Berita Borneotribun.com: Hong Kong Hari ini
Tampilkan postingan dengan label Hong Kong. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Hong Kong. Tampilkan semua postingan

Kamis, 07 April 2022

Orang Nomor 2 Hong Kong Mundur, Diperkirakan akan Jadi Pemimpin Berikutnya

Orang Nomor 2 Hong Kong Mundur, Diperkirakan akan Jadi Pemimpin Berikutnya
Sekretaris Utama Hong Kong John Lee menghadiri resepsi, setelah upacara pengibaran bendera untuk perayaan 24 tahun serah terima Hong Kong ke China, di Hong Kong, Kamis, 1 Juli 2021. (Foto: AP/Kin Cheung)


BorneoTribun Jakarta -- Pejabat nomor 2 Hong Kong dan penyokong setia tindakan keras yang didukung Beijing terhadap aktivis prodemokrasi mengajukan pengunduran dirinya, Rabu (6/4), di tengah perkiraan bahwa ia akan segera mengumumkan niatnya untuk mencalonkan diri sebagai pejabat tertinggi di wilayah semiotonom itu.


Menurut sebuah pernyataan pemerintah John Lee, yang merupakan sekretaris kepala untuk urusan pemerintahan, mengajukan pengunduran dirinya kepada pemimpin Hong Kong Carrie Lam. Dalam kesehariannya, Lee dianggap sebagai wakil Lam.


Lam mengatakan pada Senin lalu bahwa ia tidak akan mengupayakan masa jabatan kedua sebagai kepala eksekutif, setelah lima tahun yang sulit yang diselingi oleh pandemi COVID-19, tindakan keras terhadap kebebasan politik dan pengaruh Beijing yang berkembang di wilayah tersebut.


Media-media setempat, termasuk harian terkemuka South China Morning Post, melaporkan bahwa Lee akan menjadi satu-satunya kandidat yang didukung oleh pemerintah China dalam persaingan kepemimpinan di Hong Kong. Ia diperkirakan akan mengumumkan pencalonannya setelah pengunduran dirinya disetujui oleh pemerintah otoritas pusat, Rabu (6/4) malam.


Pemimpin berikutnya kota itu akan dipilih pada 8 Mei oleh sebuah komite yang terdiri dari sekitar 1.500 orang, yang sebagian besar pro-Beijing.


Lee, mantan perwira polisi karier, diangkat menjadi kepala sekretaris urusan pemerintahan pada bulan Juni dan sebelumnya menjabat sebagai sekretaris Lam untuk urusan keamanan. Ia adalah penyokong setia aksi penumpasan polisi terhadap para pengunjuk rasa selama beberapa bulan protes anti-pemerintah besar-besaran pada tahun 2019.


Setelah aksi protes berhasil diredam, Lee memberikan dukungannya pada undang-undang keamanan nasional, yang diberlakukan Beijing di Hong Kong pada tahun 2020 sebagai sarana untuk menarget para aktivis dan pendukung prodemokrasi. Lebih dari 150 orang telah ditangkap berdasarkan undang-undang itu, yang melarang subversi, pemisahan diri, terorisme dan kolusi dengan kekuatan asing dalam urusan dalam negeri kota itu. [ab/uh]


Oleh: VOA Indonesia

Sabtu, 31 Juli 2021

Demonstran Hong Kong Dijatuhi Hukuman 9 Tahun Penjara

Demonstran Hong Kong Dijatuhi Hukuman 9 Tahun Penjara
Demonstran Hong Kong Dijatuhi Hukuman 9 Tahun Penjara. 

BorneoTribun Jakarta -- Seorang pengunjuk rasa prodemokrasi Hong Kong, Jumat (30/7),  dijatuhi hukuman sembilan tahun penjara. 

Vonis yang dijatuhkan kepada Tong Ying-kit ini merupakan putusan pengadilan yang pertama dalam persidangan terkait  pelanggaran undang-undang keamanan nasional Hong Kong yang diberlakukan Partai Komunis China dalam usahanya memperketat kendali atas wilayah itu. 

Tong, 24, dinyatakan bersalah telah menghasut pemisahan diri dan melakukan aksi terorisme karena mengendarai sepeda motornya ke arah sekelompok polisi dalam aksi demonstrasi 1 Juli 2020. 

Ketika itu ia  membawa bendera bertuliskan slogan terlarang, “Bebaskan Hong Kong, revolusi zaman kita.'' 

Pemerintah Presiden Xi Jinping memberlakukan undang-undang keamanan itu di bekas jajahan Inggris tersebut tahun, lalu menyusul gelombang protes yang meletus pada pertengahan 2019. 

Beijing telah berusaha untuk meredam  gerakan prodemokrasi dengan memenjarakan para aktivis terkemuka dan mengurangi peran publik dalam memilih pemerintah Hong Kong. 

Hukuman  yang dijatuhkan kepada Tong di Pengadilan Tinggi Hong Kong lebih lama dari hukuman tiga tahun penjara yang dituntut oleh tim jaksa. 

Tong sebelumnya  menghadapi kemungkinan hukuman penjara seumur hidup. 

Para kritikus menuduh Beijing melanggar otonomi dan kebebasan sipil gaya Barat yang dijanjikan ketika Hong Kong kembali ke China pada 1997 dan merusak statusnya sebagai pusat bisnis. 

Para aktivis HAM mengatakan undang-undang keamanan itu disalahgunakan untuk menyerang perbedaan pendapat yang sah. 

Direktur regional Asia-Pasifik Amnesty International, Yamini Mishra, dalam sebuah pernyataannya mengatakan, hukuman yang dijatuhkan pada Tong adalah "pukulan keras terhadap kebebasan berbicara" dan menunjukkan bahwa hukum telah dijadikan  "alat untuk menanamkan teror" di kalangan para pengkritik pemerintah. 

Undang-undang keamanan itu “tidak memiliki pengecualian untuk aksi protes atau aksi menyatakan pendapat yang sah,'' kata Mishra. 

"Pengadilan itu  sama sekali tidak mempertimbangkan hak Tong untuk menyatakan pendapat dan melakukan protes.'' 

Para pejabat menolak kritik itu dan mengatakan Beijing sedang memulihkan ketertiban dan melembagakan perlindungan keamanan seperti yang dilakukan negara-negara lain. Lebih dari 100 orang telah ditangkap karena dianggap melanggar undang-undang keamanan itu. [ab/uh]

VOA

Kamis, 24 Juni 2021

Hong Kong Larang Penerbangan dari RI karena COVID-19

Hong Kong Larang Penerbangan dari RI karena COVID-19

BORNEOTRIBUN.COM - Hong Kong akan melarang penerbangan dari Indonesia mulai Jumat (25/6) karena mengganggap "berisiko sangat tinggi" terkait virus corona. 

Pemerintah Hong Kong mengatakan pada Rabu (23/6) malam bahwa mereka menangguhkan penerbangan setelah jumlah kasus COVID-19 yang diimpor dari Indonesia melewati ambang batas yang ditetapkan oleh pusat keuangan global itu, sebagaimana dilansir dari Reuters. 

Hong Kong telah melarang kedatangan maskapai dari India, Nepal, Pakistan, dan Filipina. 

Selama ini wilayah administrasi khusus China tersebut menerapkan regulasi yang mengatur penangguhan penerbangan jika terdapat lima atau lebih penumpang yang dites positif untuk salah satu varian kasus COVID-19 pada saat kedatangan. 

Penangguhan penerbangan juga dapat diterapkan jika ada 10 atau lebih penumpang yang ditemukan memiliki varian lain selama masa karantina.

Hong Kong telah mencatat lebih dari 11.800 kasus dan 210 kematian akibat virus corona. Sebagian besar kasus COVID-19 yang terjadi baru-baru ini di kota tersebut dipicu oleh kasus impor.   

Kementerian Luar Negeri RI mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa larangan Hong Kong adalah "sementara" dan bahwa pekerja migran Indonesia yang terkena peraturan baru harus menghubungi majikan dan agen mereka.  

Hong Kong mempekerjakan ribuan pekerja migran dari sejumlah negara, termasuk Indonesia dan Filipina. [ah/au]

Oleh: VOA

Jumat, 04 September 2020

Orang yang Melarikan Diri dari Hong Kong adalah 'Hadiah Xi Jinping untuk Dunia'

Taipan media Hong Kong dan pendiri koran, Jimmy Lai, tiba di kantor polisi untuk memberi laporan sebagai syarat pembebasan dengan jaminan, di Hong Kong, 1 September 2020. (Foto: Reuters)


BORNEOTRIBUN -- Dua bulan setelah undang-undang keamanan nasional China berlaku di Hong Kong, kota ini berusaha keras untuk menyesuaikan diri dengan keadaan normal baru.


Penggerebekan surat kabar oleh pemerintah dimulai pada 10 Agustus, ketika puluhan petugas berseragam muncul di Apple Daily, sebuah surat kabar lokal. Pagi-pagi sekali, mereka menangkap Jimmy Lai, taipan media pro-demokrasi dan pemilik Next Digital, perusahaan induk Apple Daily. Dia ditahan atas tuduhan penipuan dan kolusi dengan kekuatan asing, pelanggaran yang ditentukan oleh undang-undang keamanan nasional yang baru.


Tindakan terhadap Lai dan Apple Daily dilakukan seminggu setelah Amerika menjatuhkan sanksi pada Carrie Lam, kepala eksekutif Hong Kong, dan 10 pejabat keamanan serta pemerintah lainnya karena "merusak otonomi Hong Kong dan membatasi kebebasan berekspresi atau berkumpul warga Hong Kong. ”


CEO Next Digital Kim-hung Cheung, CFO Royston Chow dan COO Tat-kuen Chow juga ditangkap. Lai dan para eksekutif itu kemudian dibebaskan dengan jaminan.


Pihak berwenang mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Mark Simon, seorang warga Amerika dan kepercayaan Lai yang sekarang berada di AS sementara asetnya dibekukan di Hong Kong.


Simon, yang menganggap Hong Kong sebagai rumahnya setelah dua dekade tinggal di sana mengatakan ia tidak akan kembali ke sana.


"Hong Kong adalah rumah pilihan saya. Dengan kata lain, saya mencintai Hong Kong. Sangat memprihatinkan bahwa saya tidak bisa kembali ke sana mungkin untuk waktu yang cukup lama," katanya kepada VOA dalam sebuah wawancara eksklusif.


Kembali berarti mendapat masalah hukum yang dikatakan Simon "gangguan" bagi semua orang, hal yang tidak diinginkannya.


Demonstrasi dimulai tahun lalu terkait rancangan undang-undang (RUU) ekstradisi China. RUU tersebut akan memungkinkan beberapa tersangka kriminal dikirim ke China daratan untuk diadili.


Warga Hong Kong khawatir RUU itu akan mengekspos mereka pada sistem pengadilan China yang dipolitisasi, di mana persidangan hampir selalu berakhir dengan hukuman.


Partai Komunis China menuduh AS dan negara-negara Barat lainnya ikut campur dalam urusan Hong Kong. [my/ft]


Sumber: www.voaindonesia.com

Hukum

Peristiwa

Kesehatan

Pendidikan

Kalbar

Tekno