Seminar Hukum Internasional yang mengusung tema “Inovasi Akdemik Hukum China-Indonesia dalam Konteks Belt and Road Initiative” yang diselenggarakan oleh Universitas Tanjungpura Pontianak. |
BORNEOTRIBUN PONTIANAK, KALBAR -- Gubernur Kalimantan Barat, Sutarmidji secara resmi membuka Seminar Hukum Internasional yang mengusung tema “Inovasi Akdemik Hukum China-Indonesia dalam Konteks Belt and Road Initiative” yang diselenggarakan oleh Universitas Tanjungpura Pontianak.
Seminar ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas SDM di Kalbar dengan meningkatkan layanan pendidikan bermutu, salah satunya dengan memperkuat jalinan kerja sama internasional dengan membentuk pusat bahasa asing.
Dalam sambutannya, Gubernur Sutarmidji menyampaikan apresiasinya untuk seminar tersebut. Ia berharap seminar tersebut dapat menghasilkan manfaat besar bagi hubungan lebih luas antara Tiongkok dan Indonesia. Terlebih lagi perdagangan di Kalbar perdagangan atau ekspor yang paling besar adalah ke negara Tiongkok.
“Karena hubungan yang luas selama ini, maka dari sisi aspek hukum memang belum terlihat adanya perbedaan pandangan dari hubungan kedua negara, kemudian perdagangan antara Kalbar dan Tiongkok,” ungkapnya di Gedung Rektorat Untan Pontianak, Sabtu (20/3/2021).
Dengan semakin terbukanya satu negara di masa mendatang dan semakin banyak kebutuhan akan segala hal seperti mineral atau sebagainya, maka perlu kajian hukum untuk melindungi hubungan perdagangan dan hubungan-hubungan lainnya antardua negara.
“Jangan sampai terjadi baru kita repot untuk menyelesaikannya. Kita melihat dari dua sistem hukum antara Tiongkok dan Indonesia yang mungkin perlu kajian-kajian hukum untuk mengantisipasi. Jangan sampai terjadi masalah hukum di dalam hubungan dua negara,” tutur Gubernur Kalbar.
Di dalam sistem hukum Indonesia, masih mengedepankan adanya peran dari adat dan kebiasaan. Apabila dilihat sisi konteks investasi dari Tiongkok ke Kalbar sangat bersinggungan dari aspek masalah adat istiadat maupun hukum adat istiadat itu sendiri.
“Jadi masalahnya bukan hukum positif, tapi malah hukum kebiasaan adat itu sendiri. Saya sekadar mengingatkan kembali hal-hal ini, ke depannya pasti akan membawa pengaruh bagi kelanjutan, kelancaran perdagangan antara Kalbar dan Tiongkok pada umumnya,” tutur H.Sutarmidji.
Gubernur Kalbar berharap masa depan Kalbar dan Tiongkok akan semakin besar dalam hubungan di bidang perekonomian maupun budaya. Apalagi di Kalbar, Etnis Tionghoa ada sebanyak 8 persen.
“Mereka masih mempertahankan akar budayanya dan kemudian mereka juga pelaku perdagangan, baik lokal maupun internasional, sehingga dibutuhkan diskusi-diskusi seperti ini untuk mencegah hal-hal yang berhubungan dalam aspek hukumnya,” tutupnya.
Pada kesempatan yang sama Rektor Universitas Tanjungpura Pontianak, Prof. Dr. Garuda Wiko, S.H., M.Si., FCBArb., mengatakan terkait dengan dukungan-dukungan yang harus diantisipasi di bidang perdagangan, kebudayaan, dan yang lainnya, terutama pada aspek hukum yang harus dipersiapkan ahlinya.
“Kita ingin sepemahaman yang menyentuh masalah-masalah hukum, terutama mempersiapkan ahli hukum untuk memahami perbandingan atau perbandingan sistem hukum, sistem peradilan, cara penyelesaian sengketa, dan lain sebagainya,” jelasnya.
Dalam hal ini, Rektor Untan berencana akan mendorong lebih banyak pertukaran mahasiswa antara Universitas Guangzhi Tiongkok dan Universitas Tanjungpura Pontianak, agar sama-sama lebih memahami sistem hukum satu sama lain.
“Mungkin nanti akan mendorong lebih banyak pertukaran mahasiswa, kemudian dalam materi kurikulum, kita akan mencantumkan perbandingan hukum, sehingga kita dapat memahami mahasiswa yang dari Guangzhi maupun Untan juga bisa lebih mengenal masing-masing sistem hukum, sistem peradilan, dan tata cara penyelesaian sengketa,” tutupnya. (*)
*BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS