Kasus Dokter Cabul di Garut: Polisi Tetapkan Tersangka, Korban Dapat Pendampingan Psikologis | Borneotribun.com

Jumat, 18 April 2025

Kasus Dokter Cabul di Garut: Polisi Tetapkan Tersangka, Korban Dapat Pendampingan Psikologis

Kasus Dokter Cabul di Garut Polisi Tetapkan Tersangka, Korban Dapat Pendampingan Psikologis
Kasus Dokter Cabul di Garut: Polisi Tetapkan Tersangka, Korban Dapat Pendampingan Psikologis.

JABAR - Kasus dugaan pelecehan seksual yang melibatkan seorang dokter kandungan di Garut kini menjadi sorotan publik. Seorang dokter berinisial MSF (33), yang sebelumnya bekerja di Klinik Karya Harsa, telah resmi ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Jawa Barat. Penetapan ini dilakukan setelah pihak kepolisian melakukan serangkaian penyelidikan dan pemeriksaan terhadap para saksi dan barang bukti yang ada.

Kombes Pol. Hendra Rochmawan S.I.K., M.H., selaku Kabid Humas Polda Jawa Barat, menyampaikan bahwa korban dalam kasus ini adalah seorang perempuan muda berinisial AED (24). AED awalnya menghubungi MSF untuk melakukan konsultasi terkait masalah keputihan yang dialaminya. Konsultasi tersebut berlangsung di klinik pada 22 Maret 2025. Setelah pemeriksaan, korban kemudian dijadwalkan untuk mendapatkan suntikan vaksin gonore dengan biaya yang tidak sedikit, yakni sebesar Rp6.000.000.

Namun, ada hal yang mencurigakan dalam proses tersebut. Vaksin tidak diberikan di fasilitas resmi atau klinik, melainkan di rumah orang tua korban. Penyuntikan dilakukan pada malam hari tanggal 24 Maret 2025. Usai proses tersebut, tersangka justru meminta korban untuk mengantarkannya pulang ke tempat tinggalnya karena datang menggunakan ojek online.

Sesampainya di tempat kos tersangka yang berada di kawasan Tarogong Kidul, Garut, korban bermaksud untuk langsung membayar biaya suntikan secara tunai. Namun, pelaku justru meminta korban masuk ke dalam kamar untuk melakukan pembayaran dengan alasan "malu jika dilihat orang lain."

Situasi berubah drastis ketika korban berada di dalam kamar. Menurut keterangan korban, MSF tiba-tiba menarik tangannya dan langsung mengunci pintu. Ia kemudian melakukan tindakan yang tidak pantas—menciumi dan meraba tubuh korban meski korban sudah menyatakan penolakan secara tegas. Beruntung, korban berhasil melawan dan segera melarikan diri dari tempat kejadian.

Setelah kejadian tersebut, korban melaporkan tindakan bejat tersebut kepada pihak berwajib. Polisi bergerak cepat dan telah memeriksa 10 orang saksi, termasuk keluarga korban, tenaga medis, dan juga seorang psikolog. Tak hanya itu, beberapa barang bukti turut diamankan oleh polisi, antara lain sebuah flashdisk berisi rekaman video yang sempat viral, memory card, serta pakaian yang dikenakan korban saat kejadian.

Tersangka kini dijerat dengan pasal berat, yakni Pasal 6 huruf b dan/atau c jo Pasal 15 ayat (1) huruf b Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Ancaman hukuman yang menanti MSF cukup serius, yakni penjara maksimal 12 tahun dan/atau denda hingga Rp300 juta.

Pentingnya Waspada dan Mendampingi Korban Kekerasan Seksual

Kasus ini mengingatkan kita semua bahwa kekerasan seksual bisa terjadi di mana saja, bahkan oleh orang yang dipercaya seperti tenaga medis. Karena itu, penting bagi masyarakat untuk lebih waspada, terutama dalam konteks pelayanan kesehatan yang dilakukan di luar fasilitas resmi.

Masyarakat juga diimbau untuk tidak takut melaporkan jika mengalami tindakan yang mencurigakan atau merasa tidak nyaman selama proses pemeriksaan medis. Dukungan dari keluarga dan lingkungan sekitar sangat penting agar korban merasa aman dan berani untuk mencari keadilan.

Polisi menyampaikan bahwa korban dalam kasus ini telah mendapatkan pendampingan dari psikolog guna memulihkan kondisi mental dan emosionalnya pasca insiden traumatis tersebut. Hal ini sangat penting agar korban tidak merasa sendiri dan mendapatkan kekuatan untuk melanjutkan hidupnya.

Perlunya Pengawasan Terhadap Praktik Medis Non-klinis

Kasus ini juga menyoroti pentingnya pengawasan terhadap praktik medis yang dilakukan di luar klinik atau rumah sakit. Vaksinasi atau prosedur medis lainnya sebaiknya dilakukan di tempat yang memiliki izin resmi dan pengawasan yang ketat demi melindungi pasien dari risiko penyalahgunaan.

Pemerintah dan instansi terkait diharapkan lebih tegas dalam memberikan regulasi dan pengawasan terhadap tenaga medis, termasuk memastikan bahwa semua praktik dilakukan sesuai prosedur dan etika profesi.

Perlindungan terhadap korban kekerasan seksual adalah tanggung jawab bersama. Dengan mengedukasi masyarakat, memberikan ruang aman bagi korban untuk bersuara, serta menindak tegas pelaku kejahatan seksual, kita bisa menciptakan lingkungan yang lebih aman dan manusiawi untuk semua.

Jika kamu atau orang terdekatmu mengalami kekerasan seksual, jangan ragu untuk melapor. Ada banyak lembaga bantuan hukum dan psikologis yang siap membantu, mulai dari kepolisian, LSM, hingga pusat pelayanan terpadu yang tersebar di berbagai wilayah Indonesia.

*BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS

  

Bagikan artikel ini

Tambahkan Komentar Anda
Komentar

Konten berbayar berikut dibuat dan disajikan Advertiser. Borneotribun.com tidak terkait dalam pembuatan konten ini.