|
PN Jaksel bacakan vonis Bharada E : Richard Eliezer divonis dengan pidana penjara selama 1 tahun enam bulan. |
JAKARTA - Terdakwa Richard Eliezer Pudihang Lumiu alias Bharada E divonis dengan pidana penjara selama 1 tahun enam bulan.
Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan menilai Richard telah terbukti bersalah turut serta melakukan pembunuhan berencana terhadap Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.
PN Jaksel bacakan vonis Bharada E pada hari ini
Terdakwa dalam kasus dugaan pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat (Brigadir J), Bharada Richard Eliezer atau Bharada E, akan menjalani sidang vonis atau pembacaan putusan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu.
"Menjelang vonis ini, kita bersama-sama terus mendoakan agar majelis hakim diberkati dengan hikmat dari Tuhan, dituntun oleh hikmat kebijaksanaan dari Tuhan sehingga dapat memberikan vonis yang terbaik, yang adil seadil-adilnya buat Richard," ucap pengacara Bharada E, Ronny Talapessy, Rabu pagi.
Persidangan ini juga akan dihadiri oleh orang tua Yosua. Kedua orang tua Yosua, yakni Samuel Hutabarat dan Rosti Simanjuntak, berangkat dari Jambi menuju Jakarta pada hari Minggu (12/2).
Pihak keluarga Yosua telah menghadiri persidangan kasus dugaan pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat sejak sidang pembacaan putusan untuk Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi pada hari Senin (13/2).
Tim jaksa penuntut umum (JPU) menuntut terdakwa kasus pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat (Brigadir J), Richard Eliezer atau Bharada E, untuk menjalani hukuman pidana 12 tahun penjara.
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Richard Eliezer Pudihang Lumiu dengan pidana penjara selama 12 tahun," kata jaksa Paris Manalu saat membacakan tuntutan di hadapan Hakim Ketua Wahyu Iman Santoso di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta, Rabu (18/1).
Hal yang memberatkan tuntutan Richard Eliezer adalah perannya sebagai eksekutor yang mengakibatkan hilangnya nyawa korban Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.
Perbuatan Eliezer menyebabkan duka yang mendalam bagi keluarga korban.
"Akibat perbuatan terdakwa menimbulkan keresahan dan kegaduhan yang meluas di masyarakat," ucapnya.
Adapun hal meringankan, menurut JPU, terdakwa tidak pernah dihukum dan berlaku sopan di persidangan. Eliezer dinilai kooperatif selama di persidangan, menyesali perbuatannya, dan keluarga korban sudah memaafkan Richard Eliezer.
"Terdakwa merupakan saksi pelaku yang bekerja sama untuk membongkar kejahatan ini," ucap Paris Manalu.
Richard Eliezer Divonis dengan Pidana Penjara Selama 1 Tahun Enam Bulan
Terdakwa Richard Eliezer Pudihang Lumiu alias Bharada E divonis dengan pidana penjara selama 1 tahun enam bulan.
Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan menilai Richard telah terbukti bersalah turut serta melakukan pembunuhan berencana terhadap Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.
|
Terdakwa Richard Eliezer Pudihang Lumiu alias Bharada E divonis dengan pidana penjara selama 1 tahun enam bulan. |
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa tersebut dengan pidana penjara selama satu tahun enam bulan," ujar ketua majelis hakim Wahyu Iman Santoso saat membacakan amar putusan di PN Jakarta Selatan, Rabu (15/2).
Dalam menjatuhkan putusan, hakim turut mempertimbangkan sejumlah keadaan memberatkan dan meringankan untuk Richard.
Hal memberatkan, perbuatan Richard tidak menghargai hubungan baik dengan korban.
Sedangkan hal meringankan yakni Bharada bersikap sopan selama persidangan dan masih berusia muda.
Richard dinilai terbukti melanggar Pasal 340 KUHP jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Putusan ini lebih ringan daripada tuntutan jaksa penuntut umum yang menginginkan Richard dihukum dengan pidana 12 tahun penjara.
Pembunuhan terhadap Yosua terjadi pada Jumat, 8 Juli 2022 di rumah dinas Sambo nomor 46 di Kompleks Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan.
Tindak pidana ini turut melibatkan Ferdy Sambo yang telah divonis mati dan istri Sambo, yakni Putri Candrawathi dengan hukuman 20 tahun penjara.
Selain itu, Kuat Ma'ruf selaku sopir keluarga Sambo divonis 15 tahun penjara dan Ricky Rizal selaku ajudan dengan hukuman 13 tahun penjara.
Mantan ajudan bekas Kepala Divisi Profesi & Pengamanan (Kadiv Propam) Polri Ferdy Sambo, Ricky Rizal Wibowo dan mantan asisten rumah tangga Kuat Ma’ruf sama-sama divonis lebih berat dibanding tuntutan jaksa. Apa pertimbangan majelis hakim?
Majelis hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan hari Selasa (14/2) menjatuhkan vonis 13 tahun penjara untuk mantan ajudan bekas Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri Ferdy Sambo, Ricky Rizal Wibowo dan 15 tahun penjara untuk mantan asisten rumah tangga Kuat Ma’ruf. Kedua vonis yang dibacakan dalam sidang terpisah itu jauh lebih berat dibanding tuntutan jaksa.
Sidang dan vonis untuk Ma’ruf mengawali serangkaian sidang tersebut. “Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Kuat Ma'ruf dengan pidana penjara selama 15 tahun,” ujar Hakim Ketua Wahyu Iman Santosa saat membacakan vonis hukuman.
Ada beberapa faktor yang memberatkan hukuman asisten rumah tangga itu, antara lain ia dinilai berbelit-belit dalam memberikan keterangan dan tidak berterus terang. Ia senantiasa mengaku sebagai “orang yang tidak tahu menahu perkara ini.” “Terdakwa tidak memperlihatkan rasa penyesalan di setiap persidangan,” tegas hakim.
Ditemui seusai sidang, kuasa hukum Kuat Ma’ruf, Irwan Irawan, mengatakan beberapa poin tuduhan yang tidak berdasar dikenakan terhadap kliennya. “Itulah yang mungkin rekan-rekan media sudah lihat sendiri, apa yang sudah menjadi dasar pertimbangan, ada beberapa poin yang sama sekali tidak mempunyai dasar, tidak sesuai fakta persidangan, itu dimuat dalam putusan,” ujarnya.
Kuat yang sempat menemui wartawan seusai sidang mengatakan akan mengajukan banding, dengan alasan tidak ikut membunuh Brigadir Yosua, “Saya akan banding, karena saya tidak membunuh dan saya tidak berencana,” ungkap Kuat sembari memakai rompi tahanan.
Mengikuti Langkah Kuat Ma’ruf, Ricky Rizal Juga Ajukan Banding
Dalam sidang terpisah, majelis hakim menjatuhkan vonis 13 tahun penjara terhadap Ricky Rizal, mantan ajudan bekas Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri Ferdy Sambo.
|
Ricky Rizal memasuki ruang sidang Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Selasa (14/2). Dalam gelaran sidang, vonis yang diberikan oleh majelis hakim kepada Ricky adalah 13 tahun hukuman penjara dengan mempertimbangkan beberapa hal yang meringankan. (VOA/Indra Yoga) |
Sebelum meninggalkan sidang, Ricky kembali menyampaikan kepada wartawan bahwa “saya tidak pernah memiliki niatan atau kehendak membunuh Yosua.”
Kuasa hukum Ricky Rizal, Erman Umar, mengatakan kliennya juga akan mengajukan banding. “Dia (Ricky Rizal.red) tidak melakukan apa yang diputuskan oleh majelis hakim. Oleh karena itu yang tidak sesuai dengan putusan, akan melakukan banding,” tegasnya.
Keluarga Yosua Apresiasi Putusan Hakim
Ibunda Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat, Rosti Simanjuntak, yang kembali hadir dalam sidang vonis Kuat Ma’ruf dan Ricky Rizal mengapresiasi putusan hakim. Lewat pengacara keluarga, Kamaruddin Simanjuntak, keluarga Yosua mengatakan puas dengan vonis majelis hakim.
|
Ibunda Brigadir Yosua, Rosti Simanjuntak (tengah) menghadiri sidang putusan Ferdy Sambo dengan membawa foto anaknya. (VOA/Indra Yoga) |
“Semua keingin kita sudah diapresiasi oleh majelis hakim. Artinya terhadap Ferdi Sambo yang kita kita minta perberat dari tuntutan sudah dipenuhi. Terhadap Putri juga yang kami minta minimal 20 tahun juga sudah dipenuhi, kemudian terhadap Kuat Ma'ruf dan Ricky Rizal kita minta diperberat dari tuntutan jaksa juga terpenuhi. Kita minta 15 tahun untuk Kuat, 13 tahun untuk Ricky karena tadi ada pertimbangan yang meringankan, juga sudah terpenuhi,” ujar Kamaruddin.
Pengamat Hukum Pidana: Harus Kaji Ulang Hukuman yang Diberikan
Meskipun putusan hakim dinilai sudah tepat, pengamat hukum pidana di Universitas Sumatera Utara, Mahmud Mulyadi mengatakan masih ada beberapa poin yang perlu dikaji ulang.
“Dalam konteks ini menurut saya, kalau dilihat dari alur kasus ini, Kuat dan RR kurang memenuhi syarat dalam melakukan tindak pidana itu,” ujarnya seraya menambahkan keduanya tidak sepenuhnya terlibat dalam perencanaan pembunuhan yang dilakukan Ferdy Sambo.
Menurutnya penting untuk memposisikan setiap terdakwa dalam posisi masing-masing ketika melakukan pembunuhan itu.
“Ada beberapa orang yang terlibat dalam rangkaian ini (kasus pembunuhan Brigadir Yosua.red). Tetapi beberapa orang ini sedianya ditempatkan pada posisi masing-masing supaya adil. Jadi masyarakat kita tahu bahwa dalam konteks hukum positif itu ada posisi dan peranan yang dia tidak sama, didakwa dengan pasal-pasal tertentu, bisa saja pasal berbeda, tuntutan berbeda, vonis berbeda sesuai dengan perannya. Bahkan bisa juga ada yang dibebaskan walaupun ada di sekitar situ (lokasi pembunuhan.red),” pungkas Mahmud.
Meskipun demikian, Mahmud tetap menghormati hasil putusan vonis itu dan kembali menyampaikan simpati pada mendiang Yosua dan keluarga yang ditinggalkan.
Putri Mengaku Dilecehkan, Sambo Atur Strategi Pembunuhan
Kasus pembunuhan Brigadir Yosua terjadi pada 8 Juli 2022 di rumah dinas Sambo di Duren Tiga, Nomor 46, Jakarta Selatan. Pembunuhan tersebut dilakukan oleh Sambo dengan alasan bahwa Yosua melakukan tindakan pelecehan seksual kepada Putri. Selain Sambo dan istrinya, dua ajudan lainnya yakni Richard Eliezer dan Ricky Rizal serta asisten rumah tangga, Kuat Ma'ruf juga terlibat dalam pembunuhan Brigadir Yosua.
Setelah vonis terhadap Kuat Ma’ruf dan Ricky Rizal, kini publik menantikan putusan terhadap Bharada Richard Eliezer yang akan disampaikan majelis hakim hari Rabu (15/2). Pengacara keluarga Yosua, Kamaruddin Simanjuntak, berharap Eliezer yang telah menjadi justice collaborator – mendapat keringanan hukuman. [iy/em]
Oleh: VOA Indonesia
Editor: yakop