Pemandangan kecamatan Sepaku di Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, 28 Agustus 2019. (Foto: Antara via Reuters) |
BorneoTribun Jakarta - Rencana pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) di Penajam Paser Utara terus berjalan, terutama karena dasar hukumnya telah disahkan.
Meski begitu, kritik terus mengalir terkait pendanaan, potensi masalah dan proses legislasinya sendiri.
Jika sesuai rencana, 2,5 tahun lagi upacara nasional pengibaran bendera pada 17 Agustus akan dilangsungkan di Nusantara, ibu kota baru Indonesia.
Pemerintah optimistis, rentang waktu yang ada cukup untuk membangun setidaknya gedung-gedung utama pemerintahan.
Ekonom Universitas Indonesia, Faisal Basri. (Foto: VOA/Nurhadi Sucahyo) |
Namun, ekonom senior UI, Faisal Basri, mengingatkan waktu 2,5 tahun sangat tidak memadai untuk pemindahan ibu kota, terutama karena faktor pendanaan pembangunan.
“Fokusnya sekarang dana APBN, karena swastanya belum jelas. Dana APBN sebanyak mungkin tiga tahun pertama, akan dikebut karena ingin upacara 17 agustus 2,5 tahun lagi itu. Pembiayaan APBN-nya dari 20 persen, akan ditingkatkan menjadi lebih dari separuhnya, 53 persen kalau saya tidak salah,” kata Faisal Basri.
Faisal berbicara dalam diskusi terkait IKN, yang diselenggarakan Fakultas Hukum, Universitas Mulawarman, Samarinda, Kalimantan Timur dan Constitutional and Administrative Law Society (CALS), Senin (31/1).
APBN 2022 Belum Memuat
Karena UU IKN disahkan setelah APBN 2022 disahkan, otomatis anggaran pembangunan kawasan baru ini belum masuk di dalam perencanaan pemerintah.
Menteri PUPR Basuki Hadimuljono. (Foto:VOA) |
“UU IKN belum ada waktu kita bikin UU APBN 2022, berarti belum ada,” kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, ketika mengikuti Rapat Kerja dengan Komite IV DPD, Senin (24/1).
Sehari setelah itu, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Basuki Hadimuljono, mengatakan pihaknya sedang menyusun anggaran untuk disampaikan ke Kementerian Keuangan.
“Saat ini kami sedang menyusun, disampaikan ke Kementerian Keuangan dari 2022 sampai 2024 untuk KIPP (Kawasan Inti Pusat Pemerintahan-red) yaitu untuk kantor Presiden, Wapres, DPR, MPR, jalan, air baku, air minum, listrik, sekitar Rp46 koma sekian triliun,” kata Basuki dalam Rapat kerja bersama Komisi V DPR RI, Selasa (25/1/).
Penggunaan dana APBN ini sendiri, menurut Faisal Basri, tidak sesuai dengan janji awal presiden.
“Ini melanggar janji Pak Jokowi sendiri, yang menyatakan akan 100 persen dibiayai oleh non-APBN,” ujarnya.
UU IKN Terlalu Cepat
DPR telah mengesahkan UU IKN pada 18 Januari 2022 lalu. Mantan Komisioner KPK Muhammad Busyro Muqoddas menilai langkah ini ugal-ugalan dan menggambarkan politik yang brutal.
Ketua PP Muhammadiyah Busyro Muqoddas. |
Menurutnya, tindakan serupa dilakukan DPR dan pemerintah dalam penyusunan UU Minerba, revisi UU KPK, revisi UU MK dan pengesahan UU Cipta Kerja.
“Ini ditambah dengan UU IKN yang sangat cepat pembahasannya. Itu apakah kesimpulannya, kalau bukan tandus adab demokrasi. Dan sekaligus pemaksaan ambisi pemerintah yang dilegalkan oleh DPR dan koalisi partai poltik,” kata Busyro.
Pakar hukum tata negara Bivitri Susanti. (Foto:PSHK) |
Pakar hukum tata negara dari CALS, Bivitri Susanti, juga menilai, pembahasan RUU IKN dilakukan sangat terburu buru karena hanya selama 43 hari.
“Jangan lihat jumlah pasal. Jumlah pasal memang tidak banyak, tetapi dampak yang akan ditimbulkan. Dan dampak ini bukan hanya akan dialami oleh masyarakat di Kalimantan Timur, tetapi juga oleh warga negara Indonesia. Ini soal ibu kota negara. Apakah ini pernah dibincangkan secara luas? Apakah 43 hari itu cukup?” kata Bivitri bernada menggugat.
Pemerintah dan DPR beralasan, pembahasan soal ibu kota baru sudah berlangsung setidaknya sejak 4 tahun lalu. Namun, Bivitri mempertanyakan, apakah warga diajak membicarakan itu dalam periode tersebut.
“Tidak ternyata. Kita baru tahu kehebohan ini, baru terbuka, ketika ternyata pembahasan itu dilakukan dan kita kaget sudah jadi. Dan kita kaget melihat maketnya di media sosial Presiden Jokowi,” tambahnya.
Dampak Besar IKN
Melky Nahar dari Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) mengingatkan bahwa pembangunan IKN tidak hanya berdampak ke kawasan terdekat, tetapi hingga ke wilayah lain. Pembangunan infrastruktur tentu membutuhkan bahan seperti batu dan pasir, selain itu listrik juga harus tersedia.
“Untuk infrastruktur, selama ini wacananya akan mengambil dari Palu, Sulawesi Tengah. Jadi perluasan krisis ini akan terus terjadi, ketika IKN dipaksakan untuk dipindahkan. Makanya di awal saya bilang, keputusan Presiden Jokowi untuk memindahkan IKN adalah bencana itu sendiri,” kata Melky.
Kawasan IKN saat ini dikuasai para pengusaha pemilik konsesi. Ada lubang bekas tambang dalam jumlah cukup banyak, dan operasional tambang yang masih berjalan. Karena itulah, ujarnya, IKN akan dibangun bersebelahan dengan operasional perusahaan tambang di dalam atau di sekitarnya. Ancaman konflik perebutan lahan juga ada, dan sudah bisa dirasakan saat ini.
“Di kawasan IKN ini, di PPU, telah berlangsung konflik penguasaan tanah oleh sejumlah industri, terutama industri tambang, industri kayu, industri sawit dan seterusnya. Yang sampai detik ini juga tidak pernah diselesaikan oleh pemerintah,” tambah Melky.
Seorang pria membawa telur saat menyeberang jalan di Pasar Sepaku di Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, 29 Agustus 2019. (Foto: Reuters) |
Dosen FH Universitas Mulawarman, Haris Retno Susmiyati sepakat bahwa IKN akan menimbulkan berbagai persoalan, seperti sengketa, konflik masyarakat, lahan, lingkungan, sosial dan budaya, maupun partisipasi publik yang tidak dilakukan secara substantif.
“Ini berpotensi melemahkan kontrol masyarakat terhadap kebijakan yang diambil. Apalagi dengan penetapan kawasan IKN sebagai kawasan di bawah kendali badan otorita yang tidak dipilih langsung oleh warga, tetapi dengan penunjukan. Tentu akses masyarakat akan semakin tidak ada lagi secara langsung,” kata Retno.
Penetapan IKN sebagai otorita, lanjut Retno, semakin membuat aspirasi masyarakat sulit dipenuhi. Dengan demokrasi langsung yang sudah berjalan saja kondisi itu tidak terwujud, apalagi jika kepala IKN adalah hasil penunjukan. Masyarakat setempat yang akan terdampak oleh kondisi tersebut.
Presiden Joko Widodo meninjau lokasi ibu kota Indonesia yang baru di kecamatan Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, 17 Desember 2019. (Foto: Antara via Reuters) |
“Ini bisa memicu pelanggaran hak-hak masyarakat. Lagi-lagi, pemindahan IKN tidak menyelesaikan persoalan yang dihadapi masyarakat Kalimantan Timur selama ini, namun justru akan menambah persoalan baru,” tambahnya.
Presiden Bertemu Tokoh Adat
Presiden Joko Widodo sendiri bertemu dengan sejumlah tokoh masyarakat dan adat Kalimantan Timur di Bandara Internasional Sultan Aji Muhammad Sulaiman, Balikpapan, Senin (31/1).
Deputi Bidang Pemantauan, Evaluasi, dan Pengendalian Pembangunan, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas, Taufik Hanafi mengatakan dalam rilis resminya, para tokoh adat itu menyampaikan dukungan atas pembangunan IKN.
Presiden Jokowi bertemu tokoh masyarakat dan adat Kaltim di Bandara Internasional Sultan Aji Muhammad Sulaiman, Balikpapan, Senin (31/1). (Foto: Courtesy/BPMI Setpres/Laily Rachev) |
“Tentu ada masukan-masukan yang sangat berharga, mulai dari pentingnya memperhatikan kearifan lokal, penguatan SDM, dan juga yang tidak kalah pentingnya adalah aspek budaya yang ini terus akan diperhatikan dan ditingkatkan di dalam pengembangan IKN mendatang,” kata Taufik.
Dukungan itu antara lain disampaikan Sultan Kutai Kartanegara, Muhammad Arifin.
“Kami atas nama Sultan Kutai Kartanegara mendukung penuh 100 persen diadakannya pembangunan IKN saat ini,” kata dia.
Suara senada disampaikan Sultan Paser, Muhammad Jarnawi.
“Kami memohon segera dibangun ibu kota negara baru ini. Karena kami yakin dengan perpindahan ibu kota baru mudah-mudahan membawa wajah baru dan martabat di dunia. Kami juga meminta dari Kesultanan Paser dibuat Istana Kesultanan Paser di dekat IKN ibu kota negara,” kata Jarnawi.
Sementara Kepala Adat Dayak Kenya, Ajang Tedung, meminta agar masyarakat adat dilibatkan dalam pembangunan IKN.
“Pertama itu, dengan adanya IKN tolong di dalam Badan Otorita masyarakat adat bisa diakomodir. Yang kedua dalam pembangunan fisik ya masyarakat sebagai mitra kerja. Yang ketiga kearifan lokal, tolong perhatikan kearifan lokal, adat istiadat, budaya,” ujar Ajang. [ns/ab]
Sumber: VOA Indonesia
Editor: Yakop
*BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS