![]() |
Marquez hingga Pecco Bagnaia Angkat Bicara soal Penalti Vinales dan Ketatnya Aturan Tekanan Ban MotoGP. |
JAKARTA - Peraturan tekanan ban di MotoGP kembali menjadi sorotan besar setelah insiden yang menimpa pembalap Tech3 KTM, Maverick Vinales. Ia tampil luar biasa di Grand Prix Qatar, naik dari posisi keenam untuk memimpin balapan, dan akhirnya finis di posisi kedua.
Namun sayangnya, podium impian itu harus sirna karena penalti aturan tekanan ban. Hasil akhirnya? Vinales terlempar ke posisi ke-14.
Kejadian ini membuat sejumlah pembalap papan atas buka suara. Mereka merasa aturan ini tidak perlu diubah, tapi tetap mempertanyakan penerapannya di lintasan.
Apa sebenarnya yang terjadi? Kenapa aturan tekanan ban ini jadi begitu krusial, dan apakah benar-benar adil untuk semua pembalap?
Aturan Tekanan Ban: Sekilas Penjelasan
Saat ini, regulasi MotoGP mengatur bahwa tekanan minimum pada ban depan adalah 1.8 bar, dan tekanan itu harus dipertahankan minimal selama 60% dari total balapan. Jika tekanan ban tidak memenuhi standar tersebut, pembalap akan mendapatkan penalti waktu tambahan. Dalam kasus Vinales, ia diberi penalti 16 detik, yang langsung menjatuhkannya dari posisi dua besar.
Masalah muncul karena Vinales diperkirakan akan bertarung di tengah kerumunan pembalap, sehingga tekanan bannya disesuaikan untuk situasi tersebut. Tapi ternyata, dia langsung melesat ke depan dan memimpin balapan di udara terbuka (free air), yang menyebabkan tekanan ban tidak naik sesuai ekspektasi tim.
Beberapa pembalap ternama menyuarakan opini mereka terkait kejadian ini. Salah satunya adalah Marc Marquez, yang kini memperkuat Gresini Racing. Menurut Marquez, aturan ini memang penting untuk keamanan, namun ada ruang untuk melakukan penyesuaian kecil.
“Masalah utamanya adalah keselamatan, seperti yang ditekankan oleh Michelin. Tapi mungkin kita bisa diskusi soal persentase jarak tempuhnya. Mungkin nggak perlu 60%, bisa dikurangi kalau memang masih aman,” ujar Marquez menjelang GP Spanyol.
Marc Marquez sendiri pernah melakukan manuver yang cukup strategis saat balapan di Thailand. Di sana, ia sengaja memperlambat lajunya agar tekanan ban bisa naik dan menghindari penalti serupa. Hal ini menunjukkan bahwa pembalap saat ini harus berpikir ekstra bukan hanya soal kecepatan, tapi juga cara ‘mengakali’ aturan yang ada.
Berbeda dengan Marquez, juara dunia Francesco “Pecco” Bagnaia lebih tegas. Menurutnya, aturan sudah ada dan harus diikuti.
“Aturannya sudah jelas, dan tujuannya untuk keselamatan. Dulu kita memang balapan dengan tekanan ban lebih rendah, tapi batas yang diterapkan di Qatar masih cukup rendah kok. Jadi saya rasa ini bukan masalah besar,” ucap Pecco.
Sementara itu, Alex Marquez, adik Marc, menambahkan bahwa detail seperti ini justru jadi bagian dari kompetisi.
“Mungkin threshold atau persentasenya bisa disesuaikan sedikit. Tapi, pada akhirnya ini adalah bagian dari kompetisi. Kita semua tunduk pada aturan yang sama.”
Regulasi tekanan ban ini memang digagas oleh Michelin, pemasok ban resmi MotoGP, demi alasan keselamatan. Ban dengan tekanan yang terlalu rendah bisa berisiko lebih besar untuk mengalami kerusakan atau bahkan pecah, terutama di kecepatan tinggi.
Namun di sisi lain, tekanan ban yang lebih rendah seringkali memberikan traksi yang lebih baik, terutama di tikungan. Ini berarti ada trade-off antara performa dan keamanan, yang tentunya tidak mudah diatur dalam skenario balapan yang dinamis dan penuh variabel.
Fakta bahwa penalti seperti ini baru menimpa pembalap yang tampil impresif tentu mengundang simpati dari banyak pihak. Penonton pun merasa kecewa ketika pembalap seperti Vinales yang menunjukkan performa luar biasa harus kehilangan posisi karena hal teknis yang tidak sepenuhnya bisa dikontrol dari atas motor.
Sejauh ini, belum ada tanda-tanda aturan ini akan dicabut atau diubah secara drastis. Namun diskusi soal pengurangan persentase jarak tempuh (dari 60% jadi mungkin 50% atau bahkan 40%) mulai muncul. Tujuannya adalah memberikan ruang gerak lebih bagi tim dan pembalap untuk mengatur strategi mereka, terutama dalam situasi tak terduga seperti yang dialami Vinales.
Yang jelas, keputusan-keputusan seperti ini akan terus memicu debat di antara tim, pembalap, bahkan penggemar. Bagi para pembalap, yang mereka inginkan adalah aturan yang adil, bisa diprediksi, dan tetap mengutamakan keselamatan, tanpa mengorbankan esensi balapan itu sendiri.
Kontroversi yang dialami Maverick Vinales di GP Qatar jadi pengingat bahwa dunia balap bukan hanya soal siapa yang tercepat, tapi juga soal siapa yang paling cermat memahami dan menyesuaikan diri dengan aturan. Meskipun aturan tekanan ban dibuat demi keselamatan, pembalap dan tim butuh fleksibilitas agar balapan tetap seru dan kompetitif.
Alih-alih menghapus aturan, mungkin saatnya MotoGP dan Michelin duduk bareng untuk merevisi angka-angka yang digunakan, tanpa melupakan alasan utama kenapa aturan itu ada. Karena di ujung hari, MotoGP bukan cuma soal teknologi dan kecepatan tapi juga tentang keadilan, keberanian, dan bagaimana manusia menghadapi tantangan dalam kondisi ekstrem.
*BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS