JAKARTA - Jakarta kembali dipenuhi gelombang massa yang melakukan aksi demonstrasi di kawasan Patung Kuda, Jakarta Pusat, pada Jumat (21/2) siang hingga sore. Massa yang mengenakan pakaian serba hitam mulai berdatangan sejak pukul 13.30 WIB, melanjutkan aksi protes bertajuk #IndonesiaGelap. Aksi ini merupakan bentuk kekecewaan terhadap berbagai kebijakan pemerintah yang dinilai semakin membebani rakyat.
Latar Belakang Aksi #IndonesiaGelap
Aksi demonstrasi ini bermula dari keputusan Presiden Prabowo Subianto yang memangkas anggaran sebesar Rp 306,7 triliun. Pemangkasan ini dilakukan dengan mengurangi belanja kementerian dan lembaga, menghapus acara-acara besar, serta membatasi perjalanan dinas.
Namun, langkah penghematan ini berdampak pada berbagai sektor, termasuk pegawai pemerintahan yang harus bekerja dalam kondisi penerangan minim dan penghentian operasional lift di beberapa gedung perkantoran guna menghemat listrik. Beberapa program seperti makan siang bergizi gratis, tunjangan kinerja dosen, hingga kebijakan hilirisasi juga menjadi sorotan para demonstran.
Tuntutan dan Isu yang Diangkat
Dalam aksi ini, massa tidak hanya menyoroti pemangkasan anggaran, tetapi juga menuntut pemerintah untuk segera mengesahkan beberapa Rancangan Undang-Undang (RUU) prorakyat, seperti:
- RUU Masyarakat Adat
- RUU Perampasan Aset
- RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga
Sebaliknya, mereka juga menolak beberapa RUU yang dianggap tidak berpihak pada rakyat, antara lain:
- Revisi UU Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Polri
- Revisi Tata Tertib DPR
- Revisi UU Mineral dan Batu Bara
Selain itu, massa juga mendesak pemerintah membatalkan program-program seperti multifungsi TNI-Polri, proyek food estate 29 juta hektar, serta pendirian Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara).
Demo di Berbagai Kota, Berlangsung Damai
Tak hanya di Jakarta, aksi serupa juga terjadi di beberapa kota besar lainnya, seperti Medan, Sumatera Utara dan Makassar, Sulawesi Selatan. Di Yogyakarta, ratusan orang berkumpul di pusat kota untuk memprotes pemangkasan anggaran, sementara di Surabaya, mahasiswa dan aktivis mengenakan pakaian hitam dan menggelar aksi damai di depan kantor dewan setempat.
Koordinator aksi di Yogyakarta, Rendra Setiawan, mengatakan bahwa masyarakat semakin gelisah dengan kondisi saat ini. “Saya yakin semua orang Indonesia yang punya hati, pikiran, dan moral akan merasa gelisah melihat kondisi saat ini,” ujarnya.
Di Surabaya, spanduk bertuliskan "Nilai Buruk untuk Kabinet Gendut" dan "Satu Presiden, Banyak Insiden" dibentangkan oleh para demonstran yang duduk di depan kantor dewan.
Tak Ada Pejabat yang Temui Demonstran
Pada aksi hari sebelumnya, Kamis (20/2), Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi sempat menemui para demonstran dan berjanji akan mempelajari tuntutan mereka. Namun, dalam aksi Jumat ini, tidak ada pejabat yang turun langsung untuk berdialog dengan massa.
Amanda, salah satu peserta aksi yang bekerja sebagai konsultan, mengaku rela mengambil cuti demi turun ke jalan. “Kami tidak mau melihat kesejahteraan rakyat makin terdampak hanya karena kebijakan yang asal-asalan,” ungkapnya.
Aryo, seorang peneliti, juga merasa geram dengan kebijakan efisiensi anggaran yang dinilai tidak masuk akal. “Saya sudah marah dengan kondisi negara kita yang dijalankan secara ugal-ugalan,” katanya lantang.
Protes Kreatif, Poster-Poster Menggelitik
Seperti demonstrasi sebelumnya, aksi kali ini juga diwarnai dengan berbagai poster kreatif yang mengundang tawa sekaligus sindiran tajam. Salah satunya adalah poster bergambar Bart Simpson menangis dengan tulisan ‘Ya Allah, Kenapa Aku WNI’. Ada juga poster parodi iklan obat sakit kepala yang mengganti gambar dengan foto Presiden Prabowo sedang mengurut dahinya, seolah sedang pusing.
Pengamat: Pemerintah Harus Merespons dengan Baik
Pengamat Politik dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Lili Romli, menilai aksi demonstrasi ini sebagai bentuk kekecewaan terhadap kebijakan yang diterapkan dalam 100 hari pertama pemerintahan Prabowo.
Ia mencontohkan kebijakan makan siang bergizi gratis yang dinilai tidak tepat sasaran. “Kenapa justru didahulukan di kota-kota, bukan di daerah-daerah?” ujarnya.
Lili juga mengingatkan pemerintah agar tidak merespons aksi ini dengan pernyataan yang meremehkan. “Seperti Luhut yang bilang ‘Indonesia tidak gelap, yang gelap kau’, itu bukan jawaban yang baik dari seorang pejabat negara,” tegasnya.
Aksi Serupa Terjadi di Amerika Serikat
Menariknya, protes atas kebijakan efisiensi anggaran tidak hanya terjadi di Indonesia. Di Amerika Serikat, kebijakan serupa yang diterapkan oleh pemerintahan Presiden Trump juga memicu demonstrasi besar pada Hari Presiden, Senin (17/2) lalu. Survei terbaru menunjukkan bahwa tingkat kepuasan terhadap Trump mulai menurun akibat kebijakan ini.
Aksi #IndonesiaGelap semakin meluas dan menunjukkan kekecewaan publik terhadap kebijakan pemerintah yang dianggap tidak pro-rakyat. Gelombang demonstrasi ini kemungkinan masih akan terus berlanjut hingga pemerintah memberikan respons yang lebih konkret terhadap tuntutan massa.
Apakah aksi ini akan membawa perubahan kebijakan? Waktu yang akan menjawabnya. Namun yang pasti, suara rakyat semakin lantang terdengar.
DIIKLANKAN BORNEOTRIBUN
*BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS