Kamis, 18 Juli 2024
Minggu, 04 Februari 2024
Kapal Filipina Bersandar di Pulau Karang, China Kecam Tindakan Ilegal
Tentara Filipina melihat kapal Penjaga Pantai Filipina di Laut Cina Selatan yang disengketakan pada 1 Desember 2023. (Foto: AFP) |
Minggu, 28 Januari 2024
Elon Musk Beri Peringatan: Mobil China Siap 'Menghancurkan' Industri Otomotif Global
Elon Musk Beri Peringatan: Mobil China Siap 'Menghancurkan' Industri Otomotif Global. |
Sabtu, 23 Desember 2023
BYD Ungkap Keamanan dan Keunggulan "Blade Battery" untuk Kendaraan Listrik
Kamis, 23 Februari 2023
Rusia, China Jalin Hubungan Lebih Dekat
China Mengutuk Kunjungan Pejabat Pentagon ke Taiwan
Melawat ke Moskow, Wang Yi: “Hubungan China-Rusia Kokoh Bagaikan Karang”
Jumat, 11 November 2022
Presiden AS Joe Biden akan bertemu Presiden China Xi Jinping di G20 Indonesia
Senin, 12 September 2022
Kompleks Industri Militer AS Bergantung Pada Komponen China
Industri militer AS akan kesulitan mengganti komponen China. (BorneoTribun/Global Times) |
Rabu, 17 Agustus 2022
Kapal Riset China Berlabuh Di Sri Lanka, Picu Kekhawatiran India
Warga Sri Lanka menyaksikan kapal pengeruk China bekerja di Hambantota, 240 km tenggara Kolombo, 24 Maret 2010. |
Minggu, 07 Agustus 2022
Kota Terlarang Beijing (Masih) "Terlarang"
Bendera Merah-Putih berkibar di depan pintu gerbang Istana Kota Terlarang yang menghadap ke Lapangan Beijing saat kunjungan Presiden Indonesia Joko Widodo ke China pada 26 Juli 2026. |
Pemandangan Istana Kota Terlarang berselimutkan salju dilihat dari bukit Jingshan, Beijing, China, pada 22 Januari 2022. |
Mengapa Dilarang?
Sabtu, 06 Agustus 2022
"Rasa Sayange" jadi lagu favorit peserta lomba nyanyi mahasiswa China
Seorang mahasiswi jurusan bahasa Indonesia di China saat mengikuti lomba menyanyikan lagu Indonesia yang digelar KBRI Beijing, Jumat (5/8). |
China panggil para dubes Eropa, petempur PLA terus dekati Taiwan
Jet tempur China Su-30 yang dilibatkan dalam latihan di sekitar Taiwan. (HO-China Milltary) |
Kamis, 21 April 2022
Kepulauan Solomon, Titik Pertikaian Baru dalam Geopolitik AS-China
Pemandangan di luar Kedutaan Besar China di Honiara, Kepulauan Solomon, 2 April 2022. (Foto: AP) |
BorneoTribun Jakarta -- AS mengatakan pihaknya tahu tentang pengumuman China yang menandatangani sebuah persetujuan keamanan dengan Kepulauan Solomon, yang memperbaharui keprihatinan bahwa kesepakatan ini melapangkan jalan bagi pengerahan pasukan militer China ke negara di Samudra Pasifik itu.
“Kami prihatin dengan kurangnya transparansi dan sifat persetujuan ini yang tidak rinci, yang mengikuti sebuah pola China yang selalu menawarkan persetujuan yang dipertanyakan, tidak jelas, dan sangat sedikit konsultasi."
"Hal ini terjadi di berbagai sektor seperti penangkapan ikan, pengelolaan sumber daya alam, bantuan pembangunan, dan kini praktik-praktik keamanan,” demikian kata juru bicara Dewan Keamanan Nasional Gedung Putih, NSC.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri China Wang Wenbin mengatakan kepada para reporter di Beijing Selasa bahwa persetujuan ini baru-baru ini ditanda-tangani oleh Menlu Wang Yi dan Menlu Kepulauan Solomon Jeremiah Manele.
“Tampaknya China mengumumkan hal ini secara unilateral, mengingat laporan tentang persetujuan ini sepertinya datang dari China dan bukan dari pemerintah Kepulauan Solomon,” demikian kata juru bicara NSC itu.
“Penandatanganan yang dilaporkan tidak mengubah keprihatinan kami, dan juga sekutu dan mitra kawasan kami, dan hal itu tidak mengubah komitmen kami pada sebuah hubungan kuat dengan kawasan itu.”
Di Beijing, pejabat China menuduh AS dan Australia secara sengaja memperbesar ketegangan, dan memperingatkan bahwa setiap usaha untuk mencampuri akan gagal.
Minggu ini, Koordinator Gedung Putih untuk Indo-Pasifik, Kurt Campbell, dan Asisten Menlu untuk urusan Asia Timur dan Pasifik, Daniel Kritenbrink, memimpin delegasi terdiri dari staf Departemen Pertahanan dan US AID yang melawat ke Fiji, Papua New Guinea, dan Kepulauan Solomon guna memperdalam hubungan dengan kawasan, dan memastikan kemitraan AS menghasilkan kemakmuran, keamanan, dan perdamaian di seluruh Pasifik dan Indo-Pasifik. [jm/ps]
China menuntut penjelasan AS atas platform siber 'Sarang Lebah'
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Wang Wenbin. (Foto: EPA-EFE/WU HONG) |
BorneoTribun Jakarta - Dalam beberapa tahun terakhir, pemerintah AS telah berulang kali mengusulkan agar negara-negara tetangga China memperluas kerja sama di dunia maya
China telah menuntut penjelasan dari Washington atas laporan media China yang mengatakan bahwa CIA menggunakan platform yang kuat, "Beehive", sebagai perang dunia maya, kata juru bicara Kementerian Luar Negeri China pada briefing reguler pada hari Rabu.
"China telah menyatakan keprihatinannya yang mendalam atas aktivitas yang tidak bertanggung jawab dan berbahaya dari pemerintah AS di dunia maya," kata Wang Wenbin ketika diminta untuk mengomentari laporan media. "Kami meminta AS untuk memberikan penjelasan yang relevan dan segera menghentikan kegiatan ini," kata diplomat itu.
Dalam beberapa tahun terakhir, pemerintah AS telah berulang kali mengusulkan agar negara-negara tetangga China memperluas kerja sama di dunia maya, yang berpotensi membuka panggung baru untuk konfrontasi geopolitik.
Pakar China telah menemukan sistem spionase global yang digunakan oleh pasukan khusus AS, surat kabar China Global Times menulis pada hari Selasa, mengutip Pusat Tanggap Darurat Virus Komputer Nasional.
Platform "Beehive" yang menjadi dasar sistem ini dikembangkan bersama oleh Badan Intelijen Pusat AS dan raksasa pertahanan Northrop Grumman.
Platform tersebut memungkinkan operatornya untuk memindai dari jarak jauh, mengeksploitasi kerentanan, mengekstrak file dan bahkan menghancurkan sistem komputer, Global Times melaporkan. Menurut surat kabar itu, CIA secara luas mendistribusikan peralatan untuk operasi menggunakan platform "Beehive" di Kanada, Malaysia, Turki, Prancis, Jerman, dan negara-negara lain.
(YK/ER)
Selasa, 12 April 2022
Diam-diam, China Kirim Sistem Rudal ke Serbia
Pesawat Y-20 milik Angkatan Udara China ditampilkan dalam Ekshibisi Aviasi dan Penerbangan Internasional China di Zhuhai, China, pada 6 November 2018. (Foto: AP/Kin Cheung) |
BorneoTribun Jakarta -- Sekutu Rusia, Serbia, telah menerima kiriman sistem anti-pesawat canggih dari China dalam operasi semi-rahasia akhir pekan ini.
Perkembangan itu terjadi ketika Barat mengkhawatirkan penumpukan senjata di Balkans semasa perang Ukraina, yang dianggap bisa mengancam perdamaian yang rentan di kawasan itu.
Media dan para pakar pada Minggu (10/4) mengatakan bahwa enam pesawat transportasi Y-20 milik Angkatan Udara China yang mendarat di Belgrade pada Sabtu (9/4) pagi, dilaporkan mengangkut sistem rudal darat-ke-udara HQ-22 untuk militer Siberia.
Pesawat kargo China dengan penanda militer itu terlihat di Bandara Nikola Tesla, di Belgrade.
Para pakar menilai kiriman senjata melalui sedikitnya dua wilayah negara anggota NATO, Turki dan Bulgaria, itu menunjukkan semakin besarnya pengaruh global China. [vm/ft]
Oleh: VOA Indonesia
Minggu, 03 April 2022
China Bisa Bantu Negara-Negara Asia Tengah di Tengah Gangguan Pasokan Gandum
Panen gandum, 5 Agustus 2021, dekat Pullman. (Foto: AP) |
BorneoTribun.com -- Perang Rusia yang sedang berlangsung di Ukraina dan sanksi Barat yang mengikutinya memberi tekanan pada negara-negara di Asia Tengah yang mengimpor gandum dan pasokan penting lainnya dari wilayah tersebut.
Pada hari Kamis (1/4), Presiden Uzbekistan Shavkat Mirziyoyev mengatakan negaranya harus bergabung dengan rantai produksi makanan China serta Korea dan Jepang sesegera mungkin. Ia juga mendesak kedutaan Uzbekistan di Eropa, Turki dan India untuk menjangkau perusahaan lokal.
Tashkent juga menawarkan insentif kepada Rusia, Ukraina, dan perusahaan terkait Belarus dan membuka lebih luas pasar Uzbekistan bagi produsen makanan, demikian menurut layanan pers Mirziyoyev.
Lima negara bekas Soviet di Asia Tengah saling bergantung dengan satu sama lain dan Rusia untuk impor gandum.
Di Asia Tengah harga gandum dan tepung telah meningkat dalam beberapa tahun terakhir karena pandemi COVID-19 dan kekeringan regional. Peningkatan harga itu kemungkinan akan berlanjut dengan perang Rusia-Ukraina dan kemungkinan Rusia akan menghentikan sementara ekspor biji-bijian ke negara-negara bekas Soviet.
Para ahli mengatakan negara-negara Asia Tengah sekarang sedang menjajaki pemasok dari negara lain. [my/pp]
Oleh: VOA Indonesia
Sabtu, 26 Februari 2022
China Tetap Tidak Kecam Rusia Meski Moskow Intensifkan Serangan ke Ukraina
China tetap menolak menyebut tindakan Rusia di Ukraina. |
BorneoTribun.com - China , Jumat (25/2), tetap menolak menyebut tindakan Rusia di Ukraina sebagai invasi, atau mengkritiknya, meski Moskow mengintensifkan serangan terhadap negara di Eropa Timur itu.
China menegaskan kembali bahwa negara itu menghormati integritas teritorial semua negara, tetapi mengatakan bahwa mereka melihat masalah Ukraina memiliki latar belakang sejarah yang kompleks dan khusus.
"Kami memahami kekhawatiran sah Rusia tentang masalah keamanan," kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China, Wang Wenbin, kepada wartawan pada konferensi pers harian di Beijing, Jumat (25/2).
Wang juga membalas pernyataan Presiden AS Joe Biden yang mengatakan bahwa negara mana pun yang mendukung invasi Rusia akan "ternoda” oleh dukungannya itu. Wang menyatakan, negara-negara yang ikut campur dalam urusan dalam negeri negara lain justru yang akan melihat reputasi mereka tercemar.
Amerika Serikat, Inggris, Jepang, Kanada, Australia dan Uni Eropa memberlakukan lebih banyak sanksi terhadap Moskow menyusul sanksi-sanksi yang telah dijatuhkan sebelumnya. Jerman, contohnya, menghentikan operasi pipa gas senilai $11 miliar dari Rusia.
Ditanya apakah China siap untuk meningkatkan pembelian minyak Rusia dalam menanggapi sanksi AS dan Uni Eropa, Wang mengatakan, "Sanksi tidak pernah menjadi cara yang efektif untuk menyelesaikan masalah. Kami berharap semua pihak terkait berusaha keras menyelesaikan masalah melalui dialog dan konsultasi." [ab/uh]
Oleh: VOA Indonesia
Sabtu, 19 Februari 2022
China Tetapkan Rencana Lima Tahun untuk Eksplorasi Luar Angkasa
BorneoTribun.com – Sejumlah astronom mengatakan sebuah roket milik China diperkirakan akan menabrak bulan pada 4 Maret mendatang. Itu adalah contoh terbaru kehadiran China di luar angkasa. Berita mengenai kemungkinan tabrakan itu muncul setelah Beijing menerbitkan cetak biru pengembangan satelit, eksplorasi ruang angkasa dan penempatan lebih banyak astronaut di orbit Bumi.
Para pakar memperkirakan Beijing dapat merealisasikan berbagai target yang ada dalam rencana lima tahunnya demi pengembangan luar angkasa, terlepas dari insiden tabrakan yang diprediksi tadi.
Program luar angkasa China akan menyaingi Rusia dan Amerika, terutama dalam hal komersialisasi teknologi luar angkasa, tambah mereka.
“China harus diwaspadai dalam hal peningkatan daya saing,” kata Marco Caceres, direkrut studi luar angkasa di perusahaan analisis pasar Teal Group. “Sebagiannya karena AS sempat berada jauh di depan, sehingga negara-negara seperti China, yang ekonominya tumbuh dengan sangat cepat, bisa menyusul.”
Bertemunya Masa Lalu dan Masa Depan
China meluncurkan satelit pertamanya tahun 1970 dan menempatkan orang China pertama di luar angkasa pada 2003, menjadi negara ketiga di dunia, setelah Rusia dan AS, yang mencapai tonggak sejarah tersebut. Pada 2019, pesawat ruang angkasa China melakukan pendaratan bersejarah di sisi jauh bulan. Beijing kini sedang dalam proses menambah stasiun luar angkasa, selain Tiangong, pada akhir tahun ini.
China dikeluarkan dari Stasiun Luar Angkasa Internasional, sebuah operasi kerja sama antara Eropa, AS, Rusia, Kanada dan Jepang, karena masalah keamanan nasional AS.
Selama lima tahun ke depan, program luar angkasa Beijing akan menempatkan orang-orang di luar angkasa dalam “tugas jangka panjang” untuk penelitian ilmiah, menyelesaikan temuan di Mars dan menjelajahi sistem Jupiter, menurut “Program Luar Angkasa China: A 2021 Perspective.”
Setengah dekade mendatang akan terjadi perbaikan sekaligus peningkatan kapasitas sistem transportasi luar angkasa, dan China akan “terus meningkatkan infrastruktur ruang angkasanya” melalui pengintegrasian penginderaan jauh, komunikasi, navigasi dan teknologi penentuan posisi satelit, ungkap dokumen tersebut.
China diperkirakan akan mewujudkan seluruh target tima tahunnya karena mereka telah mengerjakan itu semua selama satu dasawarsa terakhir atau lebih, dengan banyak dana pemerintah, kata para analis.
Laporan bulan Januari itu sebenarnya “menggabungkan” apa yang sudah mereka kerjakan, kata Richard Bitzinger, pengamat pertahanan dari Defense Budget Project, lembaga penelitian nirlaba di Washington. Secara teknis mungkin saja China dapat menambang bijih pada asteroid, kata Bitzinger, meskipun hal itu membutuhkan pengerjaan, seperti penjangkaran dan pengeboran, yang rumit.
Banyak target capaian dalam cetak biru itu dimaksudkan untuk menampilkan tujuan damai dan citra internasional yang positif, tambahnya. “Sebagian besar program luar angkasa berawak sifatnya simbolik,” kata Bitzinger. “Dari segi ekonomi, mereka jual rugi, tapi dalam hal menunjukkan kekuatan, program-program itu sempurna.”
Cetak biru itu menyebut bahwa misi-misi luar angkasa China di masa depan akan tetap “damai,” terlepas dari kecurigaan Washington bahwa program luar angkasa China akan diarahkan untuk tujuan militer.
Momentum komersial
Kemajuan dalam program luar angkasa China telah memungkinkan negara tersebut menjadi lebih “agresif”, kata Caceres, daripada AS dalam pemasaran satelit dan layanan peluncuran modern. Anggarannya mungkin tumbuh lebih cepat dibanding NASA, tambahnya. Peralatan terkait ruang angkasa China dapat ditemukan di Afrika, Asia dan Amerika Latin, ujar analis itu.
Negara-negara seperti Australia dan Jepang sudah menggunakan data penginderaan jauh berbasis ruang angkasa China setelah bencana alam. Rusia dan China secara tentatif setuju pada bulan September untuk membuka markas penelitian bulan gabungan.
“China menyerukan semua negara untuk bekerja sama membangun sebuah komunitas global masa depan dan melakukan pertukaran juga kerja sama mendalam di luar angkasa atas dasar kesetaraan, manfaat bersama, pemanfaatan secara damai dan pembangunan inklusif,” kata Kedutaan Besar China di Washington kepada VOA pada Rabu (16/2).
Beberapa negara yang secara geografis terletak paling dekat dengan China masih bertahan dengan teknologi luar angkasa AS, terlepas kesediaan China untuk terlibat, kata Alan Chong, lektor di S. Rajaratnam School of International Studies yang berbasis di Singapura.
Pemerintah Myanmar, misalnya, membenci China karena utang infrastruktur dan proyek-proyek yang orang anggap tidak relevan dengan kehidupan mereka, menurut temuan Pusat Studi Strategis dan Internasional yang berbasis di AS.
“Saya pikir situasinya cair, dan saya tidak merasa Asia Tenggara akan nyaman berada di orbit China,” ujar Chong. “Tentu saja kawasan itu tidak pernah seakrab sekarang dengan China dalam 15 tahun terakhir, tapi saya rasa AS masih punya kesempatan.” [rd/em]
Jumat, 11 Februari 2022
Lithuania Minta Bantuan AS untuk Hadapi China dan Rusia
Para tentara bersiap mengibarkan bendera AS dan Lithuania dalam upacara pembukaan kamp tentara AS di Pabrade, Lithuania, pada 30 Agustus 2021. (Foto: Reuters/Janis Laizans) |
BorneoTribun.com - Ketika Rusia membangun kekuatan di sepanjang wilayah perbatasannya dengan Ukraina dan pejabat China berusaha menghukum Lithuania karena membuka pintu untuk Taiwan, kepala komite pertahanan dan urusan luar negeri parlemen Lithuania meminta dukungan sekutunya di Washington.
Pesan mereka jelas yaitu Lithuania berselisih dengan dua penantang terkuat Amerika dan dukungan Amerika Serikat (AS) sangat penting untuk keberhasilannya dalam bertahan melawan agresi yang dilancarkan pihak Moskow dan Beijing.
“Minggu ini di Washington, kami membahas dua masalah. Salah satunya adalah keamanan, dan ini tentang Rusia, Ukraina, Belarusia, dan kawasan Baltik. Yang lainnya adalah (soal) China. Itu adalah masalah perdagangan, tetapi bukan hanya masalah perdagangan. Ini tentang keamanan kita juga,” kata Laima Liucija Andrikiene, ketua Komite Urusan Luar Negeri parlemen Lithuania kepada VOA saat ia dan rekan-rekannya menyelesaikan lawatannya selama seminggu ke Washington, pada Kamis (3/2) lalu.
Delegasi tersebut terdiri dari empat anggota parlemen yang bertanggung jawab atas keamanan nasional, pertahanan dan komite urusan luar negeri di parlemen Lithuania, yang dikenal sebagai Seimas. Mereka bertemu dengan anggota Senat dan kaukus negara Baltik di DPR AS, serta Senator Partai Demokrat Bob Menendez dan Senator Partai Republik James E. Risch, termasuk ketua dan anggota dari Komite Hubungan Luar Negeri Senat AS.
“Hal terbesar yang terjadi saat ini adalah pengerahan (pasukan) Rusia di sekitar Ukraina, itu menciptakan apa yang disebut ketidakpastian strategis, artinya skenario lain mungkin terjadi,” kata Laurynas Kasciunas, ketua Komite Keamanan dan Pertahanan Nasional. Baik melalui negosiasi atau “skenario militer”, tujuan Rusia adalah sama, katanya.
Ia mengatakan Moskow tidak hanya ingin "memiliki hak veto" untuk mencegah perluasan NATO ke arah timur, tetapi juga untuk "menciptakan NATO tingkat dua atau tiga, dengan keanggotaan kelas dua untuk negara-negara Baltik," yang berarti Lithuania, Latvia dan Estonia secara resmi akan tetap berada di NATO tetapi tanpa latihan militer dan pengerahan NATO di wilayah tersebut. [my/pp]
Oleh: VOA Indonesia