![]() |
Mantan Presiden Filipina Rodrigo Duterte tiba di Stadion Southhorn di Hong Kong untuk bertemu dengan pekerja migran asal Filipina di wilayah tersebut pada 9 Maret 2025. (Foto: AP/Vernon Yuen) |
Filipina - Mantan Presiden Filipina, Rodrigo Duterte, resmi ditangkap oleh pihak kepolisian di Manila pada Selasa (11/3). Penangkapan ini dilakukan berdasarkan surat perintah dari Mahkamah Pidana Internasional (ICC), yang menuduhnya melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan terkait perang melawan narkoba yang ia pimpin selama masa jabatannya.
Duterte Didakwa atas Kejahatan Kemanusiaan
Rodrigo Duterte, yang kini berusia 79 tahun, didakwa dengan tuduhan "kejahatan terhadap kemanusiaan berupa pembunuhan." Menurut ICC, kebijakan Duterte dalam memberantas narkoba telah menyebabkan banyak korban jiwa.
Sejumlah kelompok hak asasi manusia memperkirakan bahwa puluhan ribu orang tewas dalam operasi tersebut, termasuk mereka yang berasal dari kalangan masyarakat miskin.
Para korban sering kali ditembak mati oleh polisi atau kelompok main hakim sendiri tanpa bukti yang cukup bahwa mereka benar-benar terlibat dalam peredaran narkoba.
"Pagi ini, Interpol Manila menerima salinan resmi surat perintah penangkapan dari ICC," demikian pernyataan resmi dari Istana Kepresidenan Filipina. "Saat ini, ia berada dalam tahanan pihak berwenang."
Pemerintah Filipina juga memastikan bahwa Duterte dalam kondisi baik dan sedang menjalani pemeriksaan medis oleh dokter pemerintah.
Penangkapan di Bandara Manila setelah Kunjungan ke Hong Kong
Duterte ditangkap sesaat setelah mendarat di Bandara Internasional Manila usai lawatan singkatnya ke Hong Kong.
Sebelum kembali ke Filipina, ia sempat berbicara di hadapan ribuan pekerja migran Filipina di Hong Kong pada Minggu (9/3).
Dalam pidatonya, ia mengecam penyelidikan ICC dan menyebut para penyelidik sebagai "putra dari pelacur." Ia juga menyatakan bahwa jika penangkapannya memang sudah menjadi takdirnya, maka ia akan menerimanya.
Kontroversi Yurisdiksi ICC atas Filipina
Filipina secara resmi keluar dari ICC pada tahun 2019 atas perintah Duterte. Namun, ICC tetap mengklaim yurisdiksi atas dugaan pembunuhan dalam perang narkoba sebelum Filipina keluar dari keanggotaan.
Selain itu, ICC juga menyelidiki pembunuhan yang terjadi di Kota Davao saat Duterte masih menjabat sebagai wali kota, jauh sebelum menjadi presiden.
Penyelidikan resmi terhadap Duterte dimulai pada September 2021, tetapi sempat ditangguhkan karena pemerintah Filipina mengklaim sedang meninjau ulang ratusan kasus pembunuhan dalam perang narkoba.
Namun, penyelidikan kembali dilanjutkan pada Juli 2023 setelah panel hakim ICC menolak keberatan yang diajukan Filipina terkait yurisdiksi pengadilan internasional tersebut.
Hingga saat ini, pemerintahan Presiden Ferdinand Marcos Jr. menyatakan bahwa mereka tidak akan bekerja sama dengan penyelidikan ICC.
Namun, Wakil Menteri Kantor Komunikasi Presiden, Claire Castro, pada Minggu lalu mengatakan bahwa jika Interpol meminta bantuan dari pemerintah Filipina, maka pemerintah berkewajiban untuk memberikannya.
Duterte Masih Populer di Filipina
Meskipun ditangkap, Duterte masih memiliki banyak pendukung di Filipina, terutama di kalangan mereka yang mendukung kebijakan tegasnya dalam memberantas kejahatan.
Bahkan, ia telah mencalonkan diri kembali sebagai wali kota Davao dalam pemilu Mei mendatang, menunjukkan bahwa pengaruh politiknya masih kuat.
Sejumlah dakwaan juga telah diajukan di Filipina terhadap aparat yang terlibat dalam operasi perang narkoba Duterte.
Namun, hingga saat ini, hanya sembilan anggota kepolisian yang dijatuhi hukuman atas pembunuhan terhadap terduga pengedar narkoba.
Dalam berbagai kesempatan, Duterte mengakui bahwa ia memberikan perintah kepada polisi untuk menembak mati para tersangka narkoba jika mereka membahayakan nyawa petugas.
Ia tetap bersikeras bahwa kebijakan tersebut bertujuan untuk melindungi masyarakat dan mencegah Filipina menjadi "negara narkotika."
Saat menghadiri sidang investigasi Senat Filipina terkait perang narkoba pada Oktober lalu, Duterte dengan tegas mengatakan bahwa ia tidak menyesal atas kebijakan yang telah ia buat.
"Saya tidak meminta maaf, dan saya tidak mencari alasan. Saya melakukan apa yang harus saya lakukan, dan terlepas dari apakah Anda mempercayainya atau tidak, saya melakukannya untuk negara saya," ungkapnya.
Dengan penangkapannya ini, nasib Duterte kini berada di tangan ICC dan pemerintah Filipina.
Publik pun menunggu apakah ia akan benar-benar diadili atau tetap mendapatkan perlindungan dari pemerintah saat ini.
Bagaimana menurut Anda? Apakah penangkapan Duterte adalah langkah yang tepat dalam menegakkan keadilan, ataukah ini hanya bagian dari permainan politik global? Bagikan pendapat Anda di kolom komentar!
*BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS