Surat suara untuk pemilihan calon presiden dan wakil presiden di Gudang KPU Kotamadya Jakarta Timur pada Kamis, 11 Januari 2024, di Jakarta. (Foto: Indra Yoga/VOA) |
JAKARTA - Organisasi Migrant Care telah mengadukan penemuan mereka terkait 3.238 data pemilih ganda di daftar pemilih tetap (DPT) Johor Bahru, Malaysia, kepada Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
Mereka juga menemukan 22 orang dengan alamat di Indonesia, khususnya Sumenep, Jawa Timur, terdaftar di DPT Johor Bahru.
Bahkan, beberapa pekerja migran yang telah kembali ke Indonesia masih terdaftar dalam DPT tersebut.
Temuan ini muncul setelah Migrant Care menyelidiki 4.000 lembar dokumen yang mencakup 119.491 nama pemilih.
Menyikapi laporan ini, Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU), Hasyim Asy’ari, langsung melakukan klarifikasi.
Terkait laporan di New York, KPU berhasil menemukan 198 pemilih ganda setelah penelusuran ulang terhadap DPT yang ada.
"Hasyim mengungkapkan bahwa pemilih ganda dicoret satu untuk menghindari kemungkinan pemilihan ganda. Dengan langkah ini, surat suara yang belum digunakan dapat dialokasikan untuk pemilih lain yang membutuhkan," kata Hasyim di kantornya pada Jumat (2/2).
Meskipun begitu, untuk laporan tentang pemilih ganda di Johor Bahru, KPU masih terus melakukan penelusuran dengan metode yang sama seperti dalam kasus New York.
Pengawas KPU Kota Depok sedang mengawasi logistik pemilu di Gudang KPU Kota Depok pada Rabu, 10 Januari 2024, di Cibinong, Jawa Barat. (Foto: Indra Yoga/VOA) |
Hasyim menegaskan bahwa KPU akan mengoreksi data jika masih ditemukan pemilih ganda.
Namun, ia juga menegaskan bahwa mereka telah melakukan analisis data pemilih secara berulang kali mulai dari tingkat kabupaten/kota hingga antarprovinsi dan antarnegara.
"Tetapi yang ingin kami pastikan adalah bahwa jika ada nama ganda, kami akan memastikan dengan daftar hadir. Setiap orang yang hadir harus terdaftar di daftar hadir untuk memastikan keabsahan," ujar Hasyim.
Sementara itu, Bawaslu menolak laporan yang diajukan oleh Migrant Care karena tidak memenuhi unsur materil.
Namun, mereka tidak merinci unsur materil yang dimaksud.
Direktur Eksekutif Migrant Care, Wahyu Susilo, menyatakan bahwa kekacauan dalam data pemilih menunjukkan bahwa KPU tidak memiliki standar baku dalam penetapan data DPT di luar negeri.
"Masalahnya adalah kita tidak memiliki angka pasti untuk warga negara Indonesia di luar negeri. Jadi, hanya Tuhan yang tahu angka pastinya," kata Wahyu.
Wahyu juga mengatakan bahwa kesalahan dalam DPT, khususnya DPTLN (Daftar Pemilih Tambahan Luar Negeri), memberikan ruang bagi potensi kecurangan dan pelanggaran pemilu lainnya.
*BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS