![]() |
Peran Strategis Pemda dalam Modernisasi Administrasi Pertanahan: Menteri ATR/BPN Ajak Kepala Daerah Jateng Bersinergi. |
Semarang – Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, menggelar dialog terbuka bersama para kepala daerah se-Jawa Tengah untuk membahas langkah-langkah strategis dalam mendukung sistem pertanahan yang lebih modern dan transparan. Pertemuan ini berlangsung di Kantor Gubernur Jawa Tengah pada Kamis (17/04/2025) dan dihadiri oleh gubernur, bupati, serta wali kota dari berbagai daerah di provinsi tersebut.
Dalam kesempatan itu, Menteri Nusron menekankan pentingnya kolaborasi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah (Pemda) dalam menjalankan Paradigma Administrasi Pertanahan Modern. Menurutnya, paradigma ini menjadi pijakan penting dalam menciptakan sistem pertanahan yang adil, transparan, dan mampu mendukung pertumbuhan investasi serta pembangunan berkelanjutan.
Empat Pilar Utama Administrasi Pertanahan Modern
Menteri Nusron menjelaskan bahwa paradigma modern ini terdiri dari empat klaster utama, yaitu:
-
Land Tenure (Kepemilikan Tanah): Menyangkut legalitas dan status hukum tanah, termasuk program sertifikasi, penyelesaian sengketa, dan Reforma Agraria.
-
Land Value (Nilai Tanah): Berhubungan dengan penilaian harga tanah secara objektif.
-
Land Use (Pemanfaatan Tanah): Mengatur penggunaan tanah sesuai peruntukan dalam rencana tata ruang.
-
Land Development (Pengembangan Tanah): Fokus pada pemanfaatan dan pembangunan tanah yang sesuai dengan peraturan lingkungan dan tata ruang.
“Keempat klaster ini adalah fondasi dari sistem pertanahan yang ideal. Pemerintah daerah memegang peran penting dalam implementasinya,” jelas Menteri Nusron.
Kepala Daerah dan Peran Penting dalam Reforma Agraria
Lebih lanjut, Menteri Nusron menyoroti peran kepala daerah, terutama bupati dan gubernur, dalam menyukseskan Reforma Agraria. Mereka, kata dia, merupakan pimpinan dari Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) di daerah masing-masing.
“Tanpa peran aktif kepala daerah, program Reforma Agraria tidak akan berjalan optimal. Mulai dari pendataan, verifikasi subjek dan objek tanah, hingga penyelesaian konflik agraria, semua membutuhkan dukungan penuh dari Pemda,” ujarnya.
Ia juga menekankan peran vital kepala desa dalam memastikan keabsahan dokumen pertanahan seperti Surat Keterangan Tanah (SKT). Menurutnya, banyak konflik tanah bermula dari SKT yang tidak valid atau tidak memiliki dasar hukum yang kuat.
“Validitas SKT harus menjadi perhatian bersama. Ini langkah awal agar tidak terjadi konflik di kemudian hari,” tegasnya.
Edukasi Nilai Tanah dan Pemanfaatan Data ZNT
Dalam aspek nilai tanah, Menteri Nusron menekankan pentingnya pemahaman tentang Zona Nilai Tanah (ZNT) dan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). Ia menyebutkan bahwa ZNT akan dijadikan acuan resmi pemerintah dalam menilai tanah dan akan diperbarui setiap tiga tahun. Sedangkan NJOP, yang menjadi dasar pengenaan pajak, diperbarui setiap tahun.
“ZNT dan NJOP memiliki fungsi berbeda. Oleh karena itu, pemerintah daerah perlu mengedukasi masyarakat agar memahami perbedaan ini. Sosialisasi secara rutin sangat diperlukan,” ungkapnya.
Tata Ruang dan Izin Pembangunan yang Berkelanjutan
Dalam klaster pemanfaatan tanah (land use), Menteri Nusron meminta agar Pemda lebih aktif dalam menyusun dan mengimplementasikan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR). Dokumen ini menjadi dasar penting dalam menentukan peruntukan suatu lahan, baik untuk permukiman, pertanian, industri, maupun konservasi lingkungan.
Sementara itu, untuk klaster pengembangan tanah (land development), ia menegaskan pentingnya pengendalian pembangunan. Hal ini dilakukan melalui instrumen seperti Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR) dan Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) yang berbasis pada regulasi tata ruang dan aspek lingkungan.
Solusi BPHTB untuk Masyarakat Kurang Mampu
Dalam sesi dialog, Menteri Nusron juga menyampaikan masukan dan solusi terkait hambatan pelaksanaan program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL), terutama soal keterbatasan kemampuan masyarakat membayar Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).
Ia mengusulkan agar kepala daerah di Jawa Tengah bisa meniru langkah yang telah diambil oleh Pemerintah Provinsi Jawa Timur, di mana gubernurnya menerbitkan surat edaran kepada bupati dan wali kota untuk membebaskan BPHTB bagi warga miskin ekstrem yang menerima sertifikat tanah melalui program PTSL.
“Ini langkah nyata keberpihakan kepada masyarakat kecil. Saya harap kebijakan serupa bisa diterapkan di Jawa Tengah agar lebih banyak warga bisa mendapatkan kepastian hukum atas tanah yang mereka miliki,” katanya mengakhiri.
Pertemuan ini menjadi momentum penting untuk memperkuat sinergi antara pusat dan daerah dalam membangun sistem pertanahan yang inklusif dan adaptif terhadap kebutuhan zaman. Dengan dukungan penuh dari Pemda, diharapkan berbagai program strategis dalam sektor pertanahan bisa berjalan lebih cepat, efisien, dan tepat sasaran.
*BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS