BorneoTribun Jakarta - Selain gencar mencari investor untuk mendanai pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN), pemerintah menawarkan opsi urunan dana atau crowd funding dari masyarakat.
Kepala Otorita IKN Bambang Susantono mengatakan pembangunan ibu kota negara baru membutuhkan waktu yang panjang, sekitar 15-20 tahun. Pihaknya berencana membangun IKN yang berlokasi di Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, hingga 2045.
Dengan rentang waktu yang panjang tersebut, menurutnya, dibutuhkan anggaran yang tidak sedikit. Oleh karena itu, pihaknya mengharapkan partisipasi seluruh elemen masyarakat.
“Ini tentu saja membutuhkan support pembiayaan dari berbagai elemen masyarakat. Kalau kita lihat UU-nya ada dana yang didapat dari pemerintah, melalui APBN, APBD, ataupun KPBU, dan juga dari masyarakat sendiri. Masyarakat juga bisa urun rembuk, dan juga dalam skala tertentu mereka bisa ikut serta di dalam pembangunan berbagai macam fasilitas di lapangan,” ungkap Bambang, usai melakukan pertemuan dengan Presiden Jokowi, di Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (29/3).
Ia mengklaim, antusiasme masyarakat yang ingin turut serta mendanai pembangunan IKN ini sudah mulai terlihat. Bambang mengaku dihubungi oleh perwakilan diaspora global atau masyarakat Indonesia yang berada di luar negeri yang ingin memiliki rumah diaspora di IKN tersebut. Menurutnya, jika serius pihaknya akan memfasilitasi hal tersebut.
“Hal-hal seperti ini tentu merupakan inisiatif dari komunitas, dari masyarakat yang baik dan mereka juga akan dalam tanda petik mencari dananya sendiri untuk membangun itu. kami sifatnya fasilitasi, sejauh desain dan hal-hal yang prinsip untuk menjaga keharmonisan rancang bangun dair kota itu tetap terjaga,” jelasnya.
Di sisi lain, dalam pertemuan dengan Presiden Jokowi, pihaknya juga membicarakan tiga aspek penting dalam pembangunan IKN ini, yaitu perencanaan, pelaksanaan dan regulasi.
Untuk regulasi, pihak otoritas IKN sedang menyelesaikan empat rancangan Perpres, dan juga dua rancangan Peraturan Pemerintah. Semua regulasi itu, menurutnya, perlu disinkronisasi untuk menciptakan landasan hukum yang kuat.
“Dalam hal perencanaan, kita melakukan konsolidasi, bagaimana perencanaan dari yang paling makro yaitu rencana induk, kemudian rencana detil tata ruang, sampai dengan rencana tata bangunan dan lingkungan yang paling bawah. Dimana nanti levelnya itu bisa sampai ke blok, sub blok, ini juga kita cek. Saya dan Pak Doni (Wakil Ketua Otorita IKN Dhony Rahajoe, red) melakukan banyak pertemuan dengan Kementerian/Lembaga, untuk melihat kesesuaian konsistensi dari atas sampai bawah, dan yang paling bawah ini sangat penting karena inilah nanti yang akan dilihat oleh mitra kerja untuk membangun ke depan,” tuturnya.
Sementara itu, dari sisi pelaksanaan pihaknya juga sedang melakukan penyesuaian terkait pelaksanaan teknis, seperti jalur logistik dan bahan baku, yang sesuai dengan prinsip-prinsip lingkungan..
Dalam kesempatan yang sama Wakil Ketua Otorita IKN Dhony Rahajoe mengungkapkan pihaknya tidak memiliki cukup banyak waktu untuk mewujudkan sebuah Ibu Kota Negara baru seperti yang diinginkan oleh Jokowi. Namun pihaknya akan berusaha untuk mewujudkan hal-hal yang prinsip dan penting di awal pembangunan IKN tersebut.
“Yang menjadi perhatian kami adalah amanah yang disampaikan UU, bahwa kota ini harus menjadi kota yang sustainable di dunia, yang menjadi kota pusat pertumbuhan, kemudian kota yang mencerminkan keberagaman Indonesia. Sejak awal kami ingin menjaga itu, jadi semua inisiatif akan kami ukur dari tiga hal tersebut,” ungkap Dhony.
Apakah Masyarakat Akan Berminat?
Pengamat Ekonomi Indef Eko Listiyanto mengatakan sejauh ini belum pernah ada mekanisme crowd funding dari masyarakat untuk mendanai sebuah pembangunan infrastruktur atau sebuah ibu kota negara baru. Kalaupun ini terwujud, menurutnya porsinya tidak akan terlalu besar dan hanya diperuntukkan untuk membangun bagian non komersial. Maka dari itu, menurutnya, pemerintah tetap hanya bisa mengandalkan investor besar untuk ikut mendanai pembangunan IKN ini.
“Saya yakin akan sepi peminat, mungkin ada satu dua yang akan ikut terutama mungkin kebetulan pemerintah didukung partai yang cukup banyak, kaya gitu mungkin akan iuran, tetapi berapa besarnya, dugaan saya juga gak akan gede-gede banget. Berbeda kalau misalkan, walaupun ini yang dihindari dibuatkan obligasi tapi khusus yang beli adalah masyarakat domestik misalnya. Itu gede, tapi konsekuensinya adalah utang karena suatu saat harus dikembalikan, itu yang coba dihindari,” ungkap Eko kepada VOA.
Pembanguna IKN Tidak Menarik di Mata Investor?
Eko juga menyoroti mundurnya Softbank yang mundur sebagai investor dalam mega proyek tersebut. Ia menjelaskan, dengan mundurnya Softbank tersebut bukan berarti investasi dalam pembangunan IKN ini tidak menarik sama sekali di mata investor.
Berbicara mengenai return of investment, ia melihat pada saat ini telah terjadi pergeseran preferensi investor dalam menanamkan modalnya dalam sebuah proyek. Menurutnya, untuk berinvestasi di bidang infrastruktur untuk saat ini sudah tidak semenarik pada era tahun 2000-an. Eko mengamati para investor kakap kini tertarik berinvestasi pada bidang berbeda.
“Sekarang itu kalau dilihat preferensi globalnya itu investor senang apa sih? Dia senang yang agak shopisticated, kaya bio technology, nemuin vaksin, terus mengotak-ngatik DNA. Itu termasuk diminati bahkan oleh negara-negara yang Timur Tengah, karena tahu bahwa kalau berhasil menemukan vaksin, atau menemukan teknologi tertentu itu tingkat pengembalian hasilnya luar biasanya, double digit. Dari situ akhirnya pendanaan untuk infrastruktur itu bergeser preferensinya. Kalau engga dijamin atau dijanjikan dengan return yang besar yang setara dengan model investasi dikeuangan, bio teknologi, ya engga akan datang. Itu problemnya,” pungkasnya.
Maka dari itu, menurutnya, pemerintah akan lebih kesulitan dalam mencari investor kakap guna membangun IKN tersebut. [gi/ab]
Oleh: VOA Indonesia
*BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS