Berita Borneotribun.com: Artikel Hari ini
Tampilkan postingan dengan label Artikel. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Artikel. Tampilkan semua postingan

Kamis, 10 Juni 2021

Artikel : Mengenal SDGs Desa Yang Real By Name By Address


TPP Kemendesa, Bantaeng, Syam Story

Artikel Bantaeng, Sulsel Lahirnya kebijakan pemerintah melalui Kementerian Desa PDTT tentang Pendataan Desa berbasis ( Sustainable Development Goals ) SDGs Desa (Data Mikro/Detail) tidak serta merta direspon baik dan cepat oleh beberapa pihak khususnya pihak yang disentuh oleh kebijakan tersebut. 

Hal itu terjadi karena diduga banyak alasan yang melatari, seperti belum tahu tujuan pembangunan global yang sedang berlaku, atau belum memahami tujuan pembangunan nasional yang perlu didukung oleh pembangunan di Desa, atau belum memahami secara baik maksud dan tujuan SDGs Desa, atau SDGs Desa dianggap kebijakan yang mendadak dan langsung diterapkan secara nasional, atau SDGs Desa dianggap barang asing yang dipaksakan di Desa padahal tidak sesuai dengan kearifan lokal desa, dan masih banyak alasan lain semacamnya.

Tapi perlu kita pahami, bahwa definisi SDGs Desa adalah upaya terpadu Pembangunan Desa untuk percepatan pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan. 

Melalui Metodologi dan Pengukuran SDGs Desa oleh Gus Menteri Desa A. Halim Iskandar yang ingin membumikan SDGs Global menjadi tujuan pembangunan berkelanjutan dengan berdasar ; 
1. Implementasi SDGs Global di Indonesia dituangkan dalam Perpres 59/2017 tentang Pelaksanaan
Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan;
2. Merujuk Perpres 59/2017, maka disusun SDGs Desa; dan
3. SDGs Desa berkontribusi sebesar 74% terhadap pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan.

Seluruh aspek pembangunan harus dirasakan manfaatnya oleh warga desa tanpa ada yang terlewat (no one left behind). Pembangunan desa mengarah pada 18 tujuan pembangunan berkelanjutan. Generasi mendatang tetap menjadi bagian dari pelaksanaan dan pemanfaatan pembangunan desa. SDGs Desa sebagaimana dimaksud bertujuan untuk mewujudkan: 

1. Desa tanpa kemiskinan; 
2. Desa tanpa kelaparan; 
3. Desa sehat dan sejahtera;  
4. Pendidikan Desa berkualitas; 
5. Keterlibatan perempuan Desa; 
6. Desa layak air bersih dan sanitasi; 
7. Desa berenergi bersih dan terbarukan;
8. Pertumbuhan ekonomi Desa merata;
9. Infrastruktur dan inovasi Desa sesuai kebutuhan; 
10. Desa tanpa kesenjangan; 
11. Kawasan permukiman Desa aman dan nyaman; 
12. Konsumsi dan produksi Desa sadar lingkungan; 
13. Desa tanggap perubahan iklim; 
14. Desa peduli lingkungan laut; 
15. Desa peduli lingkungan darat;
16. Desa damai berkeadilan; 
17. Kemitraan untuk Pembangunan Desa; dan 
18. Kelembagaan Desa dinamis dan budaya Desa adaptif. 

Berdasarkan hal di atas, maka memang seharusnya perencanaan pembangunan di desa perlu mendukung tujuan pembangunan nasional yang berkelanjutan agar selaras dengan tujuan pembangunan berkelanjutan secara global. Untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan tersebut, maka diperlukan data base desa sesuai kondisi terkini desa secara obyektif melalui pelaksanaan Pendataan SDGs Desa berdasarkan ketentuan Permendesa PDTT Nomor 21 Tahun 2020 Tentang Pedoman Umum Pembangunan Desa dan Pemberdayaan Masyarakat Desa. 

Pendataan Desa adalah proses penggalian, pengumpulan, pencatatan, verifikasi dan validasi data SDGs Desa, yang memuat data objektif kewilayahan dan kewargaan Desa berupa aset dan potensi aset Desa yang dapat didayagunakan untuk pencapaian tujuan Pembangunan Desa, masalah ekonomi, sosial, dan budaya yang dapat digunakan sebagai bahan rekomendasi penyusunan program dan kegiatan Pembangunan Desa, serta data dan informasi terkait lainnya yang menggambarkan kondisi objektif Desa dan masyarakat Desa. 

Olehnya itu, mulai tahun 2021 pada proses perencanaan pembangunan desa untuk tahun 2022, data SDGs Desa sudah harus menjadi arah kebijakan Pembangunan Desa dan Pemberdayaan Masyarakat Desa. Penyusunan dan penyelarasan arah kebijakan Pembangunan Desa dan Pemberdayaan Masyarakat Desa dilakukan melalui Sistem Informasi Desa (SID). 

Sistem Informasi Desa adalah sistem pengolahan data kewilayahan dan data kewargaan di Desa yang disediakan Kementerian Desa PDTT serta dilakukan secara terpadu dengan mendayagunakan fasilitas perangkat lunak dan perangkat keras, jaringan, dan sumber daya manusia untuk disajikan menjadi informasi yang berguna dalam peningkatan efektivitas dan efisiensi pelayanan publik serta dasar perumusan kebijakan strategis Pembangunan Desa.

Data SDGs Desa tetap menjadi milik Desa dan Kementerian Desa dapat mengolah dan menjadikan acuan data SDGs desa melalui SID untuk melahirkan kebijakan yang sesuai kebutuhan masyarakat desa untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan. Sehingga desa memiliki Peta Jalan SDGs Desa sebagai dokumen rencana yang memuat kebijakan strategis dan tahapan pencapaian SDGs Desa sampai dengan tahun 2030. 

Karena sudah menjadi kebijakan pemerintah, maka pemerintah daerah provinsi dan pemerintah daerah kabupaten/kota harus mendorong dan melakukan pembinaan kepada pemerintah desa untuk melaksanakan proses tahapan SDGs Desa mulai dari sosialisasi kebijakan SDGs Desa, Pembentukan dan pembekalan pokja relawan pendataan desa, pelaksanaan pendataan desa secara detail by name by address berbasis di tingkat RT, rapat mingguan evaluasi hasil pendataan desa, sampai pelaksanaan musyawarah desa insidental/khusus tentang penetapan data SDGs Desa tahun 2021 dengan disertai Berita Acara atau keputusan kepala desa.

Perlu dipahami pula bahwa pendataan SDGs desa terdiri atas pendatan desa tahap awal dan pendataan desa tahap pemutakhiran. Sehingga perintah Pendataan SDGs Desa saat ini merupakan pendataan desa tahap awal untuk mendapatkan data dasar SDGs Desa secara real sesuai kondisi obyektif desa. Hasil pendataan desa tahap awal sebagai data dasar SDGs Desa harus dimutakhirkan setiap 6 (enam) bulan. Pemutakhiran data SDGs Desa merupakan tanggung jawab kepala Desa sesuai ketentuan Pasal 19 Permendesa PDTT Nomor 21 Tahun 2020. 

Tanpa data dasar SDGs Desa yang valid sesuai kondisi terkini desa dan model pendataan sesuai ketentuan dari Kementerian Desa, maka desa akan kehilangan data dasar yang menjadi acuan arah kebijakan pembangunan desa dan pemberdayaan masyarakat desa sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Bagaimana pun juga, pola perencanan pembangunan desa dan pemberdayaan masyarakat desa berdasarkan ketentuan dari Kementerian Desa PDTT, sehingga bisa akan menyulitkan pemerintah desa dalam proses perencanaan pembangunan desa ketika data dasar SDGs desa yang valid sesuai kondisi obyektif desa tahun 2021 tidak tersedia dalam sistem informasi desa (SID) yang dikelola oleh kemendesa PDTT.

Lalu bagaimana pendamping desa dan kepala desa bisa menjamin bahwa pokja relawan pendataan desa melakukan pendataan secara real by name by address di setiap rumah warga?

Terkait hal tersebut, secara teknis sudah disampaikan dan disepakati pada saat pembekalan pokja relawan pendataan desa. Bahwa kami membentuk grup khusus pendataan SDGs desa oleh masing-masing desa dengan memanfaatkan aplikasi Telegram. Melalui grup pendataan pada aplikasi Telegram tersebut, pokja mengirim secara realtime bukti pendukung hasil pelaksanaan pendataannya pada setiap rumah dengan mengirimkan bukti dokumentasi berupa:
1. Foto tampak depan rumah warga,
2. Foto kepala keluarga/anggota,
3. Foto wawancara warga responden, dan
4. Titik koordinat lokasi rumah warga

Dengan pengirimaan data pendukung seperti di atas secara realtime, maka pemantauan pendataan semakin mudah oleh pendamping desa dan admin desa (kepala desa dan sekretaris desa) dan dapat menjamin proses pendataan dilaksanakan secara faktual. Sekaligus data tersebut di atas dapat menjadi bukti penguatan pelaksanaan pendataan secara real di lapangan.

Selain itu, kami juga memastikan proses pendataan desa berjalan sesuai SOP melalui pelaksanaan rapat evaluasi setiap pekan sesuai hari yang telah ditentukan oleh pokja relawan pendataan desa pada saat pembekalan. Pada setiap rapat mingguan itulah, pokja relawan pendataan desa mencek, menverifikasi, menvalidasi dan mengkoreksi input data yang salah atau tidak sesuai dengan kondisi obyektif desa. 

Serta menindaklanjuti rekomendasi yg dihasilkan pada rapat mingguan tersebut, misalkan hasil evaluasi ditemukan oleh pokja relawan bahwa ada warga yang belum memiliki KTP, maka direkomendasikan kepada Kasi Pemerintahan desa dan/atau Koordukcapil desa untuk mengurus adminduk warga yang bersangkutan ke kantor dinas kependudukan dan pencatatan sipil untuk dibuatkan KTPnya. Dengan adanya rapat evaluasi mingguan oleh pokja relawan dengan melibatkan pendamping desa, maka kita akan mengetahui progress pelaksanaan pendataan desa tetap berjalan di lapangan.

Oleh : Syam Story ( TPP Kemendesa, Bantaeng )

Editor : R. Hermanto




Rabu, 29 April 2020

Dilema dan retorika dilanda wabah corona " Bagian III "

Penulis : Robiantinus Hermanto ( Editor Borneotribun )


         Fhoto : Ilustrasi


Bagian III : Anjuran dan kepatuhan

BORNEOTRIBUN I ARTIKEL - Dilema yang dirasakan masyarakat terdampak corona tentunya beralasan, dengan adanya anjuran pemerintah untuk mengisolasikan diri demi memutus mata rantai penyebaran wabah corona membuat semua aktivitas masyarakat menjadi terbatas. Sedangkan bantuan yang diberikan pemerintah pun dinilai belum mencukupi selama anjuran tersebut masih diberlakukan.

Bahkan, efektifitas pengawasan yang diberikan satuan gugus tugas penanganan wabah coronavirus disease ( covid-19 ) pun masih diragukan. Meskipun hampir semua lintas sektoral telah bekerjasama seperti dengan adanya pembuatan pos penjagaan perbatasan, pemblokiran akses transportasi serta pembatalan penerbangan disetiap bandara pun masih juga kecolongan dengan adanya sejumlah masyarakat yang berdatangan dari daerah yang diduga terjangkit yang tak mematuhi himbauan yang telah diumumkan pemerintah.

Ditambah lagi dengan rendahnya tingkat kepatuhan masyarakat akan anjuran pemerintah sehingga sangat rentan sekali bagi masyarakat lainnya akan terjangkit wabah mematikan tersebut.

Dengan adanya peristiwa tersebut membuat masyarakat yang berada dilingkunan alamat tujuan yang bersangkutan pun menjadi semakin gelisah, apalagi untuk ditingkat daerah harus menunggu dalam waktu yang cukup lama untuk kepastian kondisi kesehatan pasca dilakukan pemeriksaan oleh petugas penanganan covid karena hasil tes tersebut harus dikirim ke jakarta.

Bukan hanya itu, terkadang karena terbentur perekonomian karena begitu lamanya kepastian tersebut membuat sebagian masyarakat terkadang harus nekat untuk tetap bekerja diluar demi memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarganya.

" bukan kami tak patuh dengan anjuran pemerintah tentang kesehatan kami, tapi semua bantuan belumlah cukup dengan kebutuhan keluarga kami ".

Bersambung ke bagian IV........

Selasa, 28 April 2020

Dilema dan retorika dilanda wabah corona " Bagian II "

Penulis : Robiantinus Hermanto ( Editor Borneotribun )

         Fhoto : Ilustrasi

 Bagian II : Corona dan bantuan sembako

BORNEOTRIBUN I ARTIKEL - Wabah corona memang bukanlah wabah penyakit seperti layaknya penyakit berbahaya lainnya seperti kanker, tumor, diabetes, DBD, dan atau jenis penyakit lainnya yang sudah cukup banyak memakan korban jiwa didunia ini.

Tapi dengan adanya wabah corona, membuat hampir semua aktivitas masyarakat terhenti dan bahkan melumpuhkan perekonomian masyarakat mulai dari melonjaknya harga sejumlah bahan pokok dan anjloknya harga komoditi yang selama ini sebagai sumber dongkrak perekonomian masyarakat.

Rintihan dan keluhan masyarakat pun mulai terngiang ditelinga para pemimpin negara, sehingga terkadang program-program yang telah direncanakan oleh pemerintah dengan bijaksana masih saja menuai kritikan oleh sebagian kalangan yang merasa belum terjamah oleh kebijakan tersebut.

Betapa tidak, simalakama juga dirasakan oleh pemegang kebijakan. Ditengah minimnya anggaran yang terserap dan harus membuat kebijakan baru lagi karena wabah yang kian merebak dan tak tau entah kapan bencana ini akan berakhir sehingga semua aktivitas menjadi normal kembali.

Salah satu kebijakan pemerintah yang cukup menuai kritikan yakni belum meratanya bantuan sembako yang diberikan karena dalam penyalurannya belum begitu tepat sasaran, ditambah lagi dengan larangan mudik bagi warga yang merantau karena seharusnya seperti sebelumnya di_momen hari yang penuh berkah khususnya bulan ramadhan umat muslim seharusnya sudah bersilahturahmi bersama orang tua dan sanak keluarga didaerah asalnya.

Tapi, sebagai masyarakat hendaknya kita semua harus taat dan patuh akan kebijakan tersebut demi kesehatan kita bersama dan keluarga".

Bukan hanya pemerintah pusat, pemerintah daerah hingga pemerintahan desa bersama instansi terkait pun harus rela dengan adanya pemotongan anggaran yang telah direncanakan dialokasikan untuk penanganan wabah mematikan tersebut.

Dengan adanya bantuan yang diberikan pemerintah, terkadang membuat masyarakat mengabaikan anjuran pemerintah untuk menjaga jarak ( social distancing ).


Bersambung ke bagian III.......

Senin, 27 April 2020

Dilema dan retorika dilanda wabah corona " bagian - I "





Penulis : Robiantinus Hermanto ( Editor Borneotribun )


" Kebijakan dan perjuangan tenaga medis "

BORNEOTRIBUN I ARTIKEL - Ditengah fokusnya perhatian pemerintah dalam upaya memutus mata rantai penyebaran coronavirus disease ( covid-19 ) mulai dari penggelontoran anggaran yang melejit dan upaya lainnya, masih ada juga oknum yang berupaya memplintirkan dengan berbagai ungkapan.

Pemerintah pun terus memutar otak jeniusnya untuk menangkal penyebaran dengan membuat begitu banyak kebijakan sosial demi kesehatan penduduk diwilayahnya masing-masing seperti menyediakan Rumah sakit darurat, apd, sembako bagi masyarakat yang terdampak, tenaga medis, relawan, disinfektan dan masih banyak lagi upaya lainnya, terutama wilayah perbatasan luar negeri.

Para tenaga medis pun harus bekerja ekstra dengan mengemban tugas sebagai garda terdepan yang harus mempertaruhkan nyawanya sendiri dan kontak langsung dengan pasien yang diduga terinfeksi dan bahkan yang sudah didiagnosa positif pun masih ditangani hingga pasien bisa tersenyum dapat berkumpul kembali bersama keluarganya.

Dibalik perjuangan para pahlawan kesehatan tersebut masih saja dinilai salah dan diplintirkan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab sebagai upaya memperkaya diri dan menguntungkan para pejabat. 
Padahal, dalam kebijakan yang telah dibuat tersebut sudah cukup memperhatikan semua kalangan termasuk membagikan sembako kepada masyarakat tanpa tebang pilih.

Bukan hanya itu, ada juga segelintir orang yang memanfaatkan kondisi tersebut dengan berlomba-lomba mencari simpatik dari masyarakat dengan dalih dermawan yang baik hati.

Parahnya, semua aksi sosial tersebut dimoderatori oleh oknum yang berkepentingan dan apalagi datangnya wabah mematikan yang menggemparkan masyarakat secara global di seluruh dunia ditengah gejolak akan bergulirnya rudal politik di_indonesia.

Hingga ditetapkannya status siaga darurat di_indonesia membuat presiden harus membuat berbagai kebijakan sosial berskala besar seperti dispensasi untuk pelanggan PLN yang bersubsidi serta memberi kebijakan dispensasi penundaan pembayaran angsuran kredit bagi masyarakat terdampak wabah covid-19.

" Dan semua itu belumlah cukup ".

Bersambung ke bagian II........

Hukum

Peristiwa

Kesehatan

Pendidikan

Kalbar

Tekno