Kompolnas: Bareskrim tidak Tebang Pilih Usut Kasus Tindak Pidana Pencucian Uang KSP Indosurya Cipta. |
Borneo Tribun, Jakarta - Anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), Poengky Indarti, menegaskan bahwa Bareskrim Polri tidak tebang pilih dalam mengusut kasus penipuan, penggelapan, serta Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) petinggi Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Indosurya Cipta.
"Kami melihat penyidik sudah melaksanakan tugasnya dan tidak tebang pilih. Kami semua berharap penyidikan dapat segera P-21," kata Kompolnas dalam keterangan yang diterima di Jakarta, pada Minggu (18/04/22).
Kompolnas Poengky Indarti menjelaskan bahwa Kompolnas telah melakukan klarifikasi ke Bareskrim terkait pengusutan kasus yang menjerat tiga petinggi Indosurya itu.
Menurutnya, perkara tersebut sempat dilimpahkan ke kejaksaan, namun dikembalikan dengan disertai sejumlah petunjuk jaksa.
"Saat ini, penyidik sedang melengkapi berkas sesuai petunjuk-petunjuk Jaksa agar berkas sempurna. Petunjuk-petunjuk yang diberikan cukup banyak, termasuk audit investigasi yang memakan waktu cukup lama," ujarnya.
Lebih lanjut, Kompolnas Poengky Indarti meminta semua pihak, termasuk pengacara korban penipuan Indosurya ini bersabar dan mendukung penanganan kasus ini.
"Mohon bersabar dan diharapkan mendukung jika ada informasi-informasi yang dibutuhkan penyidik untuk melengkapi berkas," katanya.
Sebelumnya, Bareskrim Polri menetapkan tiga petinggi KSP Indosurya, yakni Ketua KSP Indosurya Cipta Henry Surya, Direktur Keuangan KSP Indosurya Cipta June Indria, dan Direktur Operasional KSP Indosurya Cipta Suwito Ayub.
Ketiganya disangkakan dengan dugaan tindak pidana perbankan dan/atau tindak pidana penggelapan dan/atau tindak pidana penipuan/perbuatan curang, dan tindak pidana pencucian uang.
KSP Indosurya diduga menghimpun dana secara ilegal dengan menggunakan badan hukum Koperasi Simpan Pinjam Indosurya Inti/Cipta yang dilakukan sejak November 2012 sampai dengan Februari 2020.
Perhimpunan dana ini memiliki bentuk simpanan berjangka dengan memberikan bunga 8-11 persen.
Kegiatan tersebut dilakukan di seluruh wilayah Indonesia tanpa dilandasi izin usaha dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Kasus ini mengemuka setelah koperasi mengalami gagal bayar.
(YK/ER)
*BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS