Jakarta - Dokter spesialis obstetri ginekologi konsultan onkologi RSK Dharmais dr. Widyorini Lestari Hanafi Sp.OG(K)Onk mengatakan skrining Human Papillomavirus (HPV) harus tetap dilakukan meskipun hanya memiliki satu pasangan (single partner) atau jika suami sudah lama meninggal.
“Terjadinya infeksi virus sampai kanker serviks butuh waktu 15 tahun, kalo suami meninggal lama, jangan tidak skrining, karena mungkin kalau sudah terinfeksi virus kalau suami meninggal bisa terjadi kanker serviks,” kata dokter yang disapa Wini dalam diskusi mengenai kanker serviks di Jakarta, Selasa.
Wini mengatakan, faktor risiko utama penularan virus HPV adalah dari sanggama atau hubungan seksual aktif. Meski hanya memiliki satu pasangan, risiko tertular HPV tetap ada. Risiko lainnya juga bisa terjadi pada wanita yang memiliki lebih dari satu pasangan seksual dapat meningkatkan terjangkitnya virus HPV.
Ia mengatakan, gejala sampai menjadi kanker serviks butuh waktu yang lama kurang lebih 15 tahun. Pada saat sudah menjadi kanker akan muncul gejala seperti nyeri pinggul, keluar darah di luar tanggal menstruasi atau berdarah saat sanggama dan keputihan.
“Gejalanya tidak terlihat, kalau menimbulkan gejala biasanya sudah stadium berat, kalau datang ke dokter keluar darah di luar haid atau sanggama keluar darah itu artinya sudah terkena kanker serviks,” katanya.
Menurut data Globocan tahun 2022, Kanker serviks merupakan jenis kanker yang terjadi pada wanita dengan jumlah penderita terbanyak ke 4 (6,9 persen) di dunia dan ke 2 di indonesia (17,8 persen).
Secara global berdasarkan WHO tahun 2019 kasus kematian kanker serviks pada tahun 2018 sebanyak 311.000 wanita, artinya setiap 2 menit ada satu wanita meninggal karena kanker serviks.
Maka itu, ia mendorong setiap wanita melakukan skrining untuk mendeteksi adanya virus sejak awal dengan tes HPV DNA, yang saat ini sudah bisa dilakukan secara mandiri, yang sedang dilakukan oleh RS Kanker Dharmais bersama dengan Pusat Kanker dari Amerika.
“Pengambilan HPV DNA dikerjakan juga oleh dokter tapi untuk mengurangi rasa malu kita sekarang bisa mengambil (sampel) sendiri, tes mandiri ini sensitivitasnya 90 persen, kalo negatif artinya nggak ada virus, bisa diulang 10 tahun lagi,” kata Wini.
Ia berharap adanya pilot project ini bisa memenuhi cakupan skrining lebih banyak karena rasa malu jadi kendala wanita dalam melakukan tes HPV, terutama di negara berkembang.
Pewarta : Fitra Ashari/ANTARA
*BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS