Para demonstran antikudeta remaja dan pemuda mengacungkan salam tiga jari sebagai lambang perlawanan, saat melakukan aksi protes di Yangon, Myanmar, 4 April 2021. |
BorneoTribun Myanmar, Internasional -- Sembilan belas orang dijatuhi hukuman mati di Myanmar karena membunuh rekan seorang kapten militer, stasiun TV milik militer Myawaddy mengatakan Jumat. Ini adalah hukuman pertama yang diumumkan di depan umum sejak kudeta 1 Februari dan tindakan keras terhadap pengunjuk rasa.
Laporan itu mengatakan pembunuhan itu terjadi pada 27 Maret di distrik Okkalapa Utara, Yangon, kota terbesar Myanmar. Darurat militer telah diberlakukan di distrik itu, memungkinkan pengadilan militer mengumumkan hukuman itu.
Penguasa militer yang menggulingkan pemerintah terpilih pada Jumat (9/4) mengatakan, kampanye protes terhadap pemerintahannya berkurang karena orang-orang menginginkan perdamaian, dan bahwa mereka akan mengadakan pemilu dalam dua tahun, kerangka waktu pertama yang diberikan untuk kembali ke demokrasi.
Pasukan menembakkan senjata peluncur granat ke pengunjuk rasa anti-kudeta hari Jumat (9/4) di kota Bago, dekat Yangon, kata saksi dan laporan berita. Sedikitnya 10 orang tewas, dan jasad mereka ditumpuk di dalam pagoda, kata saksi mata.
Media berita Myanmar Now dan Mawkun, majalah berita online, melaporkan sedikitnya 20 tewas dan banyak yang terluka. Tidak mungkin mendapatkan jumlah korban yang pasti karena pasukan menutup daerah dekat pagoda, kata mereka.
Juru bicara junta Brigadir Jenderal Zaw Min Tun mengatakan pada konferensi pers di ibu kota, Naypyitaw, bahwa negara itu kembali normal dan kementerian pemerintah serta bank-bank akan segera beroperasi penuh.
Lebih dari 600 orang tewas oleh pasukan keamanan yang menindak protes terhadap kudeta itu, menurut kelompok aktivis. Aktivitas negara sempat terhenti karena protes dan pemogokan luas terhadap kekuasaan militer.
Kelompok aktivis Asosiasi Bantuan Tahanan Politik mengatakan bahwa 614 orang, termasuk 48 anak-anak, tewas oleh pasukan keamanan sejak kudeta, hingga Kamis malam. Lebih dari 2.800 orang ditahan, katanya. [ka/pp]
Oleh: VOA
*BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS