Komite Hubungan Luar Negeri DPR AS, telah menyetujui RUU Stabilisasi, Perdamaian dan Demokrasi Ethiopia, Selasa (8/2). |
BorneoTribun.com - Sebuah legislasi telah dimajukan di DPR AS untuk menjatuhkan sanksi-sanksi terhadap warga Ethiopia yang melakukan pelanggaran HAM, menghambat pengiriman bantuan bahan makanan, atau mengambil tindakan lain yang memperburuk krisis 15 bulan di negara itu. Legislasi itu juga akan menjatuhkan sanksi terhadap mereka yang memberikan pelatihan, senjata, atau dukungan finansial bagi mereka yang terlibat dalam konflik.
RUU Stabilisasi, Perdamaian dan Demokrasi Ethiopia yang diusulkan itu telah disetujui oleh Komite Hubungan Luar Negeri DPR pada hari Selasa (8/2). Legislasi itu kini dapat diajukan untuk pemungutan suara di DPR. Legislasi serupa sedang dipertimbangkan di Senat sekarang ini.
Jika disahkan, legislasi itu akan menjatuhkan sanksi kepada individu-individu serta menangguhkan bantuan keamanan dan finansial AS bagi pemerintah Ethiopia sampai kondisi HAM tertentu dipenuhi. Ini juga akan mengharuskan AS menentang pemberian pinjaman oleh badan-badan internasional seperti Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional untuk Ethiopia dan Eritrea.
Anggota DPR Tom Malinowski, salah seorang yang mensponsori legislasi itu, mengatakan, tindakan mendesak sangat diperlukan.
“Perang di Ethiopia telah menciptakan salah satu krisis kemanusiaan terburuk di dunia, dan semua yang bertempur, serta para pendukung asing mereka, bertanggung jawab atas pelanggaran HAM yang mengerikan,” katanya. “Sekarang ini Kongres bersatu menyatakan konflik harus diakhiri, dan menuntut pertanggungjawaban mereka yang terus memperpanjang konflik.”
Legislasi itu diajukan setelah sanksi-sanksi pada bulan September dan keputusan pada bulan November untuk menskors Ethiopia dari UU Pertumbuhan dan Peluang Afrika, yang memungkinkan negara-negara Afrika mendapatkan akses bebas cukai ke pasar AS.
Salah satu isu yang terus menimbulkan keprihatinan Kongres adalah penahanan massal warga sipil Tigrayan di beberapa kota Ethiopia, termasuk di ibu kota, Addis Ababa. Beberapa organisasi HAM, termasuk Human Rights Watch dan Amnesty International, menyatakan, etnis Tigrayan telah menjadi target sejak awal konflik pada November 2020, seraya mengutip berbagai laporan mengenai penghilangan paksa dan penangkapan sewenang-wenang di antara pelanggaran HAM itu.
PBB menyatakan ribuan orang telah mengungsi akibat konflik di negara itu. Lebih dari 6.000 orang Ethiopia, kebanyakan dari kawasan Tigray, mengungsi di negara tetangga, Sudan. PBB memperkirakan sekitar 9,4 juta orang di kawasan utara Ethiopia, Tigray, Amhara dan Afar, sangat membutuhkan bantuan kemanusiaan. [uh/ab]
Oleh: VOA Indonesia
*BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS