JAKARTA – Direktur Eksekutif Voxpol Center Research & Consulting Pangi Syarwi Chaniago menilai Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menunjukkan sikap tidak profesional sebagai pengawas Pemilu 2024. Menurut dia, Bawaslu terkesan tak berani memberikan sanksi kepada perangkat desa yang terindikasi kuat mendukung pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka (Prabowo-Gibran).
"Anak SD (sekolah dasar) juga tahu apa yang mereka (asosiasi perangkat desa) lakukan itu melanggar aturan. Setiap pelanggaran itu seolah hanya (diberikan) teguran kemudian tidak ada gebrakan tidak ada sanksi untuk efek jera," ucap Pangi kepada wartawan di Jakarta, Selasa (28/11/2023).
Kegiatan perangkat desa yang dimaksud Pangi ialah acara kumpul-kumpul bertajuk "Silaturahmi Nasional Desa 2023" yang di Indonesia Arena, Kompleks Gelora Bung Karno (GBK), pekan lalu. Acara itu diinisiasi
kelompok Desa Bersatu yang dipimpin Muhammad Asri Anas.
Desa Bersatu diklaim memayungi sejumlah organisasi, semisal Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (Apdesi), Dewan Pimpinan Nasional Persatuan Perangkat Desa Indonesia (DPN PPDI), Asosiasi Badan Permusyawaratan Desa Nasional (Abpednas), dan Asosiasi Kepala Desa Indonesia. Dalam acara yang dihadiri Gibran itu, beredar surat yang isinya deklarasi nasional Desa Bersatu kepada Prabowo-Gibran.
Dugaan pelanggaran netralitas perangkat desa dalam acara itu sudah dilaporkan Aliansi Masyarakat Peduli Pemilu Jurdil (AMPPJ) ke Bawaslu. Ketua Bawaslu Rahmat Bagja mengaku bakal mendalami laporan tersebut. Ia akan meminta keterangan dari pihak-pihak terkait terlebih dahulu.
Pangi berharap Bawaslu serius menindaklanjuti laporan masyarakat sipil terkait Silaturahmi Nasional Desa 2023. Menurut dia, indikasi pelanggaran netralitas perangkat desa dalam acara tersebut sudah terlihat gamblang.
"Kalau Bawaslu tidak serius jangan-jangan ini ada konflik kepentingan juga di Bawaslu itu. Itu yang kemudian tidak tahu seleksi Bawaslu itu seperti apa. Apakah ada peran-peran kekuasaan sehingga orang Bawaslu itu tidak merdeka," ucap Pangi.
Pangi berpendapat reputasi Bawaslu sebagai pengawas Pemilu 2024 bakal merosot jika hanya berlindung pada sanksi teguran ketika memproses kasus pelanggaran berat. Ia mendesak Bawaslu bersikap tegas dan tak pandang bulu.
"Seharusnya mereka menunjukan kalau Bawaslu ini bukan miliknya kekuasaan. Sehingga memang mereka berlaku fair dan tidak diskriminatif. Mereka harusnya bisa memberikan sanksi diskualifikasi pelanggaran berat," ucap Pangi.
Ke depan, ia menyarankan agar proses politik dalam pemilihan anggota Bawaslu dibenahi. Dengan begitu, anggota Bawaslu bisa bersikap netral saat menjalankan fungsi pengawasan, tanpa harus tersandera kepentingan-kepentingan politik dari penguasa.
"Bisa jadi mereka tersandera oleh kepentingan itu sendiri jadi tidak berani memutus revisi undang- undang yang berlaku. Karena itu, Bawaslu harus adil. Memang sistem politik kita tidak kuat jadi sangat bergantung kepada orang. Sebenarnya kalau sistem kuat dan tidak melihat siapa dan jabatannya apa, dia bisa berlaku adil dan tidak diskriminatif," jelas Pangi.
Tak semua kades satu suara mendukung Prabowo-Gibran. Di sejumlah kabupaten dan kota di Jawa Tengah (Jateng), banyak kades yang tak ikut "bermain politik" bersama Desa Bersatu. Belum lama ini, para kades di Wonogiri, Karanganyar, dan Klaten dipanggil Polda Jateng. Polisi berdalih ada penggunaan dana desa yang tidak sesuai spesifikasi.
Pemanggilan para kades itu disinggung calon presiden Ganjar Pranowo dalam acara konsolidasi relawan di JI Expo, Jakarta Pusat, Senin (28/11). Ganjar menduga pemanggilan tersebut bentuk intimidasi dari penguasa terhadap kades-kades yang berusaha menjaga netralitas di Pilpres 2024.
"Saya sudah mendapatkan laporan, kades mulai diperiksa. Maaf, maaf. Saya tidak bisa lagi diam. Bapak, Ibu, tenang. Ada kawan-kawan DPR RI yang akan menggunakan seluruh konstitusinya jika pemilu ini tidak jurdil," ujar mantan Gubernur Jateng tersebut.
*BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS