Pontianak, Kalbar - Ketua Majelis Adat Budaya Melayu (MABM) periode 2023—2028, Prof. Dr. H. Chairil Effendy, M.S, yang terpilih secara aklamasi melalui Musyawarah Besar (Mubes) VI, menekankan pentingnya memberikan perhatian pada pendidikan dan menjaga harmonisasi. Pernyataan tersebut disampaikannya di Pontianak pada hari Minggu.
Chairil Effendy menjelaskan bahwa MABM akan fokus pada pendidikan dengan membangun ekosistem pendidikan, termasuk pendirian sekolah dan merekrut anak-anak melayu sebagai siswa. MABM juga akan menjalin kerja sama dengan pihak lain untuk memberikan perhatian pada anak-anak melayu di pedalaman yang kurang mampu dalam mendapatkan pendidikan.
"Seperti yang dijanjikan oleh Dr. Osman Sapta, kami akan memberikan beasiswa kepada anak-anak Melayu. Beliau bersedia memberikan beasiswa kepada dua orang anak Melayu dari setiap kabupaten/kota sebanyak 14 untuk menempuh pendidikan di Universitas OSO," kata Chairil Effendy.
Selain itu, Chairil Effendy menyatakan pentingnya mengimplementasikan harapan Gubernur Kalimantan Barat terkait pemberian pendidikan politik kepada calon penyelenggara negara. Menurutnya, para politisi di Kalimantan Barat perlu memiliki pengetahuan tentang fungsi-fungsi yang akan mereka jalankan.
"Banyak daerah di Kalimantan Barat di mana SDM mereka kurang memahami fungsi-fungsi kepemimpinan yang harus mereka jalankan. Akibatnya, banyak dari mereka terlibat dalam pelanggaran hukum, yang merugikan diri mereka sendiri serta daerah yang mereka bina," ujar Chairil Effendy.
Chairil Effendy juga menyampaikan bahwa MABM tetap akan mengonsolidasikan kekuatan seluruh elemen masyarakat di Kalimantan Barat yang tergabung dalam PMP untuk menjaga harmonisasi.
"Konsolidasi ini diperlukan agar tidak terjadi polarisasi dan segregasi sosial, karena Indonesia merupakan bangsa yang plural. Jika tidak dijaga, dapat timbul friksi dan konflik. Kalimantan Barat sendiri memiliki potensi catatan sejarah konflik yang panjang sejak abad ke-18, seperti perang antara kelompok Taikong yang melibatkan Taikong China dengan kesultanan Melayu dan pemerintahan kolonial," jelasnya.
Chairil Effendy juga mengungkapkan kekhawatirannya terhadap pengalaman konflik antara etnis Madura dan Dayak, Madura dan Melayu, serta friksi politik antara Melayu dan Dayak. Ia berharap agar hal-hal tersebut tidak terulang kembali.
"Budaya selalu mengalami tarik-menarik antara keberaturan dan ketidakberaturan. Jika ketidakberaturannya dibiarkan, dapat timbul kekacauan. Namun, terlalu banyak keberaturan juga bisa membosankan. MABM ingin menjalankan fungsi untuk menjaga dan mendinamisasi kehidupan masyarakat agar tetap seimbang dan harmonis, namun tetap terbuka terhadap inovasi-inovasi baru yang sesuai dengan perkembangan zaman," ucap Chairil Effendy.
Sebelumnya, Gubernur Kalimantan Barat, Sutarmidji, telah meminta kepada MABM untuk memberikan perhatian pada budaya-budaya yang sudah punah agar dapat diangkat kembali dan dikenalkan kepada generasi muda atau milenial.
"Budaya-budaya yang sudah punah perlu digali kembali dan diperkenalkan kepada generasi muda," ujar Sutarmidji.
Dengan terpilihnya Prof. Dr. H. Chairil Effendy sebagai Ketua MABM periode 2023—2028, diharapkan bahwa fokus pada pendidikan dan menjaga harmonisasi akan menjadi prioritas yang akan dijalankan oleh MABM Kalimantan Barat. Upaya ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) anak-anak Melayu serta memperkuat hubungan antarbudaya dan perdamaian di Kalimantan Barat.
(Tim/Hermanto)
*BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS