Filosofi Pasal 110A dan 110B Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja terkait Kehutanan dan Perkebunan | Borneotribun.com

Selasa, 14 Februari 2023

Filosofi Pasal 110A dan 110B Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja terkait Kehutanan dan Perkebunan

Philosofi Pasal 110A dan 110B Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja terkait Kehutanan dan Perkebunan
Philosofi Pasal 110A dan 110B Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja terkait Kehutanan dan Perkebunan.
JAKARTA - Indonesia pernah menikmati masa keemasan minyak bumi. Bahkan tercatat sebagai anggota negara-negara pengekspor minyak yang tergabung dalam OPEC.

Di tengah eforia itu, cadangan minyak menipis. Pemerintah Orde Baru mulai memikirkan potensi Energi Baru Terbarukan dengan membuka perkebunan sawit dan menjadikannya palm oil. Mulailah hutan-hutan dibabat, terjadi ileggal loging secara besar-besaran.

Mulanya, sekitar 1980-an, luas kebun sawit di Indonesia baru mencapai 20.000 hektar. Namun, Setelah Orde Baru tumbang 1998, lahan-lahan hutan yang sudah dibabat kayunya terlantar. Mulainya perkebunan sawit dibuka secara besar-besaran.

Runtuhnya rezim Orde Baru ditandai dengan dengan sistem sentralisasi berubah menjadi desentralisasi. Terkait izin-izin pengelolaan tidak lagi hanya dimonopoli Kementerian Kehutanan (Pemerintah Pusat). Otonomi daerah berperan penting. Bupati dan walikota yang dipilih secara langsung menjadi raja-raja kecil dalam memberikan izin, seperti Izin Usaha Perkebunan (IUP), Izin Lokasi dan lainnya. Akibatnya, terjadi tumbang tindih perizinan.

Melihat kondisi ini, pemerintahan Presiden Joko Widodo menerbitkan Undang-Undang No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, yang antara lain isinya “penyelesaian keterlanjuran kegiatan di kawasan hutan yang apabila tidak mengatongi atau memiliki izin bidang kehutanan atau izin berusaha, khususnya untuk kebun kelapa sawit, telah diatur  dalam Pasal 110 A dan 110 B.

Dalam ketentuan Pasal 110 A dan 110 B, memberi waktu selama 3 (tiga) tahun menyelesaikan perizinannya dan pelanggaran atas ketentuan tersebut hanyalah dikenakan sanksi admisistratif. 
Sejalan dengan itu, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI mengeluarkan keputusan tentang Data dan Informasi Kegiatan Usaha yang Telah Terbangun di Dalam Hutan yang Tidak Memiliki Perizinan di Bidang Kehutanan. SK ini dikeluarkan  secara bertahap, sampai VII tahap.  

Dari salinan Keputusan Menteri LHK Nomor: SK.531/MENLHK/SETJEN/KUM.1/8/2021 tahap II ada 313 perusahaan, termasuk Duta Palma Group yakni PT Palm Lestari Makmur, PT Palma Satu, dan PT Panca Agro Lestari, yang saat ini tengah disidangkan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat. 

SK.531 itu terdiri dari VII tahap pendataan dengan total terdapat 1.189 kegiatan usaha, dengan masalah yang serupa dengan Duta Palma. Alhasil, situasi inilah yang membuat ribuan pengusaha mulai khawatir dipidanakan.  

Untuk diketahui, proses persidangan terhadap Surya Darmadi, pemilik Duta Palma Grup di Pengadilan Jakarta Pusat sudah memasuki agenda pledoi yang akan dilakukan, Rabu 15 Februari 2023. Dan, kemungkinan vonis hakim akan dibacakan, Rabu 22 Februari 2023.

*BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS

  

Bagikan artikel ini

Tambahkan Komentar Anda
Komentar