Warga Palestina berdiri di tengah puing-puing masjid dan bangunan yang runtuh akibat pemboman Israel di sekitar kota Rafah di selatan Jalur Gaza pada 24 Januari 2024. (Foto: AFP) |
JAKARTA - Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken pada Kamis (25/1) kembali menyerukan perlindungan warga sipil, menyusul serangan maut terhadap sebuah tempat perlindungan PBB di Gaza. Seruan itu muncul saat ada laporan bahwa tembakan Israel menghantam kerumunan orang Palestina yang sedang menunggu bantuan.
"Saya menyerukan agar perlindungan terhadap warga sipil di Gaza dijamin sepenuhnya, termasuk perlindungan terhadap fasilitas kemanusiaan yang sangat penting," tegas Blinken dalam pernyataannya.
Sedikitnya 20 orang tewas dan 150 lainnya cedera akibat serangan Israel terhadap kerumunan orang yang sedang menunggu bantuan kemanusiaan di Kota Gaza, menurut para pejabat kesehatan Gaza. Israel mengatakan sedang menyelidiki laporan tersebut.
Pernyataan tersebut diikuti oleh gerak maju pasukan Israel di Khan Younis, yang meninggalkan ribuan warga Gaza mencari tempat perlindungan yang aman. Keadaan semakin genting setelah tembakan tank Israel menyerang fasilitas yang menampung 43 ribu pengungsi Palestina, menurut laporan PBB.
Di Angola, Blinken menegaskan kembali pentingnya melindungi fasilitas-fasilitas seperti itu. "Kami telah mengkomunikasikan hal ini kepada pihak Israel, dan menurut pemahaman saya, mereka sedang menyelidiki insiden ini," katanya.
Israel, sementara itu, mengklaim bahwa bangunan yang menjadi target serangan adalah tempat di mana Hamas beroperasi.
Sementara itu, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu memperkuat rencananya untuk mendirikan zona penyangga di sepanjang perbatasan dengan Gaza. "Hamas datang untuk memusnahkan kami; kami akan memusnahkan mereka. Kami akan memperdalam akar kami di negara kami, kami akan menyingkirkan musuh-musuh kami. Kami akan berada di sini, dan mereka tidak akan berada di sana," tegas Netanyahu.
Tidak seperti rencana Netanyahu, AS tidak mendukung zona penyangga yang akan mencakup wilayah Palestina. Hal ini memunculkan kekhawatiran akan memperlebar kesenjangan antara Israel dan sekutunya.
Robert Blecher, direktur program Future of Conflict di International Crisis Group, mengungkapkan ketegangan di Washington. "Tingkat frustrasi di DC meningkat. Dan penyebabnya antara lain karena PM Israel Netanyahu secara terbuka; secara khusus menolak permintaan yang telah diajukan AS. Saya yakin Washington merasa tidak enak memberikan dukungan yang hampir-hampir tak terbatas, dukungan tanpa syarat, untuk apa yang dilakukan Israel dan membiarkan perdana menteri negara itu praktis meludahi wajah Anda," ujarnya.
Israel telah menolak desakan Washington mengenai pembentukan negara Palestina setelah perang berakhir. Ini memicu peringatan dari Sekjen PBB Antonio Guterres. "Penolakan ini dan pengingkaran hak untuk tetap adil kepada rakyat Palestina akan memperpanjang tanpa batas konflik yang telah menjadi ancaman besar bagi perdamaian dan keamanan global," tuturnya.
Dalam bulan-bulan yang banyak menimbulkan korban dalam konflik yang telah berlangsung puluhan tahun itu, Palestina memperkirakan hampir 26 ribu orang tewas akibat kampanye militer Israel di Gaza sejak 7 Oktober, ketika Hamas menyerang berbagai target di Israel, menewaskan 1.200 orang dan menyandera 240 orang lainnya. [uh/ab]
*BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS