh korporasi untuk program ini dalam Indonesia Public-Private Partnership dengan Kementerian Perindustrian (Kemenperin) sebagai penggerak.

“Hal ini sesuai arahan Bapak Presiden, bahwa untuk menangani pandemi COVID-19 dan pemulihan ekonomi, kita bergerak dalam satu orkestrasi yang sama dan tujuan yang sama. Hari ini solidaritas gotong royong ditunjukkan. Semoga menjadi spirit internasional agar kita menjadi bangsa yang mendorong multilateralisme,” ujarnya.

Pada kesempatan yang sama, Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita mengemukakan, pengiriman tabung gas oksigen ke India ini merupakan partisipasi dari sektor industri di Indonesia. Menperin pun menyampaikan apresiasi kepada asosiasi dan pelaku industri yang terlibat dalam program bantuan kemanusiaan tersebut.

“Dengan dikirimkannya bantuan oksigen tahap kedua ini, menunjukkan bahwa Indonesia berkomitmen untuk membantu India dalam menanggulangi pandemi COVID-19. Tidak lupa mari kita mendoakan agar keadaan di sana cepat kembali terkendali, dan semoga kita dapat mengambil hikmah dan pelajaran dari musibah yang menimpa India agar kita tidak lengah dan tetap disiplin dalam menerapkan protokol kesehatan,” ujar Menperin.

Sementara itu, Duta Besar India untuk Indonesia Manoj Kumar Bharti menyampaikan terima kasih kepada Pemerintah Indonesia yang sudah memfasilitasi pemberian bantuan dalam bentuk apapun ke India di tengah kondisi pandemi ini.

“Kami menerima donasi sebanyak 2.000 tabung, yang merupakan tahap kedua. Sebelumnya sudah diterima 1.400 tabung. Kami telah membantu lebih dari 84 negara di awal pandemi, sekarang kami mendapat bantuan. Industri di Indonesia sangat membantu, yang diorganisir oleh Kemenperin,” ujar Manoj Kumar.

Sejumlah industri dan asosiasi yang berkontribusi dalam pengiriman bantuan tahap kedua ini antara lain Asosiasi Gas Industri Indonesia, PT Samator, Sinar Mas, PT Indofood, PT Agung Sedayu Group, Yayasan Bakti Barito (COVID-19 Relief Bakti Barito),  PT. First Resources, PT. Inti Sumber Baja Sakti, PT. Asia Pacific Rayon, Asosiasi Pertekstilan Indonesia, PT Indorama Group, dan PT Aneka Gas Industri, Tbk.

Solidaritas dalam penanganan pandemi antara Indonesia dan India bukan hal baru. Sebelumnya Pemerintah India memberikan dukungan ekspor bahan baku obat bagi Indonesia saat status pandemi mulai ditetapkan.  Selain tabung gas oksigen, Indonesia juga telah mengirimkan bantuan berupa 200 unit oksigen konsentrator pada tanggal 12 Mei lalu. 

(KEMENPERIN/UN)

Selasa, 25 Mei 2021

Varian COVID India Masuk Jateng Lewat Kiriman Gula

ILUSTRASI.

BorneoTribun Jakarta -- Seorang Anak Buah Kapal (ABK) asal Philipina meninggal di RSUD Cilacap pada 11 Mei 2021 lalu. Kasus ini menjadi pintu gerbang masuknya varian baru virus COVID-19 dari India ke Jawa Tengah.

Kapal MV Hilma Bulker yang mengangkut gula berangkat dari India pada 14 April dan tiba di Pelabuhan Cilacap, Jawa Tengah, pada 25 April. Setelah pemeriksaan kesehatan, diketahui 14 dari 20 ABK positif terinfeksi COVID-19. 

Salah satunya, berinisial DRA bahkan kondisinya cukup buruk hingga harus dirawat intensif sejak 30 April, dan kemudian meninggal pada 11 Mei.

Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo memastikan, seluruh kontak erat korban sudah dilacak. Hasilnya kemudian diketahui, penularan sudah terjadi di lingkungan tenaga kesehatan RSUD Cilacap.

“Dilakukan whole genome sequencing, dan akhirnya semua positif ini varian baru dari India. Dan pada saat mereka dirawat di rumah sakit, di Cilacap, langsung kita tracing kontak erat dan kontak dekat. Ternyata, nampaknya varian baru ini masuk ke perawat. Hari ini rumah sakit ditutup dan kita membuat isolasi,” papar Ganjar dalam acara yang diselenggarakan Keluarga Alumni Gadjah Mada (Kagama), Minggu 23 Mei.

Kepastian mengenai varian baru diperoleh dari keteragan Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes), Kementerian Kesehatan. Bupati Cilacap, Tatto Suwarto Pamuji, hari Sabtu (22/5) dalam keterangan resmi di kantornya mengutip hasil pemeriksaan tersebut. Dijelaskan, bahwa 13 ABK Kapal MV. Hilma Bulker terkonfirmasi positif COVID-19 varian B.1617.2.

Sementara Direktur Utama RSUD Cilacap, dr. Moch. Ichlas Riyanto dalam kesempatan sama mengatakan, telah memeriksa 179 tenaga kesehatan, di mana 32 di antaranya diketahui melakukan kontak langsung dengan ketigabelas ABK itu.

Oleh: VOA

Senin, 24 Mei 2021

Pasca Varian Baru COVID-19, India Hadapi Infeksi Jamur Mematikan

Pasca Varian Baru COVID-19, India Hadapi Infeksi Jamur Mematikan
Para dokter berbicara dengan para pasien yang dinyatakan sembuh dari COVID-19 di Hyderabad, India (foto: ilustrasi). India kini menghadapi ancaman infeksi "jamur hitam" yang mematikan.

BorneoTribun Internasional - Para dokter di India sedang berjuang memerangi infeksi jamur mematikan yang menimbulkan dampak pada pasien COVID-19 atau mereka yang sudah pulih dari penyakit itu. Hal ini terjadi di tengah lonjakan virus corona yang telah membuat hampir 300.000 orang meninggal dunia.

Kondisi yang mengancam jiwa yang dikenal sebagai mucormycosis ini relatif jarang, tetapi para dokter curiga peningkatan mendadak infeksi ini akan semakin memperumit upaya India dalam melawan perebakan virus corona.

Sejak COVID-19 dilaporkan merebak Maret 2020 lalu, India telah melaporkan lebih dari 26 juta kasus virus corona, di mana separuhnya terjadi dalam dua bulan terakhir ini.

Pada hari Minggu ini saja (23/5) Kementerian Kesehatan India melaporkan 3,741 kasus kematian baru, menambah jumlah korban meninggal menjadi 299.266 orang.

Ada beberapa indikasi awal bahwa mucormycosis – yang juga dikenal sebagai “jamur hitam” – menyebar dengan cepat dan menimbulkan kekhawatiran.

Pejabat-pejabat Kementerian Kesehatan mengatakan pasokan Amphotericin-B, semacam obat anti-jamur, kini meningkat pesat.

Mucormycosis disebabkan oleh paparan jamur mukor, yang umumnya ditemukan di tanah, udara, bahkan di dalam hidung dan lendir manusia. Jamur ini menyebar cepat melalui saluran pernafasan dan mengikis struktur wajah. Terkadang dokter harus mengangkat mata lewat operasi pembedahan untuk menghentikan perebakan supaya tidak mencapai otak.

Mucormycosis memiliki angka kematian yang tinggi dan sudah ada di India sebelum pandemi virus corona merebak.

Mucormycosis memang tidak menular, tetapi tingginya frekuensi pasien dengan mucormycosis sebulan terakhir ini mengejutkan para dokter.

Lonjakan virus corona di kawasan pedesaan India memang telah menelan korban yang tidak sedikit. Para pakar kesehatan khawatir obat-obatan yang dijual bebas, termasuk steroid, meningkatkan prevalansi mucormycosis.

Kementerian Kesehatan India Kamis lalu (20/5) meminta negara-negara bagian melacak perebakan mucormycosis dan menyatakannya sebagai pandemi sehingga membuat setiap fasilitas kesehatan berkewajiban melaporkan kasus itu ke jaringan pengawasan pemerintah federal. [em/lt]

Oleh: VOA

Rabu, 19 Mei 2021

Jumlah Kasus COVID-19 di India Telah Lampaui 25Juta

Jumlah Kasus COVID-19 di India Telah Lampaui 25Juta
Petugas menarik tandu yang membawa korban yang meninggal karena COVID-19 ke kamar mayat di Ahmedabad, India, 8 Mei 2021. (REUTERS / Amit Dave)

BorneoTribun Internasional -- Total kasus COVID-19 di India telah melampaui 25 juta pada hari Selasa (18/5), sementara siklon kuat merumitkan krisis kesehatan di salah satu negara bagian di mana penyakit itu menyebar dengan sangat cepat.

Tes COVID-19 telah dilakukan terhadap 200 ribu orang yang mengungsi dari kawasan-kawasan pesisir di negara bagian Gujarat sebelum siklon menghantam pada hari Senin malam, dan upaya-upaya sedang dilakukan untuk membatasi penyebaran wabah.

“Masker telah diberikan kepada orang-orang yang pindah ke tempat-tempat penampungan,” kata Sandip Sagale, seorang pejabat tinggi di Ahmedabad, kota utama di Gujarat. Berbagai upaya juga dilakukan untuk menjaga jarak.

Sementara itu para dokter di Tokyo menyerukan pembatalan Olimpiade.

Sebuah organisasi medis terkemuka menyatakan mendukung seruan untuk membatalkan Olimpiade Tokyo dengan mengatakan rumah sakit telah kewalahan sementara negara itu berjuang melawan lonjakan kasus, kurang dari tiga bulan sebelum dimulainya Olimpiade.

Asosiasi Praktisi Medis Tokyo yang mewakili sekitar 6.000 dokter mengatakan rumah sakit di kota itu “telah sangat sibuk dan hampir tidak memiliki kapasitas cadangan.”

“Kami meminta dengan sangat agar pihak berwenang meyakinkan Komite Olimpiade Internasional (IOC) bahwa penyelenggaraan Olimpiade sangat sulit dan agar mengambil keputusan untuk membatalkan pesta olah raga ini,” kata asosiasi itu dalam surat terbuka bertanggal 14 Mei kepada PM Yoshihide Suga yang baru diposting di situs webnya hari Senin (17/5).

Sementara itu Taiwan, Selasa (18/5) menyatakan seluruh sekolah akan tutup hingga akhir pekan depan, mengubah kelas menjadi berlangsung daring, sementara pulau itu menangani lonjakan kasus COVID-19, meskipun laju penambahan telah melambat sedikit.

Taiwan telah mencatat hampir 1.000 kasus yang terjangkit di dalam negeri sepanjang pekan lalu. Hal ini memicu pembatasan baru di ibu kota, Taipei, dan mengejutkan warga yang telah terbiasa hidup dengan situasi mendekati normal.

Pulau itu telah melaporkan total 2.260 kasus sejak pandemi berawal. [uh/ab]

Oleh: VOA

Sabtu, 08 Mei 2021

India Padati Pasar untuk Persiapan Idul Fitri

India Padati Pasar untuk Persiapan Idul Fitri
Warga berkerumun di pasar di depan masjid Charminar yang terkenal di bulan suci Ramadan di Hyderabad, India, mengabaikan protokol kesehatan, Kamis, 6 Mei 2021. (Foto AP / Mahesh Kumar A.)

BorneoTribun India -- Tidak semua warga Muslim India tampaknya memedulikan pandemi COVID-19 yang terus berkecamuk di negara mereka. Bagaimana suasana menjelang berakhirnya Ramadan di beberapa kota di India?

Warga Muslim India mengikuti salat Jumat secara terbatas pada hari Jumat terakhir Ramadan ini, mengingat restriksi terkait virus corona.

Kekhawatiran mengenai perebakan gelombang kedua virus corona telah menutup sebagian besar masjid di berbagai penjuru negara itu, yang biasanya dipadati jemaah selama bulan suci umat Islam ini.

Seorang perempuan duduk di bawah naungan payung dan mengawasi alas kaki para jemaah yang datang untuk salat Jumat terakhir di bulan suci Ramadan, di Masjid Mekah, Hyderabad, India, Jumat, 7 Mei 2021. (AP)

Seorang ulama di Hyderabad, Telangana, Hafiz Mohammad Zakhir, mengemukakan, "Kami harus mengambil langkah-langkah pencegahan terhadap COVID-19. Kami harus menjaga jarak sosial dan mengenakan masker."

"Saya juga meminta komisaris polisi dan pihak berwenang lainnya, karena mereka menetapkan denda 1.000 rupee (sekitar 193 ribu rupiah – red.) untuk pelanggaran norma-norma keselamatan, maka mereka harus mengerahkan polisi dan aparat keamanan di daerah-daerah padat seperti Charminar, agar masyarakat juga waspada dan mereka akan tahu mengenai pentingnya mengenakan masker,” imbuhnya.

Badan-badan Islam di India memang telah mendesak warga Muslim untuk tetap tinggal di dalam rumah dan salat di rumah selama Ramadan.

Namun, dengan mengabaikan risiko terjangkit, warga Muslim di bagian selatan kota Hyderabad memadati pasar-pasar dalam kerumunan besar untuk berbelanja keperluan menyambut perayaan Idul Fitri.

Orang mengabaikan social distancing dan banyak yang tidak memakai masker saat berbelanja untuk liburan Idul Fitri mendatang yang menandai berakhirnya bulan suci puasa Ramadhan, di India, 5 Mei 2021. (AP)

Seorang warga setempat, Mukhram, mengemukakan, "Sebelum memberlakukannya pada masyarakat awam, para pemimpin nasional dan legislator sendiri harus mengikuti pedoman COVID-19, agar masyarakat biasa juga mengikuti mereka. Pemerintah federal mengatakan tidak ada virus corona dan para pemimpin mengumpulkan massa dan menyatakan virus corona tidak eksis."

"Jika orang pergi ke rapat-rapat umum mereka maka tidak ada virus, tetapi, virus ada sewaktu kita keluar berbelanja. Mereka tidak membicarakan tentang pertemuan besar-besaran di (festival keagamaan Hindu) ‘Mahakumbh’ tetapi membicarakan tentang pertemuan Jemaah Tabligh,” tambahnya.

Polisi berdiri di depan Masjid Jama atau Masjidil Haram pada Jumat-ul-Vida atau Jumat terakhir bulan suci Ramadan, saat diberlakukannya lockdown di tengah pandemi COVID-19, di kawasan tua Delhi, India, 7 Mei 2021.

Secara umum, Muslim India merayakan Ramadan yang berbeda tahun ini dengan tetap tinggal di rumah dan memerangi virus mematikan itu. Kemeriahan Ramadan sendiri tampak jauh berkurang di Bhopal, kota di India Tengah, karena masjid-masjid tetap sepi tanpa kehadiran jemaah maupun suara lantunan bacaan Quran, doa dan zikir.

Javed Kahan, warga Bhopal, mengatakan, "Semua masjid ditutup. Saya yakin kita harus bersatu dan membantu pemerintah memerangi COVID-19. Situasi ini membuat kita harus salat di dalam rumah saja, kita juga harus berdoa kepada Tuhan. Kalau tidak, pandemi tidak akan berakhir.”

Muslim India berbuka puasa Ramadan di Masjid Mekah di Hyderabad, India, Jumat, 16 April 2021. (Foto AP / Mahesh Kumar A.)

Di Lucknow, kota di bagian utara yang juga ibu kota negara bagian Uttar Pradesh, hanya beberapa orang saja yang terlihat salat. Mereka tampak tetap menjaga jarak.

India sedang berada di tengah gelombang kedua wabah virus corona. Sedikitnya 300 ribu orang dinyatakan positif terjangkit virus itu setiap hari pada pekan lalu, dan ini menyebabkan total kasus di negara itu melampaui 21 juta orang. [uh/ab]

Oleh: VOA

Senin, 03 Mei 2021

Terkait COVID-19, Semakin Banyak Negara Larang Pendatang dari India

Terkait COVID-19, Semakin Banyak Negara Larang Pendatang dari India
Bantuan peralatan untuk perawatan COVID-19 dari AS tiba di bandara Indira Gandhi, New Delhi (30/4).

BorneoTribun Amerika -- Semakin banyak negara yang untuk sementara melarang kedatangan dari India. Negara terpadat kedua di dunia itu terus mengalami lonjakan kasus COVID-19. Amerika melarang pendatang dari India mulai Selasa (4/5).

Presiden Amerika Joe Biden Jumat lalu mengumumkan pembatasan perjalanan baru terhadap India sehubungan epidemi COVID-19. Mulai Selasa, Amerika melarang sebagian besar warga, yang bukan warga Amerika, memasuki Amerika.

Pembatasan itu atas saran Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) Amerika dan diberlakukan mengingat "besar dan luasnya lonjakan pandemi COVID-19" di India," kata Gedung Putih.

Biden pada Jumat (30/4) menandatangani keputusan yang menerapkan pembatasan itu, yang pertama kali dilaporkan kantor berita Reuters. Dalam keputusan itu disebutkan bahwa India mencatat lebih dari sepertiga kasus baru virus corona global. Ditambahkan bahwa "diperlukan tindakan yang proaktif untuk melindungi kesehatan masyarakat dari pendatang yang memasuki Amerika Serikat" dari India.

Wakil Presiden Kamala Harris mengukuhkan Jumat sore bahwa Amerika akan membatasi perjalanan dari India mulai Selasa, 4 Mei. Alasannya, lonjakan luar biasa kasus COVID-19 di negara itu dan munculnya varian yang berpotensi berbahaya. "Tidak diragukan lagi orang-orang khawatir," ujar Harris.

Berada di landasan bandara Cincinnati, Ohio, Harris mengatakan langkah itu "atas saran CDC, pakar COVID-19 dan pakar medis, serta penasihat keamanan nasional." Ia juga mengatakan Amerika mengirim "pesawat dengan pasokan yang mencakup oksigen" Jumat malam.

"Kita bertanggung jawab, terutama Amerika, terkait orang-orang yang telah bermitra dengan kita selama bertahun-tahun, untuk membantu ketika orang sedang membutuhkan," imbuhnya.

Inggris, Jerman, Italia, Thailand, Singapura, Kanada dan Hong Kong juga melarang kedatangan dari India. Australia dan Selandia Baru sudah lebih dulu menerapkan larangan itu dan memperpanjangnya.

Menanggapi larangan Selandia Baru, juru bicara kementerian luar negeri India Arindam Bagchi mengatakan, "Mereka mengatakan bahwa ini adalah larangan sementara dan larangan ini tidak hanya untuk warga India tetapi juga untuk warga Selandia Baru di India."

Juga mulai 4 Mei, Irlandia mewajibkan karantina dua minggu bagi orang yang datang dari, atau transit di, India. Mereka yang keluar dari hotel karantina lebih cepat diancam denda, hukuman penjara, atau keduanya.

Sampai Minggu sore waktu Amerika, pusat data COVID-19 John Hopkins University mencatat hampir 20 juta kasus di India, nomor dua setelah Amerika Serikat. [ka/lt]

Oleh: VOA

Minggu, 02 Mei 2021

Pakar Amerika Serikat Rekomendasikan India Lockdown

Pakar Amerika Serikat Rekomendasikan India Lockdown
Orang-orang yang mengalami gangguan pernapasan menerima bantuan oksigen di luar Gurudwara (Kuil Sikh), di tengah pandemi virus corona (COVID-19), di Ghaziabad, India, 30 April 2021.

BorneoTribun Amerika -- India mencatat rekor pada Sabtu (1/5), untuk pertama kalinya melampaui 400 ribu kasus COVID-19 dalam sehari.

Kementerian Kesehatan India mengatakan infeksi baru dalam periode 24 jam mencapai 401.993 kasus. Para pejabat kesehatan masyarakat meyakini jumlah sebenarnya mungkin lima kali lebih banyak.

“Virus ini memperlihatkan kepada kita bahwa apabila dibiarkan begitu saja, akan meledak dalam masyarakat,” kata Anthony Fauci, pakar penyakit menular terkemuka Amerika Serikat (AS), dalam wawancara dengan harian Indian Express.

“Apabila kita tidak menghormati kemampuannya untuk menimbulkan kerugian serius, kita akan kesulitan.”

Fauci merekomendasikan India untuk memberlakukan lockdown.

“Lockdown agar penyebaran berkurang. Tidak ada yang suka negara di-lockdown. ... Namun dengan melakukannya beberapa minggu saja, dampaknya akan sangat signifikan pada dinamika wabah.”

Menurut Pusat Data Virus Corona Johns Hopkins, India mencatat 19.164.969 infeksi virus corona dan 211.853 kematian. [vm/ft]

Oleh: VOA

Jumat, 30 April 2021

India Berjuang dengan Kampanye Vaksinasi di Tengah Lonjakan Kasus COVID-19

Para pasien COVID-19 dirawat di rumah sakit di New Delhi, di tengah lonjakan kasus harian di India (29/4).

BorneoTribun.com -- India mencatat rekor baru pada Kamis (29/4) dalam jumlah kematian dan infeksi COVID-19, dan program pendaftaran vaksinasinya tidak berjalan lancar, sementara jutaan pemilih tetap hadir untuk pemilihan di negara bagian Benggala Barat.

Di bawah beban gelombang kedua yang mengerikan dari penyakit tersebut, upaya India untuk mulai mendaftar 1,4 miliar penduduknya untuk disuntik terhenti pada hari Rabu ketika pemerintah meluncurkan situs untuk semua orang India berusia 18 tahun ke atas agar mendaftar untuk program vaksinasi yang akan dimulai pada hari Sabtu.

Namun, banyak orang membanjiri media sosial dengan keluhan bahwa situs itu rusak atau mereka tidak berhasil mendaftarkan diri.

Masalah dengan situs itu muncul ketika kementerian kesehatan melaporkan rekor 379.257 kasus baru COVID-19 pada Kamis, termasuk 3.645 kematian, sehingga menandai rekor jumlah kematian dalam satu hari. Angka-angka baru itu telah menambah jumlah korban virus corona di India menjadi lebih dari 18,3 juta kasus terkonfirmasi dan 204.832 kematian, menurut Pusat Data Virus Corona Universitas Johns Hopkins.

Gelombang kedua virus corona telah mendorong sistem perawatan kesehatan India ke ambang kehancuran. Rumah sakit-rumah sakit berkapasitas penuh dan kekurangan oksigen yang akut sehingga memperburuk situasi yang sudah parah. Banyak taman dan tempat parkir telah diubah menjadi krematorium darurat yang bekerja siang dan malam untuk membakar mayat.

Para pakar kesehatan masyarakat mengatakan penyebaran virus itu disebabkan oleh varian virus yang lebih gampang menular, ditambah pelonggaran pembatasan untuk berkumpul dalam jumlah besar ketika wabah tampaknya terkendali pada awal tahun ini. [lt/ka]

Oleh: VOA

Penggali Kubur Muslim di India Abaikan Protokol Kesehatan

Penggali Kubur Muslim di India Abaikan Protokol Kesehatan
Pemakaman seseorang yang meninggal akibat COVID-19 di pemakaman muslim di Mumbai, India, 28 April 2021. (REUTERS / Francis Mascarenhas)

BorneoTribun India -- Ramadan kali ini merupakan masa yang melelahkan bagi sejumlah Muslim penggali kubur di Mumbai, India. Mereka bekerja nyaris tanpa henti, dari pagi hingga malam, memenuhi tingginya permintaan kuburan, menyusul melonjaknya kasus virus corona di negara itu. Karena kewalahan, mereka pun mengabaikan protokol kesehatan.

Di masa pandemi COVID-19, protokol kesehatan boleh jadi merupakan sesuatu yang tidak bisa diabaikan, setidaknya di banyak negara maju di dunia. Namun, tidak demikian halnya di India, khususnya di pekuburan Muslim di Mumbai.

Banyak penggali kubur di kota itu tidak lagi mengenakan alat pelindung diri (APD) saat menjalankan pekerjaan mereka. Menggali tanah tanpa APD mungkin masih bisa dipahami, tapi mengusung jenazah dan kemudian menguburkannya tanpa APD, sungguh di luar kebiasaan.

Sayyed Munir Kamruddin adalah satu di antaranya. Pria berusia 52 tahun itu kini menolak menggunakan APD.

“Awalnya, sekitar dua atau tiga bulan krisis COVID-19 berlangsung, saya mengenakan alat pelindung diri lengkap, termasuk sarung tangan. Tapi kemudian saya memutuskan untuk tidak lagi mengenakannya. Tidak ada efeknya terhadap saya.”

Pria yang telah 25 tahun bekerja sebagai penggali kubur ini memang belum pernah menunjukkan gejala-gejala tertular virus corona, atau jatuh sakit berat akibat virus itu.

Gayesh Ansari, memandang tubuh istrinya yang hamil delapan bulan, Gulshan Ansari, yang meninggal karena COVID-19 saat akan dimasukkan liang lahat di sebuah pemakaman di Mumbai, India 28 April 2021. (REUTERS)

Teman-teman Kamruddin, yang juga sebagai penggali kubur, mengikuti jejaknya. Mereka menyelesaikan pekerjaan mereka seperti masa-masa dulu, sebelum pandemi merebak.

Kamruddin menjelaskan, alasan utamanya mengabaikan protokol kesehatan tidak hanya karena ia tidak takut akan virus corona, tapi juga karena tuntutan kerjanya yang luar biasa tinggi.

Banyak Muslim di India bersikeras bahwa jasad keluarga atau kerabat mereka yang meninggal akibat COVID-19 harus ditangani sesuai ajaran Islam dan dikuburkan. Mereka umumnya menolak mengkremasi jenazah, sebagaimana dilakukan banyak penganut ajaran Hindu. Sesuai ajaran Islam, mereka juga menuntut agar jenazah dikuburkan sesegera mungkin.

Karena melonjaknya jumlah kasus dan jumlah kematian yang mengiringinya, permintaan akan kuburan juga meningkat. Tak heran, banyak di antara para penggali kubur yang bekerja nonstop siang dan malam. Tak jarang shift kerja mereka hampir sehari penuh.

Seorang asisten Sayyed Munir Kamruddin, seorang penggali kubur, menyiapkan kuburan untuk penguburan korban COVID-19 di sebuah pemakaman di Mumbai, India 28 April 2021. (REUTERS / Francis Mascarenhas)

Kamruddin, yang mengaku sebagai Muslim yang taat, terpaksa tidak berpuasa selama Ramadan.

“Ini Ramadan, saya tidak bisa berpuasa. Ini musim panas dan pekerjaan saya sangat berat, dan kami bekerja 24 jam setiap hari. Bagaimana saya bisa berpuasa dalam cuaca yang begitu panas? Saya merasa haus. Saya perlu menggali kuburan, Saya perlu menutupinya dengan lumpur, perlu mengusung mayat. Dengan semua pekerjaan ini, bagaimana saya bisa berpuasa?," jelasnya.

India sedang menghadapi gelombang kedua infeksi virus corona. Setiap hari selama seminggu terakhir setidaknya 300.000 orang dinyatakan positif, dan jumlah kematian akibat COVID-19 meningkat melebihi 18 juta.

Sistem kesehatan dan krematorium-krematorium kewalahan. Di New Delhi, ambulans membawa jenazah korban COVID-19 ke fasilitas-fasilitas krematorium darurat di taman-taman dan halaman-halaman parkir umum.

Tempat-tempat pembakaran jenazah darurat untuk mengkremasi jenazah pasien COVID-19 di sebuah lapangan di New Delhi, India, Sabtu, 24 April 2021.

India juga sangat membutuhkan suplai oksigen. Banyak pasien COVID-19 tak tertolong karena keluarga mereka gagal mendapatkan oksigen. Shruti Saha, seorang warga New Delhi, mengalami situasi memprihatinkan ini. Ibunya wafat setelah Saha kelimpungan mencari orang yang menjual oksigen.

"Kami telah keluar dari rumah kami sejak jam 2 malam. Sulit mencari oksigen yang tersedia di New Delhi. Setelah mencari ke mana-mana, kami akhirnya menemukannya pada pukul 4 pagi. Awalnya ada antrean di sisi lain di ujung belakang, tapi kemudian kami diberitahu bahwa kami harus datang ke sisi depan dan berdiri dalam antrean di sini. Sekarang mereka bilang, ‘mana resep dari rumah sakit atau resep dokter’. Ibu saya sakit sangat serius dan selama dua hari terakhir ini kami telah berusaha mendapatkan tempat tidur di begitu banyak rumah sakit di Delhi," jelasnya.

India melaporkan 379.257 kasus COVID-19 baru dan 3.645 kematian baru pada Kamis (29/4), menurut data kementerian kesehatan. Dengan jumlah itu, India mencatatkan diri sebagai negara dengan jumlah kematian tertinggi dalam satu hari. [ab/uh]

Oleh: VOA

3.645 kematian dalam periode 24 jam, Bantuan Rusia dan Inggris Tiba di India

Bantuan Rusia dan Inggris Tiba di India
Sebuah pesawat yang membawa sejumlah bantuan medis untuk India di Bandara Zhukovsky di Wilayah Moskow, Rusia 28 April 2021. (Kementerian Darurat Rusia / Handout via REUTERS)

BorneoTribun.com -- Sewaktu India terus membukukan rekor baru virus corona, dan dengan sistem perawatan kesehatan negara itu yang hampir ambruk, bantuan datang dari luar negeri.

Dua pesawat Rusia yang membawa peralatan medis tiba di ibu kota New Delhi, Kamis (29/4). Kedatangan mereka menyusul kedatangan bantuan serupa dari Inggris pada malam sebelumnya.

Menteri Luar Negeri India Harsh Vardhan Shringla mengukuhkan kedatangan bantuan dari Rusia dan Inggris.

Ia mengatakan, bantuan dari Inggris mencakup sejumlah konsentrator oksigen dan ventilator, sementara bantuan dari Rusia berupa peralatan penghasil oksigen. Menurut, Shringla, Rusia juga menyumbangkan Favipiravir, obat antivirus untuk pengobatan COVID-19.

India mencetak rekor global baru, Kamis, dengan ditemukannya 375.000 kasus baru. Sejauh ini India melaporkan lebih dari 18,3 juta kasus, dan posisinya dalam jumlah kasus hanya di belakang Amerika Serikat.

Kementerian kesehatan India melaporkan 3.645 kematian dalam periode 24 jam terakhir, sehingga menjadikan total kematian di India 204.832.

Banyak pakar meyakini jumlah kasus dan jumlah kematian sesungguhnya lebih besar dari yang tercatat, namun tidak ada perkiraan yang pasti.

Lonjakan baru-baru ini sebagian didorong oleh varian baru virus corona, pertemuan publik massal seperti demonstrasi politik dan acara keagamaan yang diizinkan untuk dilanjutkan, dan sikap teledor para pemimpin yang sudah menggembar-gemborkan kemenangan atas virus tersebut sebelum waktunya.

India bersiap menjalankan program vaksinasi untuk semua orang dewasa pada Sabtu mendatang.

Sementara itu, bantuan dari AS juga diperkirakan akan mulai berdatangan, Kamis. Gedung Putih mengatakan AS akan mengirim pasokan senilai lebih dari 100 juta dolar ke India untuk memenuhi kebutuhan kesehatan rakyat India yang mendesak. [ab/uh]

Oleh: VOA

Senin, 26 April 2021

Inggris akan Kirim Bantuan Peralatan Medis untuk India

Inggris akan Kirim Bantuan Peralatan Medis untuk India
Kerabat menunggu di samping pasien virus corona yang berbaring di tandu di kompleks rumah sakit untuk masuk di New Delhi, 23 April 2021. (Foto: AFP/Maude BRULARD)

BorneoTribun.com -- Inggris akan berbuat “apapun yang bisa dilakukan untuk mengurangi penderitaan” rakyat India, kata menteri pertahanan Inggris hari Senin (26/4), sewaktu sistem layanan kesehatan India berjuang keras untuk mengatasi gelombang baru kasus virus corona.

Inggris akan mengirim 600 unit perangkat medis termasuk ventilator untuk India untuk membantu negara itu dalam perang melawan gelombang terbaru wabah virus corona.

Departemen Luar Negeri, Persemakmuran dan Pembangunan menyatakan bahwa satu dari sembilan pesawat bermuatan kit kesehatan itu akan tiba di New Delhi pada hari Selasa (27/4).

India pada hari Minggu (25/4) mencatat rekor global penambahan kasus baru COVID-19 untuk hari keempat berturut-turut, sementara negara itu berjuang menghadapi lonjakan perebakan virus, yang dipicu oleh kemunculan varian baru yang berbahaya di sana.

Para pejabat kesehatan bergegas meluaskan unit-unit perawatan kritis dan menimbun persediaan oksigen yang kian menipis sementara orang-orang yang putus asa mengantre, kadang-kadang hingga ke luar di jalan-jalan, menunggu untuk diperiksa dokter.

Menteri Pertahanan Inggris Ben Wallace mengatakan Inggris akan menggunakan pesawat-pesawat militer atau pesawat carter untuk membawa pasokan itu ke India, guna membantu negara itu “pada saat mereka membutuhkannya.” Paket bantuan itu mencakup 495 konsentrator oksigen, 120 ventilator noninvasif dan 20 ventilator manual dari kelebihan cadangan Inggris. [uh/ab]

Oleh: VOA

Rabu, 21 April 2021

India Laporkan Rekor 273.810 Kasus Harian COVID-19

India Laporkan Rekor 273.810 Kasus Harian COVID-19
Seorang pasien di luar rumah sakit khusus COVID-19 di tengah lonjakan virus corona, di Ahmedabad, India, Senin, 19 April 2021.

BorneoTribun India -- Kementerian Kesehatan India, Senin (19/4), mengumumkan rekor 273.810 kasus baru COVID-19 dalam periode 24 jam sebelumnya, sementara pejabat di ibu kota, New Delhi, mengumumkan penutupan wilayah selama seminggu.

Jumlah infeksi yang dilaporkan pada Senin (19/4) itu adalah yang tertinggi di negara itu dalam satu hari, sejak pandemi dimulai.

Pejabat kota itu mengatakan, Minggu (18/4), sekitar satu dari tiga orang yang dites COVID-19 di New Delhi baru-baru ini dinyatakan positif.

"Kekhawatiran yang lebih besar adalah bahwa dalam 24 jam terakhir, tingkat positif meningkat menjadi sekitar 30 persen dari 24 persen," kata Arvind Kejriwal, menteri utama New Delhi, dalam jumpa pers, Minggu (18/4).

"Kasusnya meningkat sangat cepat. Tempat tidur rumah sakit terisi dengan cepat," katanya.

Penduduk New Delhi beralih ke media sosial untuk mengeluhkan kurangnya tabung oksigen dan tempat tidur rumah sakit serta obat-obatan.

Dengan total 15 juta lebih infeksi, India berada pada urutan kedua setelah Amerika Serikat, yang mencatat 31,6 juta kasus.

Mantan perdana menteri India Manmohan Singh, 88, Senin (19/4), dirawat di rumah sakit New Delhi setelah dinyatakan positif COVID-19.

Menurut Johns Hopkins Coronavirus Resource Center, lebih dari 1 persen populasi India telah mendapat vaksinasi.

Pejabat India, Senin (19/4), mengumumkan mulai 1 Mei orang yang berusia 18 tahun atau lebih akan memenuhi syarat untuk mendapat vaksin. [my/ka]

Oleh: VOA

Senin, 19 April 2021

India Dilanda Pandemi COVID-19 Gelombang Kedua

India Dilanda Pandemi COVID-19 Gelombang Kedua
Warga Muslim India melakukan shalat jenazah korban COVID-19 sebelum dimakamkan di New Delhi (foto: Reuters).

BorneoTribun India -- Untuk kedua kalinya sejak pandemi COVID 19 dimulai, migran dari pedesaan di India memadati bus-bus dan kereta api untuk pulang ke kampung mereka sementara kota-kota besar seperti Delhi dan Mumbai memberlakukan kembali pembatasan guna mengendalikan kenaikan infeksi yang memecahkan rekor.

Hanya beberapa bulan yang lalu, jutaan pekerja migran berdatangan ke kota besar untuk bekerja di pabrik-pabrik, restoran-restoran, dan pasar-pasar yang mulai beroperasi kembali setelah terjadi lockdown di seluruh India yang diberlakukan pada Maret tahun lalu.

Tetapi sekali lagi mereka didera oleh PHK besar-besaran di tengah-tengah pembatasan di kota-kota besar ketika India diguncang oleh gelombang kedua pandemi virus corona.

Dalam beberapa hari terakhir, infeksi harian di India telah naik melampaui 200 ribu kasus, angka tertinggi di dunia dan dobel angka-angka pada puncak dari gelombang pertama pada September.

Hari Minggu, kementerian kesehatan melaporkan 261.394 kasus, sebuah catatan rekor, dan kota-kota seperti Delhi dan Mumbai, yang menampung jutaan pekerja migran dari pedesaan, terpukul paling keras.

Sepertinya pendulum berayun ke sisi lainnya sejak awal tahun, ketika itu kasus infeksi menurun dan memicu optimisme bahwa pandemi sudah berlalu di India, dan harapan muncul ekonomi, yang terpukul oleh lockdown yang panjang, mulai pulih kembali.

Kota-kota besar India mulai kembali normal ketika konsumen berdatangan ke pusat-pusat belanja dan restoran, dan orang-orang mulai menuju ke tempat-tempat berlibur dan bisnis bangkit kembali.

Kota-kota itu kini sunyi kembali. Delhi memberlakukan jam malam sampai akhir bulan, Mumbai menutup sebagian besar industri dan pasar, serta menghentikan semua kegiatan konstruksi.

Jumlah orang miskin di India, mereka yang berpenghasilan hanya $2 atau kurang per hari atau kurang, ditaksir sudah naik 75 juta orang akibat resesi yang diakibatkan COVID-19 ini, demikian temuan dari PEW Research Center. Angka itu mewakili 60% dari kenaikan kemiskinan global.

Namun, meskipun India dilanda gelombang COVID 19 yang parah ini, PM Inggris Boris Johnson akan tetap melangsungkan lawatan ke India.

Menteri Lingkungan Inggris George Eustice memberi konfirmasi itu. “Untuk sesuatu seperti ini, saya berpendapat, ya ini tepat. Tetapi, yang pasti, langkah-langkah diambil guna memastikan lawatan ini aman dari serangan COVID.”

Ditambahkan oleh Menteri Lingkungan itu, lawatan ini penting karena alasan bisnis dan politik. [jm/lt]

Oleh: VOA

Selasa, 13 April 2021

India Lampaui Brazil Sebagai Negara Terpukul Parah ke-2 oleh COVID-19

India Lampaui Brazil Sebagai Negara Terpukul Parah ke-2 oleh COVID-19
Umat berkumpul untuk berdoa di tepi sungai Gangga saat berlangsungya Kumbh Mela, atau Festival Pitcher, di tengah pandemi COVID-19, di Haridwar, India, 10 April 2021. (REUTERS / Danish Siddiqui)

BorneoTribun.com -- India, Senin (12/4) mengambil alih posisi Brazil sebagai negara dengan jumlah kasus virus corona terbanyak kedua, sewaktu melaporkan rekor harian baru lebih dari 168 ribu kasus.

Negara berpenduduk 1,3 miliar orang itu telah melaporkan peningkatan kasus baru yang pesat dalam beberapa pekan ini, dengan lonjakan yang menyebabkan total kasus mencapai 13,5 juta, melebihi Brazil yang mencatat 13,48 juta.

Para pakar memperingatkan bahwa kerumunan orang dalam jumlah besar, yang kebanyakan tidak mengenakan masker dan berdesak-desakan pada berbagai rapat umum politik di negara bagian-negara bagian yang menyelenggarakan pemilu, festival keagamaan besar-besaran dan di berbagai tempat umum lainnya telah memicu gelombang baru infeksi.

Warga antre saat mendaftarkan diri untuk tes COVID-19 di pusat pengujian di Allahabad, 12 April 2021, menyusul meningkatnya kasus terinfeksi virus tersebut di negara itu. (Foto: Sanjay KANOJIA / AFP)

Umat berkumpul untuk berdoa di tepi sungai Gangga saat berlangsungya Kumbh Mela, atau Festival Pitcher, di tengah pandemi COVID-19, di Haridwar, India, 10 April 2021. (REUTERS / Danish Siddiqui)
“Negara seluruhnya telah berpuas diri – kita membiarkan pertemuan sosial, keagamaan dan politik,” kata Rajib Dasgupta, profesor kesehatan di Jawaharlal Nehru University kepada AFP. “Tak seorang pun yang antre untuk menjaga jarak sosial lagi.”

India telah mencatat lebih dari 873 ribu kasus dalam tujuh hari terakhir suatu peningkatan 70 persen dibandingkan dengan pekan sebelumnya, berdasarkan data yang dikumpulkan AFP.

People sit in an observation room after getting a dose of the Covishield, AstraZeneca-Oxford's Covid-19 coronavirus vaccine at the Saifee Hospital after vaccinations restarted at all city private hospitals, in Mumbai on April 12, 2021. (Photo by Indranil)

Sebagai perbandingan, Brazil mencatat sedikit di atas 497 ribu kasus dengan tren kenaikan 10 persen dari pekan sebelumnya.

AS, yang paling parah terpukul karena pandemi ini, melaporkan sedikit di bawah 490 ribu kasus dengan tren peningkatan sembilan persen.

Lonjakan di India, setelah mencatat penambahan kasus harian turun di bawah 9.000 pada awal Februari, telah menyebabkan banyak negara bagian dan teritori yang terimbas parah memberlakukan pembatasan pada pergerakan dan aktivitas.

Negara bagian terkaya, Maharashtra, yang menjadi penggerak utama lonjakan kasus, pekan lalu memberlakukan lockdown akhir pekan dan jam malam.

Jembatan JJ terlihat sepi saat pemerintah memberlakukan lockdown di tengah meningkatnya kasus virus COVID-19 di Mumbai, 10 April 2021. (Foto: Punit PARANJPE / AFP)

Tetapi Maharashtra telah memperingatkan bahwa lockdown total, suatu langkah drastis yang diupayakan dihindari oleh pemerintah nasional dan negara bagian untuk melindungi ekonomi yang telah hancur, dapat diberlakukan dalam beberapa hari mendatang karena jumlah kasus terus meningkat.

“Solusinya adalah semua orang tinggal di rumah selama dua bulan dan mengakhiri pandemi ini selamanya. Tetapi masyarakat tidak menyimak,” kata Rohit, pelayan di sebuah restoran populer di Mumbai. “Tidak seorang pun mengikuti peraturan di restoran. Kalau kami memberitahu pelanggan untuk mengenakan masker, mereka bersikap kasar dan tidak sopan kepada kami.”

Menteri utama ibu kota India, New Delhi, di mana jam malam diberlakukan, hari Minggu mengatakan bahwa 65 persen pasien baru COVID-19 berusia kurang dari 45 tahun. Pemerintah setempat tidak mendukung lockdown, tetapi akan mempertimbangkan pemberlakuannya apabila rumah sakit mulai kekurangan tempat tidur. [uh/ab]

Oleh: VOA

Hukum

Peristiwa

Kesehatan

Pendidikan

Kalbar

Tekno