Hidroponik dan Aquaponik, Solusi Pertanian Kota | Borneotribun.com

Sabtu, 18 September 2021

Hidroponik dan Aquaponik, Solusi Pertanian Kota

Hidroponik dan Aquaponik, Solusi Pertanian Kota
Hidroponik dan Aquaponik, Solusi Pertanian Kota. 

BorneoTribun Jakarta -- Pengangguran dan pembatasan kegiatan termasuk PPKM Darurat  akibat pandemi COVID-19 yang berkepanjangan, menyebabkan banyak keluarga berpenghasilan rendah di kawasan perkotaan mengalami kesulitan ekonomi. 

Dua kelompok tani menemukan solusinya dengan mengembangkan budidaya hidroponik dan aquaponik di lahan yang terbatas.  

Siapapun mungkin terkejut ketika pertama kali memasuki kawasan RT 10 RW 08 Pengadegan, Pancoran, Jakarta Selatan.Di dinding-dinding rumah warga, banyak bergelantungan tanaman pangan segar berwarna kehijauan. 

Sedikit masuk ke dalam, di sebuah rumah dengan pekarangan sempit, ada juga budidaya pertanian intensif. 

Dikatakan intensif karena di pekarangan tak lebih dari 30 meter persegi itu ada berbagai jenis tanaman pangan yang terlihat tumbuh segar dan melimpah. 

Tidak hanya sayur, tapi juga buah-buahan.Tidak hanya di tanah, tapi juga bergelantungan di dinding-dindingnya. 

Pertanian di kawasan perkotaan yang akrab disebut urban farming ini menjadi ciri khas kawasan permukiman di Pengadegan ini. 

Di sini, warga setempat atau bahkan pengunjung, dengan mudah mendapatkan kangkung, sawi, bayam, bok choy, buncis, kacang panjang dan cabai. 

Mereka juga bisa mendapatkan melon, labu madu, tomat, pepaya, anggur, dan markisa. 

Pertanian hidroponik ini merupakan hasil jerih payah sebuah organisasi perempuan yang menyebut diri mereka Kelompok Wanita Tani (KWT) Pengadegan. 

Susanti, ketuanya, mengungkapkan,usaha ini berawal dari tekanan pandemi yang semakin menyesakkan. 

“Di masa pandemi seperti ini banyak ibu yang tadinya kerja di perumahan terpaksa diberhentikan. Mereka akhirnya tidak punya pekerjaan sama sekali. Kebetulan banget Human Initiative hadir, dan ini menjadi angin segar bagi kami. Human Initiative menawarkan program yang memungkinkan kami memiliki kegiatan yang positif dan produktif,” jelasnya. 

Sarjana ekonomi yang namanya hanya terdiri dari satu kata itu mengungkapkan, usaha organisasi yang dipimpinnya memang tak lepas dari dukungan Human Initiative dan PT PLN Batubara. 

Ia mengatakan, organisai nirlaba kemanusiaan dan perusahaan listrik itu tidak hanya memberi bantuan investasi tapi juga pelatihan, bimbingan, dan pengawasan. 

Ia mengaku, sepuluh perempuan yang tergabung dalam KWT itu sebelumnya sama sekali tidak memahami cara bercocok tanam, apalagi mengenal budidaya hidroponik. 

Selain budidaya hidroponik, di bentangan tanahnya yang tersedia, mereka juga mengembangkan pertanian organik. 

Budidaya yang satu ini hanya mengandalkan bahan-bahan alami sebagai penunjang pertumbuhan tanaman, dan sama sekali menghindari penggunaan bahan-bahan sintetis, termasuk pestisida. 

Agung Cahyanto, manajer pemberdayaan Human Initiative, mengatakan, usaha yang dikembangkan organisasinya bersama KWT Pengadegan merupakan bentuk pemberdayaan masyarakat di tengah pandemi.  

“Pertanian hidroponik ini adalah bagian dari program Initiative for Empowerment. Program ini bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan cara meningkatkan pendapatan penerima manfaat atau kelompok sasaran. Selain itu juga untuk meningkatkan ketahanan pangan di masa pandemi,” lanjutnya. 

Produk pertanian yang dihasilkan KWT Pengadegan tidak hanya memenuhi kebutuhan pangan keluarga para anggotanya, tapi juga masyarakat sekitarnya. 

Walhasil, setiap anggota KWT ini setiap bulannya bisa menerima pemasukan sekitara 200-300 ribu rupiah per bulan. Jumlah itu, kata Susanti, kemungkinan membengkak bila skala produksi dan pemasaran bisa ditingkatkan. 

Susanti mengatakan, produk pertaniannya ditawarkan dengan harga terjangkau. Mereka yang berminat bisa memesannya via aplikasi WhatsApp atau panggilan telepon. 

Karena berbagai pembatasan terkait pandemi, ia sendiri memiliki tim khusus yang siap mengantarkan produk langsung ke tangan konsumen. 

“Kita antarkan secara gratis. Karena ini masih PPKM Darurat, pelanggan bisa stay di rumah dan kita yang delivery. Jadi mereka tidak perlu repot-repot datang ke sini. Tapi aja juga warga atau pelanggan yang ingin memetik sayurannya sendiri dan datang langsung ke kebun,” kata Susanti. Menurut Agung usaha serupa dikembangkan di Tajurhalang, Bogor. 

Hanya saja, karena lahan yang tersedia lebih luas, sekitar 60 meter persegi, kelompok tani di pinggiran kota itu juga mengembangkan tambak hidroponik. 

Para anggota perempuan umumnya terkonsentrasi pada pertanian hidroponik, sementara para prianya pada tambak hidroponik. 

Tambak hidroponik pada dasarnya adalah tambak yang menerapkan budidaya ikan secara aquaponik. 

Tambak seperti ini tidak membutuhkan bentangan tanah sebagai medium, melainkan hanya wadah atau bak penampung air. 

Budidaya ikan aquaponik dalam pertanian moderen memang sering dikembangkan bersama pertanian hidroponik. 

Kotoran ikan dari tambak itu kerap dimanfaatkan sebagai sumber nutrisi tanaman hijau yang dibudidayakan di sekitarnya.

Berkat pertanian hidroponik dan perikanan aquaponik, menurut Agung, setiap anggota kelompok tani Tajurhalang bisa mendapatkan penghasilan sekitar 350.000 hingga 500.000 rupiah per bulan. 

Baik Susanti maupun Agung sama-sama meyakini bahwa kualitas produk pertanian hidroponik dan perikanan aquaponik yang mereka kembangkan bisa bersaing. 

Keyakinan mereka paling tidak dikuatkan oleh pernyataan Tutik Masrofa, seorang pelanggan setia produk pertanian KWT Pengadegan. 

“Tanaman hidroponik ini jika dimasakterasa lebih segar dan lebih enak untuk dimakan,” jelasnya. 

Tutik menambahkan, ia berharap KWT Pengadegan bisa lebih jauh mengembangkan produknya, sehingga para pelanggan selain dapat memenuhi kebutuhan dengan harga terjangkau, juga bisa mendapatkan lebih banyak variasi sayur dan buah. [ab/uh]

VOA

*BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS

  

Bagikan artikel ini

Tambahkan Komentar Anda
Komentar