Harga Kendaraan Listrik Masih Tinggi, Tapi Semakin Relevan Di Masa Depan.
Gambar ilustrasi. Harga Kendaraan Listrik Masih Tinggi, Tapi Semakin Relevan Di Masa Depan. |
Harga Kendaraan Listrik Di Segmen Besar Atau Niaga Yang Masih Cenderung Tinggi
BorneoTribun Jakarta - Pengamat otomotif dan akademisi Institut Teknologi Bandung (ITB) Yannes Pasaribu membagikan pendapatnya terkait harga kendaraan listrik di segmen besar atau niaga yang masih cenderung tinggi, sehingga transisi dan produksinya pun belum se-masif mobil segmen menengah.
"Kendaraan bertonase besar, apalagi untuk kebutuhan logistik belum siap untuk beralih ke elektrifikasi di waktu dekat ini, mengingat masih mahalnya harga baterai disamping bobotnya yang cukup berat. Sehingga, belum dapat mencapai tingkat keekonomian dalam pengoperasiannya," kata Yannes, Jumat (23/9/2022) kemarin.
Baterai Berkapasitas 400 KWh Membutuhkan Biaya Sekitar Rp960 Juta
Ilustrasi. Gambar pixabay |
Lebih lanjut, ia memberikan gambaran, dimana harga baterai lithium per KWh-nya di luar packing dan setting serta casing saat ini sekitar 160 dolar AS.
"Jadi jika untuk mobilitasnya sebuah truk besar memerlukan baterai berkapasitas 400 KWh makan untuk baterai saja sudah membutuhkan biaya sekitar Rp960 juta. Jelas tidak ekonomis," kata Yannes.
"Lalu, berat baterai per KWh berkisar 5-7 kilogram (tergantung teknologi dan produsennya), maka untuk 400 KWh akan menghasilkan berat baterai saja 2 sampai 2,8 ton yang harus dibawa truk, di luar beban barang yang harus diangkut. Jelas akan mengurangi daya angkut barangnya hanya gara-gara terus menggendong baterai yang berat sekali," imbuhnya.
Adapun alasan lainnya adalah terkait jumlah populasi kendaraan niaga dalam negeri hanya sekitar 1 persen dari jumlah total populasi 149,7 juta lebih kendaraan bermotor yang ada di Indonesia.
Sehingga, lanjut dia, konsentrasi pengembangan baterai kendaraan listrik (battery electric vehicle/BEV) jangka menengah secara strategis tentunya lebih pas ditujukan pada kendaraan penumpang roda empat dan roda dua yang populasinya paling besar.
ITB: Mobil Listrik Kompak akan Banyak Diminati
Bicara soal kendaraan penumpang roda empat, harga untuk mobil listrik di Indonesia pun masih cenderung tinggi jika dibandingkan dengan daya beli masyarakat yang berkisar di angka Rp200-300 jutaan. Saat ini, hanya terdapat satu pilihan mobil kompak dengan dua pintu dan empat kursi yang berada di kisaran angka tersebut.
Namun, Yannes berpendapat bahwa mobil listrik kompak nantinya akan menjadi pilihan yang lebih diminati daripada segmen favorit selama ini seperti SUV dan LMPV, menyusul permasalahan perkotaan yang berada di depan mata.
"Di banyak kota besar, parkir untuk kendaraan yang berdimensi panjang semakin lama semakin sulit akibat meningkatkan jumlah kendaraan berbanding dengan lahan parkir yang semakin terbatas. Jelas secara utilitas mobil berdimensi kecil lah yang paling mampu menjawab permasalahan tersebut," kata dia.
Selain itu, segmentasi masyarakat Indonesia yang sudah mendekati karakteristik konsep dari desain futuristik dan kompak pun dinilai merupakan kelompok pasar generasi millenial yang mengembangkan aktivitas hidup dan kerjanya di perkotaan, yang telah memiliki kesadaran akan pentingnya berkontribusi dalam mengurangi polusi udara.
"Serta, berkeinginan untuk memiliki mobil pertama kendaraan yang berteknologi terbaru, desain yang futuristik dan dapat merepresentasikan jati diri mereka. Namun, masih memiliki penghasilan yang belum begitu besar," ujar Yannes.
Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia Menilai Kendaraan Listrik Adalah Kendaraan Masa Depan
Ilustrasi. Gambar pixabay |
Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (GAIKINDO) menilai bahwa kendaraan listrik merupakan kendaraan yang semakin relevan di masa depan.
"Kendaraan bermotor listrik seperti HEV (Hybrid Electric Vehicle), PHEV (Plug-In Hybrid Electric Vehicle), BEV (Battery Electric Vehicle) ataupun FCEV (Fuel Cell Electric Vehicle) atau kendaraan bermotor yang menggunakan hydrogen sebagai bahan bakarnya adalah kendaraan bermotor masa depan yang saat ini keberadaannya semakin nyata," ujar Ketua Umum GAIKINDO Yohannes Nangoi dalam keterangannya, Jumat.
Menurutnya, saat ini Industri otomotif Indonesia telah menyediakan kendaraan bermotor listrik hasil produksi dalam negeri anggota GAIKINDO termasuk jenis kendaraan penumpang maupun komersial ringan, dalam rentang kisaran harga Rp200-300 juta, Rl400-600 juta, dan di atas Rp600 juta.
Ketersediaan merek dan varian kendaraan bermotor listrik tersebut akan terus dikembangkan dan disesuaikan dengan arah kebijakan Pemerintah.
Nangoi juga memberikan penjelasan lebih lanjut tentang eksistensi kendaraan bermotor listrik di Indonesia.
"GAIKINDO telah membuktikan eksistensi keberadaan kendaraan masa depan tersebut terhadap masyarakat. Pada kesempatan GIIAS 2022 pada Agustus 2022 lalu, selama 11 hari penyelenggaraannya, telah terjual total 1594 unit kendaraan bermotor listrik, termasuk di dalamnya 320 kendaraan bermotor hybrid dan 1274 unit kendaraan bermotor listrik berbasis baterai (KBLBB/BEV). Penjualan selama 11 hari tersebut melampaui total penjualan kendaraan bermotor listrik sepanjang tahun 2021," jelas Nangoi.
Lebih lanjut, GAIKINDO juga mencatat bahwa GIIAS 2022 juga menampilkan jumlah merek dan varian kendaraan bermotor listrik yang terbanyak dibandingkan dengan yang pernah ditampilkan pada pameran otomotif di Indonesia selama ini.
Menurut GAIKINDO, hal yang harus dicermati saat ini adalah adanya tantangan yang perlu dihadapi industri otomotif Indonesia ke depannya, yakni untuk terus meningkatkan jenis dan jumlah kendaraan bermotor listrik yang diproduksi di Indonesia, dan terus berkontribusi sebagai salah satu industri pahlawan devisa negara.
"Tantangan yang dihadapi industri otomotif Indonesia ke depan adalah untuk terus meningkatkan jenis dan jumlah kendaraan listrik hasil produksi nasional, dan terus mengembangkan industri otomotif Indonesia secara global," kata Nangoi.
Sesuai dengan komitmen pemerintah pada Perjanjian Paris untuk menurunkan pemanasan global, sejak awal industri otomotif nasional membangun pemahaman bahwa kendaraan masa depan yang akan lalu lalang di Indonesia, adalah kendaraan bermotor yang memiliki dua syarat utama.
Pertama, kendaraan bermotor dengan emisi gas buang yang rendah dan ramah lingkungan. Kedua, kendaraan bermotor dengan penggunaan bahan bakar fosil yang makin berkurang untuk digantikan dengan bahan bakar nabati atau dengan bahan bakar baru dan terbarukan lainnya.
Pemerintah dan industri otomotif nasional pun telah memulai langkah-langkah transisi untuk menggantikan bahan bakar berbasis fosil menuju bahan bakar baru terbarukan. Sebagai contoh saat ini Indonesia telah menggunakan B30 dimana campuran nabati 30 persen adalah yang tertinggi di dunia.
Selain itu, Inpres 7/2022 mengenai penggunaan kendaraan bermotor listrik bagi berbagai instansi Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, Kementerian dan Lembaga termasuk BUMN juga telah diterbitkan untuk mendorong momen ini.
(yk/ant)
*BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS