BorneoTribun - Menteri Dalam Negeri Perancis Gerald Darmanin menegaskan negara tersebut mulai menyelidiki puluhan masjid yang dituduh membangkitkan ideologi Islamis, sebagai upaya memerangi peningkatan ancaman ekstremisme keagamaan pada 3 Desember.
Pemerintah Perancis telah meluncurkan apa yang disebut sebagai gerakan memerangi “separatisme” yang belum pernah terjadi sebelumnya, menyusul sejumlah serangan terorisme di Perancis selama musim gugur, termasuk pemenggalan seorang guru yang memperlihatkan karikatur Nabi Muhammad di kelasnya.
Darmanin mengatakan 76 masjid dari sekitar 2.600 lebih rumah ibadah muslim di Perancis telah ditandai sebagai kemungkinan ancaman bagi nilai-nilai republik Perancis dan keamanannya. Apabila kecurigaan itu bisa dipastikan kebenarannya, maka masjid-masjid itu akan ditutup, ungkapnya.
Tim penyelidik akan menggali lebih jauh ke dalam pendanaan masjid dan latar belakang para imam yang dianggap mencurigakan, serta mencari bukti, di antara hal lainnya, sekolah Al-Quran bagi anak-anak.
Presiden Prancis Emmanuel Macron menyaksikan konferensi pers dengan Perdana Menteri Belgia setelah pertemuan di Istana Elysee di Paris, pada 1 Desember 2020. (Foto: AFP) |
Presiden Perancis Emmanuel Macron telah memperingatkan adanya peningkatan ancaman ‘separatisme Islamis’ dan tentangannya terhadap persatuan republik Perancis yang sekuler. Nilai-nilai utama Perancis seperti kebebasan beragama, kesetaraan gender dan hak untuk menyampaikan hujatan terancam di kawasan-kawasan yang terlokalisir, katanya.
“Kami rasa keputusan dan rencana pemerintah itu salah. (Faktanya), Islam memang isu yang laku, ia menjadi obsesi sehari-hari beberapa politikus, pejabat pemerintah dan media massa, di mana kami adalah masalah utama mereka.”
Sebagian pemimpin Muslim yang mendukung perjuangan pemerintah melawan Islamisme telah memperingatkan pemerintah agar tidak secara tidak sengaja menyamakan mayoritas pemeluk Islam dengan “para pemicu kebencian.”
“Yang saya ingin garis bawahi adalah bahwa dari 2.500 masjid dan rumah ibadah di Perancis, kita berbicara soal 76 masjid di antaranya, kurang dari 3 persen. Sebagian besar lainnya tidak bermasalah," kata Najat Benali.
"Dan kalau berbicara tentang 18 masjid yang kemungkinan akan ditutup, itu kurang dari 1 persen. Lagi-lagi, sayangnya, seringkali pihak yang salah, yang hanya sebagian kecil lah, yang menjadi berita utama, (lantas) sementara sebagian besar lainnya yang melanjutkan hidup dan mempraktikkan agama mereka tidak terlihat," lanjutnya.
Benali mengatakan bahwa radikalisasi tidak bisa diselesaikan dengan cara menggeledah masjid, tapi melalui re-edukasi dan mengadaptasikan Islam ke media sosial, di mana ujaran kebencian disebarluaskan. [rd]
Oleh: VOA Indonesia
*BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS