![]() |
525 WNI Terjebak Kasus Penipuan Online di Myanmar, Kemenlu Berupaya Pulangkan . |
Jakarta – Kementerian Luar Negeri Indonesia mengungkapkan bahwa jumlah warga negara Indonesia (WNI) yang terlibat dalam kasus penipuan daring (online scam) di Myanmar meningkat signifikan. Berdasarkan data terbaru, ada 525 WNI yang menjadi korban, naik dari angka sebelumnya yang tercatat 366 orang.
Direktur Pelindungan Warga Negara Indonesia Kemenlu, Judha Nugraha, menjelaskan bahwa angka ini diperbarui setelah pihaknya mendapatkan konfirmasi dari otoritas Myanmar.
“Jadi ini angka yang sangat besar. Data yang kita terima berasal dari pengaduan langsung ke Kemenlu, perwakilan RI di luar negeri, maupun berbagai kanal pengaduan lainnya. Data ini kemudian kami koordinasikan dengan otoritas Myanmar dan pihak-pihak lain untuk membantu para WNI yang terjebak di Myawaddy agar bisa keluar. Angka terakhir yang kami terima mencapai 525,” ujar Judha dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (6/3).
Upaya Pemulangan WNI dari Myanmar
Saat ini, Kemenlu sedang melakukan koordinasi intensif dengan berbagai pihak, termasuk otoritas Thailand. Thailand menjadi negara transit bagi para WNI yang ingin meninggalkan Myanmar. Pemerintah Indonesia berupaya menyeberangkan mereka dari Myawaddy ke kota Mae Sot di Thailand sebelum akhirnya dipulangkan ke tanah air.
“Kami sedang berkoordinasi dengan pemerintah Thailand untuk memastikan para WNI ini bisa menyeberang dengan aman. Selain itu, koordinasi dengan otoritas Myanmar juga terus dilakukan agar tidak ada WNI yang tertinggal di Myawaddy,” tambah Judha.
Beberapa dari mereka saat ini sudah berada di tempat penampungan sementara dan dalam proses untuk segera dipulangkan ke Indonesia. Kemenlu juga memastikan bahwa para korban mendapatkan bantuan dan perlindungan yang diperlukan selama proses evakuasi berlangsung.
Maraknya Kasus Perdagangan Manusia Berkedok Pekerjaan di Luar Negeri
Kasus WNI yang terjebak dalam skema penipuan online ini bukan kali pertama terjadi. Banyak korban yang awalnya dijanjikan pekerjaan dengan gaji tinggi di luar negeri, tetapi kemudian malah dipaksa bekerja dalam operasi penipuan daring. Praktik ini sering kali dikaitkan dengan jaringan perdagangan manusia yang beroperasi lintas negara.
Judha menegaskan pentingnya kewaspadaan bagi masyarakat Indonesia sebelum menerima tawaran kerja di luar negeri. Ia mengimbau agar setiap WNI selalu memastikan keabsahan perusahaan dan pekerjaan yang ditawarkan.
“Jangan mudah tergiur dengan tawaran kerja di luar negeri yang tidak jelas. Pastikan semuanya resmi dan legal, serta selalu berkomunikasi dengan perwakilan RI jika mengalami kendala,” pesannya.
Judha menjelaskan sepanjang tahun 2025, 130 WNI yang terkait online scam telah berhasil dipulangkan dari Myawaddy. “Terbagi dalam dua gelombang. Gelombang pertama 46 pada tanggal 21 Februari yang lalu dan kemudian tanggal 28 Februari sejumlah 84 WNI,” ujarnya.
Yudha mengungkapkan, setibanya di Jakarta, melalui koordinasi yang dilakukan oleh Kementerian Koordinator Bidang Politik dan Keamanan (Kemenko Polkam) dengan kementerian/lembaga terkait, mereka ditempatkan sementara di Rumah perlindungan dan Trauma Center (RPTC) Kementerian Sosial untuk proses pendalaman, rehabilitasi dan reintegrasi ke daerah asal masing-masing.
Menurutnya, dari keterangan 130 WNI yang dipulangkan, diperoleh informasi bahwa beberapa di antaranya sudah pernah bekerja sebagai admin judi online. di Filipina Laos, dan Myanmar. “Jadi kami melihat bahwa judi online sebagai entry point untuk kasus yang lebih besar di online scam,” ujar Judha.
Ia juga mengungkapkan, pihaknya menghadapi sejumlah kendala dalam mengevakuasi para WNI yang menjadi korban, seperti keterbatasan data dan rawannya area di mana para korban berada. Myawaddy, katanya, kini dikuasai oleh kelompok etnis bersenjata.
Yang juga membuatnya prihatin adalah sejumlah korban pernah mengalami kasus serupa. "Dari total sekitar 6.800 kasus yang ditangani sejak 2020, kami mencatat ada kasus berulang. Ada beberapa WNI yang kita tangani, dipulangkan, berangkat lagi bekerja di sektor itu," jelas Judha.
Lebih jauh Judha menjelaskan, online scam terkait erat dengan judi online. Jika online scam menurutnya semua negara pasti melarang, beda halnya dengan judi online yang di beberapa negara memang legal.
Terlepas dari adanya fakta bahwa tidak semua korban judi online dan online scam yang melibatkan WNI merupakan korban tindak pidana perdagangan orang TPPO, Direktur Eksekutif Migrant Care Wahyu Susilo mengatakan, saat ini telah terjadi perluasan korban perdagangan orang.
“Kalau dulu, wajah korban perdagangan manusia biasanya adalah perempuan dari daerah miskin, yang ekonominya rendah. Sekarang meluas wajahnya, menjadi orang muda, bahkan sarjana lulusan perguruan tinggi,“ kata Wahyu.
Asia Tenggara merupakan salah satu kawasan di mana kasus perdagangan orang tumbuh subur karena belum adanya platform bersama ASEAN untuk melindungi para pekerja migran, salah satu kelompok yang paling sering menjadi korban TPPO.
Menurut PBB, ratusan ribu orang telah diperdagangkan ke Myanmar, Kamboja dan Laos dari seluruh dunia. Banyak dari mereka tergiur dengan janji pekerjaan kantoran yang nyaman, namun setelah tiba malah ditahan di luar keinginan mereka dan dipaksa mendapatkan penghasilan dengan melakukan penipuan online, yang menargetkan korban secara global.
Penelitian yang dilakukan oleh US Institute of Peace memperkirakan penipuan ini menghasilkan pendapatan global sebesar $63,9 miliar per tahun, yang sebagian besar -- sekitar $39 miliar -- dihasilkan di Kamboja, Myanmar, dan Laos.
Menurut lembaga pemikir terkemuka di Amerika Serikat, Council on Foreign Relations, Beberapa kelompok kriminal terorganisasi, sebagian besar berasal dari China, mengoperasikan pusat-pusat penipuan dunia maya di seluruh Asia Tenggara, terutama di negara-negara miskin seperti Kamboja, Laos, dan Myanmar.
Penipuan yang mereka lakukan biasanya merupakan upaya untuk menipu korban yang tidak sadar di seluruh dunia agar mengeluarkan tabungan mereka. Banyak kelompok kejahatan terorganisasi datang ke negara-negara ini setelah Beijing memulai tindakan keras antikorupsi terhadap perjudian lintas batas ilegal dan pencucian uang di Makau, wilayah administratif khusus China yang terletak di pantai selatannya.
Pusat-pusat tersebut dikelola oleh ribuan orang, yang sebagian besar telah diperdagangkan secara ilegal oleh kelompok-kelompok kriminal dan dipaksa bekerja dalam kondisi yang tidak manusiawi dan penuh kekerasan. Komisioner Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia memperkirakan lebih dari dua ratus ribu orang telah diperdagangkan ke Myanmar dan Kamboja untuk melakukan penipuan daring ini. Jaringan perdagangan manusia ini dilaporkan menyebar jauh melampaui wilayah tersebut dan menarik korban dari berbagai negara, termasuk Brasil, Kenya, dan Belanda.
Kasus 525 WNI yang terjebak dalam penipuan online di Myanmar menjadi peringatan bagi semua pihak untuk lebih berhati-hati terhadap praktik perdagangan manusia yang berkedok pekerjaan. Pemerintah Indonesia melalui Kemenlu terus berupaya menyelamatkan dan memulangkan para korban dengan koordinasi berbagai pihak.
Bagi masyarakat yang ingin bekerja di luar negeri, pastikan untuk selalu mengecek legalitas perusahaan dan informasi pekerjaan melalui sumber resmi agar tidak menjadi korban kejahatan serupa. Jika mengalami masalah, segera hubungi Kemenlu atau perwakilan RI di negara tujuan untuk mendapatkan bantuan.[fw/ab]
Oleh: VOA Indonesia | Editor: Yakop
*BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS