![]() |
Sidang Pledoi Advokat Yahya Tonang untuk Eronius Tenaq: Menyoroti Kejanggalan Bukti dan Dakwaan. |
KUTAI BARAT - Sidang pembacaan pledoi oleh advokat Yahya Tonang, penasihat hukum terdakwa Eronius Tenaq, berlangsung penuh perhatian di Pengadilan Negeri Kutai Barat. Agenda ini menarik perhatian banyak pengunjung yang datang dari berbagai daerah dalam satu kabupaten untuk menyaksikan langsung jalannya persidangan.
Dalam pembelaannya, Yahya Tonang menyoroti beberapa kejanggalan dalam dakwaan yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU). Menurutnya, terdapat banyak ketidaksesuaian dalam alat bukti yang diajukan, yang seharusnya menjadi dasar bagi majelis hakim dalam mempertimbangkan keputusan.
Pledoi: Kejanggalan Bukti dalam Dakwaan
"Majelis Hakim yang Mulia, Jaksa Penuntut Umum yang kami hormati, serta hadirin sidang yang kami banggakan. Kami dari Pos Bantuan Hukum Perkumpulan Advokat Indonesia (Pobakumandin) mengajukan nota pembelaan atas tuntutan yang dibacakan oleh Penuntut Umum pada Rabu, 12 Maret 2025," ujar Yahya Tonang saat membacakan pledoi.
Dalam dakwaannya, JPU menuduh Eronius Tenaq melanggar Pasal 263 Ayat (2) KUHP terkait dugaan pemalsuan surat. Namun, menurut penasihat hukum, surat yang dijadikan barang bukti, yaitu Surat Pernyataan Penguasaan Tanah (SPPT) atas nama Y. Tenaq (alm.), dianggap tidak sah oleh saksi ahli pidana Wawan Setiawan, S.H., M.H. Hal ini didasarkan pada adanya dua keterangan yang dianggap tidak benar dan merugikan saksi Widodo.
Lebih lanjut, penasihat hukum menjelaskan bahwa perkara ini sudah pernah diperiksa dalam sidang perdata dengan nomor perkara 12/Pdt.G/2012/PN Kubar, yang berakhir dengan putusan Niet Ovenkelijke Verklard (NO), atau tidak dapat diterima. Dalam putusan tersebut, tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa lahan yang disengketakan benar-benar milik Widodo.
Surat Dakwaan Dinilai Kabur dan Prematur
Penasihat hukum juga mengutip pendapat Dr. Aris Irawan, S.H., M.H., yang menyatakan bahwa dakwaan dalam perkara ini tergolong prematur. Hal ini disebabkan karena dalam putusan perdata sebelumnya, tidak ditemukan bukti yang menunjukkan kepemilikan yang sah atas lahan tersebut.
Selain itu, dalam peta penempatan lahan eks-transmigrasi Sekolaq Joleq tahun 1964, tidak ada instansi pemerintah seperti Badan Pertanahan Nasional (BPN) yang bertanggung jawab atas fotokopi peta yang diajukan sebagai bukti oleh JPU dalam perkara ini.
Kemana Bukti-Bukti yang Diajukan di Persidangan?
Salah satu poin yang paling disoroti oleh penasihat hukum adalah hilangnya beberapa bukti yang sebelumnya telah disampaikan dan dibahas di persidangan. Dalam tuntutan yang dibacakan, JPU hanya menampilkan tujuh surat sebagai barang bukti, di antaranya:
- Sertifikat Hak Milik (SHM) milik Widodo
- Surat SPPT terdakwa Eronius
Namun, beberapa bukti penting lainnya yang sebelumnya diajukan justru menghilang, seperti:
- Fotokopi peta penempatan transmigrasi
- Fotokopi putusan pengadilan nomor 12/Pdt.G/2012/PN Kubar
- Berita acara fasilitasi Pemerintah Kabupaten Kutai Barat tahun 2006
- Fotokopi dokumen tapal batas lahan
Menurut Yahya Tonang, hal ini menimbulkan pertanyaan besar, "Ada apa dengan Penuntut Umum? Mengapa bukti-bukti yang sudah diajukan dan dinilai oleh saksi serta ahli justru dihilangkan dalam surat tuntutan?"
Bahkan, dalam persidangan, saksi Wilhelmus sempat diajukan bukti rekaman yang memperlihatkan pernyataan dari penuntut umum mengenai keberadaan beberapa dokumen yang kini tidak lagi muncul dalam tuntutan.
Beban Pembuktian Ada di Jaksa Penuntut Umum
Menurut Pasal 66 KUHAP, beban pembuktian dalam perkara pidana berada pada Jaksa Penuntut Umum. Namun, jika JPU sendiri tidak konsisten dengan alat buktinya dan menghilangkan bukti yang sebelumnya diajukan, maka hakim seharusnya juga tidak dapat mempertimbangkan dokumen-dokumen tersebut sebagai dasar dalam memutuskan perkara ini.
Penasihat hukum menegaskan bahwa dalam perkara perdata sebelumnya, lahan yang saat ini dikuasai oleh Eronius Tenaq telah disengketakan oleh saksi Widodo, namun gugatan tersebut telah diputus Niet Ovenkelijke Verklard (NO), yang berarti gugatan tersebut tidak dapat diterima oleh pengadilan.
Dalam akhir pembelaannya, Yahya Tonang menegaskan bahwa dakwaan yang diajukan kepada Eronius Tenaq penuh dengan kejanggalan, prematur, serta tidak didukung dengan alat bukti yang konsisten. Oleh karena itu, penasihat hukum meminta agar Majelis Hakim mempertimbangkan fakta-fakta ini dalam memberikan keputusan yang seadil-adilnya.
Sidang ini menjadi perhatian banyak pihak, terutama masyarakat yang mengikuti jalannya kasus ini sejak awal. Keputusan Majelis Hakim nantinya akan menjadi penentu bagi kelanjutan kasus Eronius Tenaq, yang hingga saat ini masih terus memperjuangkan keadilannya di pengadilan.
Reporter: Henry
*BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS