Pontianak - Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kalimantan Barat mendorong pemerintah kabupaten/kota untuk meningkatkan koordinasi lintas instansi dalam menghadapi potensi bencana akibat cuaca ekstrem, sebagai respons terhadap peringatan dini dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Kalbar.
"Kami sudah menetapkan status siaga darurat untuk bencana banjir, puting beliung, dan tanah longsor. Selain itu, BPBD juga melakukan patroli air guna mengawasi sungai-sungai yang berpotensi meluap akibat intensitas hujan yang tinggi. Kami mendorong seluruh warga agar tetap memperhatikan kebersihan lingkungan sebagai langkah pencegahan," kata Ketua Satgas Informasi BPBD Kalbar Daniel di Pontianak, Kamis.
Daniel mengatakan, berdasarkan informasi dari BMKG Supadio Pontianak cuaca ekstrem masih berpotensi terjadi di sebagian besar wilayah Kalbar pada periode 11-20 Maret 2025.
Dalam seminggu terakhir, hujan lebat yang disertai petir dan angin kencang telah terjadi di banyak wilayah. Kondisi ini meningkatkan risiko bencana hidrometeorologi seperti banjir, tanah longsor, dan angin kencang.
Dengan berbagai upaya mitigasi yang dilakukan, diharapkan masyarakat semakin sadar akan pentingnya menjaga lingkungan dan segera melapor jika terjadi indikasi bencana. BPBD Kalbar juga mengimbau masyarakat tetap waspada dan mengikuti perkembangan informasi cuaca dari sumber resmi.
Dia menambahkan, BPBD Kalbar mencatat ada 559 desa dan kelurahan di 14 kabupaten/kota yang dipetakan sebagai daerah rawan banjir. Pemetaan ini dilakukan agar pemerintah daerah dapat merancang strategi mitigasi yang tepat guna.
"Mitigasi bencana terbagi menjadi dua, yaitu mitigasi nonstruktural dan mitigasi struktural," tuturnya.
Mitigasi nonstruktural meliputi regulasi seperti peraturan daerah (perda) dan peraturan gubernur (pergub) yang mengatur pengelolaan lingkungan. Sementara itu, mitigasi struktural berkaitan dengan pembangunan fisik seperti normalisasi sungai dan perbaikan sistem drainase.
Daniel menegaskan bahwa penyebab utama banjir di Kalimantan Barat bukan hanya faktor hujan, melainkan juga kondisi lingkungan yang semakin rusak.
"Hujan hanyalah pemicu. Akar persoalannya adalah kapasitas sungai dan saluran air yang tidak lagi mampu menampung debit air akibat pendangkalan dan penyempitan. Oleh karena itu, normalisasi sungai harus dilakukan secara berkelanjutan," ujarnya.
Selain itu, sistem drainase di wilayah perkotaan juga menjadi perhatian. Banyak saluran yang tidak berfungsi optimal sehingga menyebabkan genangan air dalam waktu singkat.
"Di beberapa titik di Kota Pontianak, seperti kawasan Siantan dan Jembatan Tol, hujan sebentar saja sudah menyebabkan banjir. Ini menunjukkan bahwa sistem drainase perlu direvitalisasi," katanya.
Faktor lain yang memperburuk kondisi banjir adalah berkurangnya tutupan hutan di wilayah hulu sungai. Untuk mengatasi hal ini, diperlukan upaya reboisasi serta penegakan hukum yang lebih ketat terhadap pelanggaran tata ruang.
"Tidak boleh ada pembiaran terhadap pelanggaran tata ruang, terutama di daerah aliran sungai. Harus ada tindakan tegas," ujar Daniel.
Pewarta : Rendra Oxtora/ANTARA
*BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS