Orang Nomor 2 Hong Kong Mundur, Diperkirakan akan Jadi Pemimpin Berikutnya
BorneoTribun Jakarta -- Pejabat nomor 2 Hong Kong dan penyokong setia tindakan keras yang didukung Beijing terhadap aktivis prodemokrasi mengajukan pengunduran dirinya, Rabu (6/4), di tengah perkiraan bahwa ia akan segera mengumumkan niatnya untuk mencalonkan diri sebagai pejabat tertinggi di wilayah semiotonom itu.
Menurut sebuah pernyataan pemerintah John Lee, yang merupakan sekretaris kepala untuk urusan pemerintahan, mengajukan pengunduran dirinya kepada pemimpin Hong Kong Carrie Lam. Dalam kesehariannya, Lee dianggap sebagai wakil Lam.
Lam mengatakan pada Senin lalu bahwa ia tidak akan mengupayakan masa jabatan kedua sebagai kepala eksekutif, setelah lima tahun yang sulit yang diselingi oleh pandemi COVID-19, tindakan keras terhadap kebebasan politik dan pengaruh Beijing yang berkembang di wilayah tersebut.
Media-media setempat, termasuk harian terkemuka South China Morning Post, melaporkan bahwa Lee akan menjadi satu-satunya kandidat yang didukung oleh pemerintah China dalam persaingan kepemimpinan di Hong Kong. Ia diperkirakan akan mengumumkan pencalonannya setelah pengunduran dirinya disetujui oleh pemerintah otoritas pusat, Rabu (6/4) malam.
Pemimpin berikutnya kota itu akan dipilih pada 8 Mei oleh sebuah komite yang terdiri dari sekitar 1.500 orang, yang sebagian besar pro-Beijing.
Lee, mantan perwira polisi karier, diangkat menjadi kepala sekretaris urusan pemerintahan pada bulan Juni dan sebelumnya menjabat sebagai sekretaris Lam untuk urusan keamanan. Ia adalah penyokong setia aksi penumpasan polisi terhadap para pengunjuk rasa selama beberapa bulan protes anti-pemerintah besar-besaran pada tahun 2019.
Setelah aksi protes berhasil diredam, Lee memberikan dukungannya pada undang-undang keamanan nasional, yang diberlakukan Beijing di Hong Kong pada tahun 2020 sebagai sarana untuk menarget para aktivis dan pendukung prodemokrasi. Lebih dari 150 orang telah ditangkap berdasarkan undang-undang itu, yang melarang subversi, pemisahan diri, terorisme dan kolusi dengan kekuatan asing dalam urusan dalam negeri kota itu. [ab/uh]
Oleh: VOA Indonesia