Anggota DPRD Ketapang, Abdul Sani. |
Borneo Tribun Ketapang, Kalbar — Anggota DPRD kabupaten Ketapang menerima dua aduan dari masyarakat kecamatan Sandai kabupaten Ketapang menyangkut aktivitas perusahaan PT Cipta Mineral Investindo Tbk (CMI) site Sandai Ketapang.
Pertama, adanya dugaan pencemaran lingkungan akibat jebolnya tanggul penampungan limbah atau washing plant, kedua soal Izin Pemanfaatan Air Permukaan atau Ipap.
"Jadi kami berencana akan turun mengecek kebenaran info itu, karena jika peristiwa itu benar, bearti ada pelanggaran yang dilakukan oleh perusahaan tambang disana, dan ini menurut kami, kejadian serius," Tutur anggota DPRD Ketapang, Abdul Sani, Selasa (5/4/22).
Sani menjelaskan, dalam menerima dua persoalan tersebut, DPRD bertindak sesuai dengan fungsinya yakni pengawasan.
Peristiwa jebolnya bak penampungan limbah atau washing plant (WP) itu terang Sani terjadi sekitar pertengahan bulan Maret 2022. Limbah itu berasal dari WP tiga dan empat.
"Diduga limbah tersebut berasal dari WP 3 dan 4 yang aliran limbahnya mengaliri sungai Kediuk," kata Sani.
Legislator partai PPP empat periode tersebut menambahkan, kabarnya CMI juga belum mendapatkan ijin pemanfaatan air permukaan dari dinas ESDM provinsi Kalbar.
Informasi tersebut terang Sani, diketahui dari pernyataan kepala desa Sandai Kiri, Herman Susandi sebagaimana yang dilansir media rri.co.id dan Sindonews.com pada 4 April 2022.
Disebut Herman, kutip Sani, sejak beroperasi tahun 2008, PT CMI tidak mengantongi ijin tersebut dikarenakan pihak desa tidak pernah menerbitkan surat rekomendasi itu.
Jika benar peristiwa itu, maka bisa saja kata Sani, DPRD akan memberikan rekomendasi kepada kementerian LHK untuk menjatuhkan sanksi kepada CMI.
"Tapi tentunya kita akan hati-hati dulu. Ini persoalan serius," ucap dia.
Sementara itu, kepada rri.co.id, Kepala Desa Sandai Kiri, Herman Susandi mengatakan dalam melakukan aktivitas pencucian bauksit, PT CMI sudah membendung tiga sungai alam ditempat mereka yakni sungai Pui, sungai Jereneh dan sungai Pengayoh.
Akibatnya kata Herman, merusak kualitas air dan membunuh biotanya serta merusak lahan pertanian dan kebun milik warga.
"Saat ini air sungai Kediuk kondisinya sudah bercampur lumpur berwarna kuning pekat," kata Herman.
Herman mengatakan, sejauh ini, langkah yang sudah dilakukan CMI terhadap persoalan limbah adalah dengan memberi ganti rugi kepada masyarakat, meskipun langkah itu berulang kali setiap ada peristiwa serupa.
Saat dikonfirmasi, bagian informasi atau humas PT CMI Tbk Jakarta, Vera Silviana mengatakan perusahaan Harita Bauksit (CMI) taat akan aturan.
Ia mempersilakan legislator Ketapang apabila akan meninjau proses pekerjaan PT CMI.
"Kami selaku perusahaan Harita Bauksit taat akan aturan, mulai dari semua perizinan dan praktek penambangan," kata Vera, Kamis (7/4/22).
Ia menyangkal peristiwa pencemaran limbah tersebut terjadi baru-baru ini. "Terkait hal ini saya konfirmasi adalah kejadian tahun lalu," ujarnya.
Sebagai informasi, Undang-undang nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup di dalam pasal 1 angka 14 memberi sanksi berupa pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda Rp 3 milyar bagi pihak baik orang atau perusahaan yang melakukan perbuatan pencemaran lingkungan.
Sedangkan terkait ijin pemanfaatan air permukaan, pelaku dapat dijerat dengan pasal 93 ayat ke 3 huruf b dan c Undang-undang Nomor 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air. (dins).
*BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS