Kasus Dugaan Pelecehan oleh Dokter Muda UI: Korban Alami Trauma Berat, Polisi Bertindak Tegas | Borneotribun.com

Sabtu, 19 April 2025

Kasus Dugaan Pelecehan oleh Dokter Muda UI: Korban Alami Trauma Berat, Polisi Bertindak Tegas

Kasus Dugaan Pelecehan oleh Dokter Muda UI Korban Alami Trauma Berat, Polisi Bertindak Tegas
Kasus Dugaan Pelecehan oleh Dokter Muda UI: Korban Alami Trauma Berat, Polisi Bertindak Tegas.

JAKARTA - Sebuah kasus yang mengejutkan dunia pendidikan dan kesehatan Indonesia kembali mencuat ke publik. Seorang dokter muda yang sedang menjalani Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) di Universitas Indonesia (UI) resmi ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan tindak asusila terhadap mahasiswa praktik kerja lapangan (PKL). Kasus ini pun langsung ditangani serius oleh pihak kepolisian.

Pelaku berinisial MAES kini telah diamankan dan resmi menjadi tahanan Polres Metro Jakarta Pusat sejak Rabu, 17 April 2025. 

Informasi ini disampaikan langsung oleh Kapolres Metro Jakarta Pusat, Kombes Pol. Susatyo Purnomo Condro, pada Jumat (18/4/2025).

Modus Mengintip dan Merekam Korban di Kosan

Dalam konferensi pers yang digelar, Kapolres menjelaskan bahwa dugaan tindakan asusila ini dilakukan dengan cara yang sangat tidak etis. 

Tersangka diduga mengintip salah satu mahasiswa PKL berinisial SS (19) yang saat itu sedang mandi di kamar kos di kawasan Cempaka Putih, Jakarta Pusat.

Tak hanya mengintip, tersangka juga diduga merekam momen tersebut menggunakan kamera ponsel pribadinya. Aksi ini dilakukan secara diam-diam tanpa sepengetahuan korban. 

Ketika perbuatan tersebut terungkap, korban mengalami syok berat dan hingga kini masih dalam kondisi trauma.

"Korban sangat terguncang secara psikologis. Saat ini dia sedang mendapatkan pendampingan dari pihak kampus dan juga psikolog profesional," ujar Kombes Pol. Susatyo.

Penyelidikan Cepat dan Bukti yang Kuat

Polisi bergerak cepat begitu menerima laporan dari korban. Dalam waktu singkat, penyidik berhasil mengamankan barang bukti berupa ponsel milik tersangka yang diduga digunakan untuk merekam perbuatan tak senonoh tersebut.

Pihak penyidik juga sudah memeriksa empat orang saksi yang mengetahui latar belakang kasus ini, serta melibatkan satu ahli pidana untuk memperkuat proses hukum.

"Setelah melalui serangkaian pemeriksaan dan pengumpulan alat bukti, kami akhirnya menetapkan MAES sebagai tersangka," ungkap Kapolres.

Jeratan Hukum Menanti Tersangka

MAES kini dijerat dengan Pasal 29 juncto Pasal 4 ayat (1) dan Pasal 35 juncto Pasal 9 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi. Ancaman hukuman yang bisa dijatuhkan cukup berat, yaitu maksimal 12 tahun penjara.

Undang-undang ini memang dibuat untuk melindungi masyarakat dari tindakan pornografi yang meresahkan dan merusak moral. 

Dengan dasar hukum yang kuat, polisi berharap proses peradilan nantinya bisa berjalan adil, baik bagi korban maupun untuk tersangka.

Kasus ini tentu memicu reaksi dari masyarakat, khususnya di kalangan akademisi dan dunia medis. Banyak yang menyayangkan tindakan tidak pantas yang dilakukan oleh seseorang yang sedang menempuh pendidikan sebagai dokter spesialis, apalagi di kampus sebesar Universitas Indonesia.

Hingga saat ini, pihak UI belum memberikan pernyataan resmi secara terbuka mengenai sanksi akademik terhadap tersangka. 

Namun sejumlah sumber internal menyebutkan bahwa MAES akan dibekukan sementara dari seluruh aktivitas akademik hingga proses hukum selesai.

Beberapa organisasi mahasiswa pun menyuarakan keprihatinan dan mendesak pihak kampus untuk memberikan perlindungan maksimal terhadap korban, serta melakukan evaluasi sistem pengawasan dalam aktivitas PKL mahasiswa.

Kasus ini membuka mata banyak pihak tentang pentingnya sistem perlindungan yang lebih ketat untuk mahasiswa yang sedang menjalani praktik di luar kampus. 

Mahasiswa PKL kerap berada di lingkungan baru dan berinteraksi dengan banyak orang dari berbagai latar belakang. 

Tanpa pengawasan dan perlindungan yang memadai, mereka bisa menjadi sasaran tindak pelecehan atau kekerasan lainnya.

Sudah saatnya institusi pendidikan dan lembaga terkait menaruh perhatian lebih besar pada aspek keamanan dan kenyamanan mahasiswa saat menjalani kegiatan di luar kampus. 

Pengawasan harus ditingkatkan, dan setiap laporan harus ditangani dengan serius dan transparan.

Kasus ini menjadi pengingat bahwa kejahatan seksual bisa terjadi di mana saja, bahkan di lingkungan yang dianggap terhormat sekalipun. 

Oleh karena itu, penting bagi kita semua untuk saling menjaga dan tidak ragu melaporkan setiap tindakan yang mencurigakan atau merugikan secara psikologis maupun fisik.

Jika kamu atau orang di sekitarmu mengalami kejadian serupa, jangan diam. Laporkan kepada pihak berwenang dan cari bantuan secepatnya. Suara kamu penting dan bisa menyelamatkan banyak orang lainnya.

*BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS

  

Bagikan artikel ini

Tambahkan Komentar Anda
Komentar

Konten berbayar berikut dibuat dan disajikan Advertiser. Borneotribun.com tidak terkait dalam pembuatan konten ini.