Pontianak - Majelis Adat Budaya Melayu (MABM) Kalimantan Barat (Kalbar) menegaskan komitmennya dalam melestarikan nilai-nilai luhur budaya Melayu di tengah tantangan globalisasi dan perkembangan zaman, dengan terus memperkuat peran sebagai penjaga harmoni sosial dan identitas budaya lokal.
"Budaya Melayu tidak hanya tercermin dari aspek fisik, seperti bangunan atau festival, juga sebagai sistem nilai dan panduan hidup masyarakat," kata Ketua Umum MABM Kalbar Chairil Effendi saat membuka kegiatan Milad ke-28 MABM Kalbar di Pontianak, Jumat.
Dia mengatakan budaya Melayu adalah cerminan kepribadian dan martabat. Tantangan terbesar saat ini adalah lunturnya adab akibat kuatnya pengaruh budaya materialistik dan permisif di era digital.
Ia menjelaskan sejak berdiri pada 11 April 1997, MABM Kalbar telah mendirikan rumah adat Melayu di 10 kabupaten/kota, secara konsisten menyelenggarakan Festival Melayu tahunan, serta aktif dalam menghidupkan kembali budaya lokal di berbagai pelosok daerah.
Meski banyak berkontribusi, Chairil mengakui masih terdapat berbagai keterbatasan, terutama dalam hal sarana dan prasarana.
Ia mengajukan permohonan kepada Pemerintah Provinsi Kalbar untuk membantu revitalisasi Balai Musyawarah Wisma Ria, gedung bersejarah tempat berbagai kegiatan MABM yang telah berusia lebih dari 20 tahun, serta mendukung pelaksanaan Festival Melayu ke-14 pada tahun 2026.
Di tempat yang sama, Gubernur Kalimantan Barat Ria Norsan menyampaikan apresiasi terhadap peran strategis MABM Kalbar dalam menjaga kerukunan antar-etnis dan memperkuat jati diri budaya daerah.
"Majelis Adat Budaya Melayu Kalimantan Barat merupakan mitra penting pemerintah dalam membina kebersamaan dan menanamkan nilai-nilai kebangsaan di tengah masyarakat," kata Ria Norsan.
Ia menegaskan bahwa pembangunan daerah tidak hanya berfokus pada aspek infrastruktur, tetapi juga pada penguatan karakter melalui kebudayaan.
Dia menambahkan Pemerintah Provinsi Kalbar siap memberikan dukungan terhadap upaya pelestarian budaya Melayu, termasuk dalam bentuk bantuan revitalisasi gedung dan penyelenggaraan kegiatan kebudayaan.
"Festival budaya bukan sekadar seremoni, tapi merupakan ruang edukasi, ekspresi, dan diplomasi budaya yang sangat penting bagi generasi muda," kata Ria Nosan.
Ia berharap kolaborasi antara MABM dan pemerintah daerah terus diperkuat, khususnya dalam pelestarian nilai-nilai budaya, edukasi multikultural di sekolah-sekolah, serta digitalisasi arsip budaya sebagai bagian dari pelestarian berbasis teknologi.
"Jangan sampai budaya kita hanya menjadi artefak. Budaya harus hidup dalam perilaku, dalam narasi, dan dalam semangat generasi muda," katanya.
Pewarta : Rendra Oxtora/ANTARA
*BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS