Jakarta - Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) menyampaikan perlunya mempertimbangkan kajian risiko dalam upaya perbaikan aturan mengenai tingkat komponen dalam negeri (TKDN).
"Kalau memang bisa diefisienkan kenapa tidak, supaya kemudian banyak investor datang. Jadi itu dinamis, tapi juga dinamis yang rasional," kata Sekretaris Umum Gaikindo Kukuh Kumara saat dihubungi ANTARA dari Jakarta, Minggu.
"Kalau memang ada improvement (perbaikan) kenapa tidak, tapi improvement-nya itu dilandasi risiko yang telah diperhitungkan," ia menambahkan.
Presiden Prabowo Subianto pada 8 April 2025 menginstruksikan para menteri untuk membuat aturan TKDN yang lebih fleksibel dan realistis guna menjaga daya saing industri.
"Mungkin diganti dengan insentif ya. Tolong ya para pembantu saya, para menteri saya, sudahlah realistis, TKDN dibikin yang realistis saja," katanya.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto pada Jumat (18/4) menyampaikan bahwa Presiden Prabowo menginginkan aturan TKDN direvisi menjadi berbasis insentif.
Pemerintah belum menginformasikan pelonggaran aturan TKDN yang direncanakan akan mencakup sektor usaha apa saja.
Jadi, belum diketahui apakah aturan TKDN di sektor usaha otomotif akan ikut direvisi.
Kukuh menilai aturan TKDN di sektor otomotif yang hingga sekarang diberlakukan sudah cukup baik.
Kalau aturan TKDN di sektor otomotif juga akan direvisi, dia berharap revisi peraturan dilakukan dengan memperhitungkan kajian risiko agar tidak malah berdampak negatif terhadap pertumbuhan industri otomotif di dalam negeri.
Kukuh mengemukakan bahwa Indonesia saat ini menduduki posisi yang cukup strategis sebagai salah satu basis produksi otomotif di Asia Tenggara, dan kesalahan langkah dalam menentukan kebijakan berpeluang mendorong investor hengkang.
"Kita lihat sekarang ada empat sektor manufaktur, mulai dari makanan minuman pindah ke Thailand, kemudian elektronik pindah ke Vietnam, tekstil dan garmen pindah ke Bangladesh," kata Kukuh.
"Sekarang tinggal otomotif, kalau kita salah langkah kita tidak punya lagi basis manufaktur yang bisa diandalkan, sementara kita ini sekarang sudah swasembada produk," ia menambahkan.
Pewarta : Pamela Sakina/ANTARA
*BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS