Menjelang momen halving yang diperkirakan terjadi pada 20 April mendatang, harga Bitcoin terpantau turun pada Kamis (18/4). Penurunan terjadi lebih dari 3,84% menjadi US$61.309. Aset kripto terbesar di dunia ini telah anjlok lebih dari 13,05 dalam tujuh hari terakhir dan lebih dari 10,31% dalam satu bulan terakhir.
Menurut Trader Tokocrypto, Fyqieh Fachrur, penurunan Bitcoin ini terjadi bukan tanpa sebab. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi, utamanya meningkatnya ketegangan konflik Iran-Israel dan keyakinan The Fed yang tidak mungkin menurunkan suku bunga secara terburu-buru pada tahun ini.
"Selain itu, investor di pasar kripto tengah menantikan halving. Secara tren, halving ini akan meningkatkan harga, namun dengan harga Bitcoin yang baru-baru ini mencapai titik tertinggi dalam sejarah, keraguan muncul. Halving diperkirakan akan meningkatkan harga BTC dalam jangka panjang, tapi jelang itu Bitcoin akan semakin berfluktuasi dan kemungkinan akan terus mengalami penurunan," kata Fyqieh.
Tren Harga Bitcoin
Fyqieh menjelaskan secara tren harga Bitcoin menjelang halving, jika sejarah terulang kembali, BTC mungkin akan mengalami penurunan harga sebelum mendapatkan momentum untuk bull run. Tren penurunan ini bukan hal yang tidak terduga, karena BTC yang mengikuti tren historis menjelang halving mendatang.
Bitcoin perlahan-lahan beralih dari fase “Pre-Halving Rally” ke fase “Pre-Halving Retrace” yang cenderung terjadi 28 hingga 14 hari sebelum peristiwa halving. Fase ini mengakibatkan penurunan harga masing-masing sebesar 38% dan 20% pada tahun 2016 dan 2020. Sejarah Bitcoin menunjukkan penurunan besar-besaran sebelum berkurang separuhnya yang diikuti oleh reli besar-besaran.
"Jika memang ingin akumulasi aset seperti Bitcoin, mungkin bisa mulai DCA (Dollar Cost Averaging) untuk mengurangi volatilitas bitcoin di masa dekat dekat ini. Mengadopsi strategi DCA dapat membantu investor membeli BTC secara konsisten dan mengurangi risiko harga yang terlalu tinggi atau rendah. Investor juga dapat memperhatikan tren historis dan analisis teknis untuk menentukan titik masuk dan keluar yang tepat," saran Fyqieh.
Meskipun harga BTC mungkin akan mengalami koreksi harga lagi, dalam jangka panjang tampak bullish. Khususnya, setelah fase Pre-Halving Retrace, BTC akan memasuki fase akumulasi ulang. Fase akumulasi mungkin akan berlangsung selama hampir 5 bulan. Rentang akumulasi ulang ini yang dapat meningkatkan harga Bitcoin mencapai ATH Baru.
“Banyak investor yang terguncang pada tahap ini karena kebosanan, ketidaksabaran, dan kekecewaan terhadap kurangnya hasil besar dalam investasi BTC mereka setelah Halving. Setelah Bitcoin keluar dari area akumulasi ulang, terobosan ke tren naik. Selama fase inilah Bitcoin mengalami percepatan pertumbuhan menuju titik tertinggi baru sepanjang masa,” ujar Fyqieh.
Analisis Harga
"Reli yang berkepanjangan selalu terjadi setelah peristiwa halving, yang berlangsung selama 6-18 bulan. Pergerakan harga pada halving sebelumnya mendukung pandangan ini: Bitcoin naik rata-rata 61% dalam enam bulan menjelang halving sebelumnya, dan naik rata-rata 348% dalam enam bulan setelah halving," jelas Fyqieh.
Adanya ETF BTC spot kemungkinan dapat mempercepat tren kenaikan harga BTC dan menciptakan kondisi pasar yang belum pernah terjadi sebelumnya. Hal ini karena ETF BTC akan terus membeli lebih banyak BTC, sehingga membebani pasokan Bitcoin.
BTC memiliki dukungan kuat di dekat angka US$60.000 atau sekitar Rp 970 juta. Harga Bitcoin mungkin akan rebound setelah menyentuh level tersebut. Namun, jika gagal menguji support tersebut dan berada di bawahnya, maka kemungkinan BTC mencapai US$58.000 (Rp 938 juta). Namun, pada sisi positifnya, jika harga BTC naik, maka akan menemukan resistensi di level US$73.662 (Rp 1,19 miliar) dan US$77.080 (Rp 1,24 miliar), yang mungkin menghambat harga untuk naik lebih lanjut.
*BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS