Orang-orang mengamati buaya berkalung ban sepeda motor bekas di lehernya di sungai di Palu, Sulawesi Tengah, 20 September 2016. (Foto: Antara/Mohamad Hamzah via REUTERS) |
BorneoTribun Jakarta - Seorang penyayang binatang berhasil melepaskan ban sepeda yang secara tidak sengaja mengalungi leher seekor buaya di Palu, Sulawesi Tengah, selama enam tahun terakhir. Buaya tersebut sebelumnya dikenal sulit ditangkap.
Buaya berukuran kira-kira empat meter itu telah menimbulkan simpati di antara beberapa warga Palu yang khawatir jika ban tersebut akan mencekik reptil itu ketika ukuran tubuhnya semakin besar.
Namun ternyata buaya itu sangat sulit untuk ditangkap.
Sebelumnya, Balai Konservasi Sumberdaya Alam (BKSDA) Provinsi Sulawesi Tengah sudah menggelar sayembara berhadiah besar untuk membantu membebaskan seekor buaya dari lilitan ban.
Keberadaan buaya dalam kondisi berkalung ban bekas sepeda motor itu diketahui sejak 2016 silam.
Meskipun kemunculannya di permukaan sungai sulit dipastikan, tetapi di tanggul bantaran sungai di jembatan satu di Kota Palu, Sulawesi Tengah, selalu saja ada masyarakat yang datang untuk melihat keberadaan buaya berkalung ban yang kini menjadi obyek sayembara berhadiah besar ini.
Keberadaannya sempat terlupakan ketika masyarakat dilanda gempa bumi tahun 2018, tetapi publik kota Palu kembali ingat pada nasib buaya malang ini setelah Balai Konservasi Sumberdaya Alam (BKSDA) Sulawesi Tengah mengumumkan sayembara melepaskan ban dari tubuh buaya itu.
Berbicara kepada VOA, Hasmuni Hasmar, Kepala BKSDA Sulawesi Tengah mengatakan sayembara itu dibuat karena keprihatinan dan sekaligus keinginan banyak pihak, khususnya warga di Kota Palu, agar buaya itu terbebas dari ban yang kini semakin mencengkeram tubuh buaya yang terus besar itu.
“Pertama minta dukungan, yang kedua karena keterbatasan saya punya keterbatasan sumberdaya manusia untuk melepaskan ban itu. Kepedulian saya itu buat sayembara,” Kata Hasmuni.
Kepala BKSDA Sulawesi Tengah itu tidak bersedia mengungkapkan nilai dan bentuk hadiah dari sayembara membuka ban dari tubuh buaya itu, tetapi mengatakan sudah mengajak sejumlah ahli buaya, dari dalam maupun luar negeri, tetapi belum membuahkan hasil.
Secara terpisah Wali Kota Palu, Hidayat, menyambut baik segala bentuk upaya demi membantu melepaskan kalung ban dari buaya di Sungai Palu. Harapan yang menurutnya menjadi keinginan warga masyarakat di Kota Palu yang selalu antusias untuk menantikan kemunculan buaya itu dipermukaan.
“Kalau itu buaya muncul lagi di permukaan, itu pasti banyak yang nonton, kadang macet lalu lintas di jembatan. Itu menandakan ada apresiasi, cuma yah belum ada yang punya keahlian untuk menangkap buaya itu,” jelas Hidayat.
BKSDA mengungkapkan berdasarkan hasil penelitian terakhir diperkirakan setidaknya terdapat 35 ekor buaya di Sungai Palu, satu diantaranya berkalung ban.
Buaya berkalung ban di sungai Palu itu dilaporkan kemunculannya pada 2016 silam.
Tidak diketahui bagaimana ban bekas sepeda motor itu bisa terpasang di leher buaya tersebut, tetapi seiring pertumbuhan tubuhnya yang semakin besar, keberadaan ban itu semakin terpasang ketat di bagian leher buaya tersebut.
Sementara, Seorang pegulat buaya Australia pernah berusaha untuk membebaskan reptil itu, tetapi tidak berhasil.
Seekor buaya yang berkalung ban sepeda motor di lehernya berjemur di pantai di Kota Palu, Sulawesi Tengah, 16 Januari 2018. (Foto: Antara/Mohamad Hamzah via REUTERS) |
"Saya menangkap buaya sendiri. Saya meminta bantuan kepada orang-orang di sini tetapi mereka takut," kata penduduk setempat Tili, 35 tahun, sebagaimana dikutip dari Reuters.
Dia membuat jebakan dasar dengan tali yang diikat ke batang kayu dan menggunakan ayam dan bebek hidup sebagai umpan.
Namun setelah melacak reptil tersebut selama tiga minggu, buaya yang lihai itu berhasil lolos dari perangkapnya sebanyak dua kali sebelum akhirnya ditangkap.
"Banyak orang skeptis tentang usaha saya dan mengira saya tidak serius" dalam menangkap buaya, kata Tili dengan wajah berseri-seri di depan reptil yang ditambatkan setelah menggunakan gergaji untuk melepas ban.
Pada tahun 2020, pemerintah setempat tersebut telah menawarkan hadiah yang tidak ditentukan bagi siapa saja yang dapat melepas ban, meskipun bagi Tili tampaknya ini bukan motivasi utamanya.
“Saya tidak tahan melihat hewan disakiti. Bahkan ular, saya akan membantu,” kata Tili, yang keahlian satwa liarnya otodidak.
Reptil yang oleh masyarakat setempat disebut sebagai "buaya kalung larangan" itu dilepasliarkan kembali ke sungai pada Senin (7/2) malam.
Oleh: VOA Indonesia
*BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS