BINUS Publishing menggelar webinar “Ngabuburit Bareng: Bedah Buku The Real Guilty Pleasures” bersama Ekky Imanjaya, Ph.D. selaku penulis buku The Real Guilty Pleasures dan Dosen Film BINUS serta Gorivana Ageza S.S., M.Hum., M.Fil. selaku aktivis Bahasinema dan Dosen UNPAR dan dimoderatori oleh Shadia Imanuella Pradsmadji, S.Sn., M.Si. selaku Dosen Film BINUS, yang berlangsung pada 22 Maret 2024 via Zoom Meeting.
Ekky Imanjaya adalah dosen tetap di Departemen Film, Bina Nusantara (BINUS) University, kampus Alam Sutera. Beliau menyelesaikan studi doktoralnya dari Kajian Film di University of East Anglia (2018), Inggris. Beliau merupakan kritikus film yang fokus pada sinema Indonesia, dan isu keislaman dan budaya pop. Beliau adalah anggota Dewan Festival di Madani International Film Festival dan Jakarta Film Week, dan menjadi Ketua Komite Film di Dewan Kesenian Jakarta (2021-2023). Karya popularnya, diantaranya tersebar di Majalah Tempo, Kompas, Astaga.com, dan Zinetflix. Sebagai akademisi, karyanya dimuat, antara lain, di Cinemaya, Colloquy, Plaridel, Asian Cinema, Jurnal Wacana, dan Historical Journal of Film, TV, Radio. Buku termutakhir yang ditulisnya adalah Mencari Film Madani: Sinema dan Dunia Islam (2019) dan Mujahid Film: Usmar Ismail (2021).
Gorivana Ageza seorang aktivis Bahasinema dan Dosen Film dari Universitas Katolik Parahyangan. Saat menempuh pendidikan sarjana, Ibu Echa bergabung dengan Sinesofia, kelompok diskusi film Fakultas Filsafat Universitas Katolik Parahyangan. Pada tahun 2015, Ibu Echa bersama teman-teman dari sejumlah kampus di Bandung mendirikan Bahasinema, komunitas yang berfokus pada ekshibisi dan kajian film. Sejak tahun 2019, Ibu Echa menjadi salah satu programmer Jogja-NETPAC Asian Film Festival. Ibu Echa juga menjadi juri nominasi kategori Film Cerita Pendek pada Festival Film Indonesia 2021-2023. Kini Ibu Echa menjalani kesehariannya sebagai dosen fakultas filsafat Universitas Katolik Parahyangan (UNPAR), sembari mengelola Sinesofia.
Buku The Real Guilty Pleasures membahas mengenai perlalulintasan budaya (cultural traffic) dari film-film tersebut, mulai dari akhir 1970-an sampai awal 2010-an, dari Indonesia sampai ke negara-negara lain. Film-film tersebut telah menjadi bidang penting dan bahkan menjadi objek ketegangan yang muncul dari berbagai politik selera yang melibatkan beberapa agen, seperti negara dan para elit budayanya, produser-produser film lokal, distributor dan eksibitor film lokal, khalayak lokal, distributor transnasional, dan para penggemar global. Dalam bukunya, Pak Ekky membongkar atau menimbang ulang edaran film-film kelas B pada masa orde baru dengan tujuan bahwa film kelas B yang banyak dianggap rendah oleh orang-orang harus masuk dalam sejarah Indonesia dan menjadi anak kandung perfilman Indonesia. Pak Ekky mengungkapkan “Arogan sekali orang-orang yang menganggap rendah selera-selera orang yang suka film 2000an, karena film itu hadir dan dikonsumsi banyak orang itu menandakan sebuah komunitas butuh estetika tertentu dari film ini, jadi dari buku ini dari kata menantang tadi adalah saya bilang bahwa kita membongkar dan menimbang ulang film-film yang dianggap tidak berkualitas harus masuk dalam sejarah Indonesia karena sejauh ini belum ada”.
Buku The Real Guilty Pleasures ini memperkenalkan kita terhadap film-film eksploitasi yang dianggap ‘tidak berkualitas’, film-film eksploitasi ini tidak diketahui dan tidak diakui oleh sejarah perfilman Indonesia, seperti yang disampaikan oleh Ibu Echa dalam presentasinya “ada beberapa problem dalam buku ini yang Saya anggap menarik yaitu sejarah perfilman berfokus pada sisi yang dianggap ideal. Akibatnya beberapa film eksploitasi di kepinggirkan, diabaikan, bahkan diam-diam disingkirkan karena dianggap tidak penting, tidak layak, dianggap berkualitas, dan merusak moral”. Buku The Real Guilty Pleasures, juga menganalisa secara menyeluruh dinamika politik, ekonomi, sosial, dan transformasi budaya dari film-film ‘berkualitas’ itu secara internasional membentuk dan memberi dampak terhadap suasana budaya film nasional dan global, termasuk secara kritis membenturkannya dengan konsep sinema kultus (cult cinema) yang sangat Barat-sentris.
Banyak peserta yang antusias bertanya mengenai film eksploitasi di Indonesia, Sejarah perfilman pada masa orde baru, pandangan terhadap film B, dsb. Peserta yang mendaftar dari BINUSIAN dan umum sebanyak 466, dan yang hadir dalam acara ini sebanyak 230.
Dari pemaparan seluruh narasumber maka dapat ditarik kesimpulan bahwa ada film-film yang dianggap tidak berkualitas oleh negeri sendiri namun justru dia menarik perhatian orang-orang yang ada di luar sana dan akhirnya diedarkan puluhan tahun setelahnya pengedaran aslinya. Kemudian mengenai estetika melawan etika, apakah yang estetik itu harus selalu etis? dan apakah yang etis itu tidak bisa estetik? hal tersebut akan selalu menjadi perdebatan yang menarik dan bisa dilihat dari banyak konteks. Sikap membina dan memberdayakan yang spesifik disoroti dalam buku The Real Guilty Pleasures adalah mengajak seluruh masyarakat untuk memberdayakan Film-Film eksploitasi yang dianggap ‘tidak berkualitas’ agar bisa masuk dan diakui dalam sejarah perfilman Indonesia.
BINUS Publishing memberikan diskon 25% sampai tanggal 31 Maret 2024. Kalian bisa mengunjungi koleksi BINUS Publishing melalui shopee https://shopee.co.id/binuspublishing, tokopedia https://tokopedia.com/binuspublishing, email di publishing@binus.edu, bisa juga dm di instagram kami di @publishingbinus atau kunjungi Beehive di Kampus BINUS @Anggrek Lt. Dasar.
*BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS