![]() |
Harapan untuk kembalinya stabilitas di Suriah telah terguncang oleh kekerasan mematikan yang dimulai pada tanggal 6 Maret di wilayah pesisir Suriah. (Cuplikan layar dari video VOA). |
JAKARTA - Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyerukan diakhirinya kekerasan di Suriah setelah negara tersebut kembali bergulat dengan konflik baru, tiga bulan setelah Presiden Bashar al-Assad digulingkan. Seruan ini disampaikan oleh Utusan Khusus PBB untuk Suriah, Geir Pedersen, pada Jumat (14/3), bertepatan dengan peringatan 14 tahun dimulainya protes pro-demokrasi yang memicu perang saudara berkepanjangan di negara itu.
Seruan PBB untuk Perlindungan Warga Sipil
Pedersen menyoroti penderitaan rakyat Suriah yang masih berlangsung hingga saat ini. "Apa yang dimulai sebagai permohonan reformasi disambut dengan kebrutalan yang mengejutkan, yang mengarah ke salah satu konflik paling mengerikan di zaman kita," ujarnya.
Menurut data PBB, konflik ini telah menyebabkan sekitar 12 juta orang mengungsi, termasuk lebih dari 6 juta pengungsi yang terpaksa mencari perlindungan di luar negeri. Perang ini juga telah menghancurkan banyak kota dan infrastruktur, menyebabkan penderitaan mendalam bagi warga sipil.
Kekerasan Baru Setelah Kejatuhan Assad
![]() |
ILUSTRASI - PBB mengatakan konflik di Suriah telah menyebabkan sekitar 12 juta orang mengungsi, termasuk lebih dari 6 juta pengungsi. (Cuplikan layar dari video VOA) |
Meski Assad telah lengser pada Desember 2024, harapan akan stabilitas masih terguncang oleh gelombang kekerasan yang kembali meletus pada 6 Maret 2025. Konflik terbaru ini terjadi di wilayah pesisir Suriah, di mana pasukan keamanan bentrok dengan kelompok yang setia kepada mantan presiden Assad. Bentrokan ini menewaskan ratusan orang, termasuk warga sipil.
Kelompok pejuang tersebut diketahui berasal dari komunitas Alawite, sekte agama yang juga menjadi basis keluarga Assad. Otoritas transisi Suriah melaporkan bahwa pasukan mereka di dekat kota pelabuhan Latakia diserang oleh para loyalis Assad dalam upaya pemberontakan.
Harapan Baru untuk Perdamaian
Pedersen menekankan pentingnya persatuan dan keadilan bagi Suriah di masa depan. Ia mengapresiasi perjanjian baru antara otoritas transisi Suriah dan Pasukan Demokratik Suriah (SDF) sebagai langkah positif menuju stabilitas.
“Perjanjian ini menjadi pengingat bahwa Suriah harus bersatu dengan cara yang benar-benar memulihkan kedaulatan, persatuan, kemerdekaan, dan integritas teritorialnya,” ujar Pedersen.
Ia juga menyerukan pembentukan pemerintahan transisi dan badan legislatif yang kredibel serta inklusif, termasuk penyusunan konstitusi baru yang berkelanjutan dan keadilan transisi yang sejati.
Meskipun ada upaya diplomasi, tantangan besar masih membayangi masa depan Suriah. Banyak keluarga masih kehilangan orang yang mereka cintai, masyarakat tetap terpecah, dan jutaan orang masih mencari kejelasan tentang anggota keluarga mereka yang hilang selama konflik.
Dengan tekanan internasional yang semakin kuat, dunia berharap agar konflik yang telah berlangsung lebih dari satu dekade ini bisa segera berakhir, membawa kedamaian bagi rakyat Suriah yang telah lama menderita.
Oleh: VOA Indonesia | Editor: Yakop
*BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS