BARITO UTARA – Sengketa lahan antara PT Bharinto Ekatama (BEK) dan seorang warga desa Benangin, Kecamatan Teweh Timur, bernama Noralini, kembali menjadi sorotan publik. Kasus ini viral di media massa dan YouTube setelah beberapa kali dilakukan Rapat Dengar Pendapat (RDP) di DPRD Barito Utara. Kini, perhatian tertuju pada langkah tegas Wakil Ketua DPRD Barito Utara, Heny Rosgiaty Rusli, yang mendesak perusahaan agar memberikan solusi yang adil kepada warga.
Lahan Kebun Dikuasai Perusahaan
Noralini, seorang wanita tua, mengaku telah menggarap lahan kebunnya sejak tahun 2012. Kebun yang ditanaminya dengan berbagai jenis buah, seperti cempedak, durian, dan rambutan, menjadi sumber utama penghidupan keluarganya. Namun, sejak tahun 2017, PT BEK mengambil alih lahan tersebut dengan alasan bahwa tanah itu bukan miliknya.
Ironisnya, perusahaan hanya memberikan ganti rugi sebesar Rp40 juta, yang menurut Noralini hanya untuk bangunan pondok kecil di tengah kebun, bukan untuk keseluruhan lahan. "Saya tidak minta banyak, hanya keadilan. Kami sudah lama berkebun di situ, sebelum ada PT BEK. Berilah kami keadilan supaya kami bisa menikmati hasil jerih payah kami," ungkap Noralini dengan suara penuh pilu.
Wakil Ketua DPRD: "Jangan Intimidasi Rakyat Kecil!
Merespons permasalahan ini, Wakil Ketua DPRD Barito Utara, Heny Rosgiaty Rusli, angkat bicara dan menegaskan agar perusahaan tidak mengintimidasi rakyat kecil. Ia mengkritik langkah PT BEK yang terus membawa kasus ini ke jalur hukum, karena hal itu hanya menambah penderitaan masyarakat.
"Rakyat kecil seperti ini tidak punya kekuatan untuk melawan perusahaan besar seperti PT BEK. Kami sebagai wakil rakyat memohon, jangan selalu mempolisikan rakyat kecil yang tidak mampu," tegas Heny dengan penuh harap.
Pernyataan PT BEK Memicu Amarah Publik
Sementara itu, perwakilan PT BEK, Suryadi dari bagian eksternal, membantah tuduhan bahwa pihaknya ingin mempolisikan masyarakat. Ia berdalih bahwa perusahaan hanya berupaya memfasilitasi penyelesaian masalah. "Masalah ini sudah selesai secara resmi, pasti ada pihak lain yang menghasut dan memprovokasi Ibu Noralini," ujar Suryadi.
Namun, pernyataan tersebut justru memicu reaksi negatif dari berbagai pihak. Pendamping Noralini dari Majelis Agama Kaharingan Indonesia (MAKI), H. Asrat S.A.G, mempertanyakan keadilan dalam kasus ini. "Kalau perusahaan peduli, kenapa hanya membayar Rp40 juta untuk pondok? Kenapa lahan puluhan hektare yang digarap habis dengan kebun buah-buahan tidak ikut dihitung dan dibayar?" katanya.
DPRD Akan Turun ke Lokasi Sengketa
Sebagai tindak lanjut, DPRD Barito Utara berencana turun langsung ke lokasi sengketa untuk memastikan fakta di lapangan. Langkah ini diharapkan bisa menunjukkan komitmen wakil rakyat dalam membela masyarakat kecil yang tidak berdaya.
Masyarakat Menunggu Kepastian
Kasus ini menjadi pengingat bahwa konflik antara perusahaan besar dan masyarakat kecil masih sering terjadi. Publik berharap PT BEK segera memberikan ganti rugi yang layak kepada Noralini, bukan hanya untuk menjaga hubungan baik dengan warga, tetapi juga sebagai bentuk tanggung jawab sosial.
"Masyarakat kecil seperti Ibu Noralini yang hanya mengandalkan hasil kebun untuk hidup, seharusnya dibantu, bukan diintimidasi atau dipolisikan," ujar H. Asrat.
Kini, masyarakat menunggu kepastian penyelesaian sengketa ini, agar keadilan benar-benar ditegakkan. (Hen)
*BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS