Pemberdayaan Kaum Perempuan Pribumi AS di Reservasi Pine Ridge | Borneotribun.com

Senin, 16 November 2020

Pemberdayaan Kaum Perempuan Pribumi AS di Reservasi Pine Ridge

Penduduk pribumi sedang menanti turis di Pine Ridge Reservation, 20 Juli 2012. (Foto; AP)

BorneoTribun - Patience bersama adik perempuannya, AJ, tinggal di salah satu komunitas termiskin di Amerika Serikat, yakni Reservasi Pine Ridge di negara bagian South Dakota.

Patience berusia sepuluh tahun. Sebagian besar hidupnya harus bolak-balik tinggal di beberapa rumah kerabat karena orang tuanya tidak selalu hadir dalam hidupnya

“Saya lebih sering tinggal bersama nenek. Ia merawat saya selama dua tahun. Sebelumnya, paman saya yang merawat. Ia dimakamkan di dekat Sekolah Red Clove. Saya hanya sesekali berziarah. Saya enggan pergi ke makamnya, karena membuat saya sedih," kata Patience.

Kini Patience dan AJ tinggal bersama kakek buyut mereka, Merrival, yang selama berbulan-bulan belum juga mendapatkan pekerjaan. Biaya pemanas listrik mahal sehingga mereka menambah kehangatan di rumah itu dengan perapian kayu bakar.
Perempuan-perempuan di Pine Ridge Reservation. (Foto: VOA)

Merrival mengatakan, antara Patience dan dirinya terentang empat generasi suku Lakota.

“Di sini kami, dari suku Oglala Lakota, tinggal. Kami kehilangan identitas akibat asimilasi secara paksa," kata Merrival.

Lakota adalah suku pemburu kerbau. Mereka bebas menjelajah dataran Amerika selama ribuan tahun untuk berburu kerbau.

Pada akhir abad ke-19 hingga pertengahan abad ke-20, kebijakan federal AS mengharuskan penduduk pribumi berasimilasi. Kebijakan itu memaksa anak-anak keturunan Lakota dan suku lain keluar dari tempat mereka tinggal selama turun temurun. Suku-suku asli Amerika itu juga dilarang melakukan acara-acara kebudayaan mereka dan dilarang berbicara dalam bahasa suku masing-masing. Mereka dipaksa hidup bertani dan tinggal di daerah reservasi.
Anak-anak yang tinggal di Pine Ridge Reservation, South Dakota. (Foto: VOA)

Penduduk pribumi yang dikenal sebagai Indian mendapatkan kembali beberapa hak mereka. Namun, banyak dari mereka yang masih memilih tinggal dalam reservasi dengan kehidupan yang sulit. Reservasi Pine Ridge, secara geografis adalah tempat terisolasi dan langka sumberdaya. Kejahatan merajalela di sana. Tingkat pengangguran, 80 persen. Narkoba dan alcohol, perempuan-perempuan muda hilang, dan tidak adanya penegakan hukum menjadi bagian dari kehidupan di reservasi tersebut.

Kaum perempuan dari suku Lakota mencoba mengubah sendiri nasib dan masa depan mereka.

“Kita harus saling dukung, demi anak-anak perempuan dan masa depan kita," ujar seorang perempuan.

“Itulah sebabnya program-program ini sangat penting, untuk mengajari remaja-remaja putri supaya bangga pada diri sendiri dan mengenal pribadi masing-masing, serta memahami bagaimana melindungi diri sekaligus mengerti harga diri," tambah perempuan lainnya.

Kedua perempuan itu terlibat dalam Jaringan Pemberdayaan Remaja Perempuan Pribumi (IMAGEN). Tujuan IMAGEN adalah membentuk perkumpulan perempuan dalam kawasan reservasi, tempat yang aman di setiap lingkungan di mana anak-anak perempuan bisa datang setiap minggu untuk bersenang-senang, membahas beberapa masalah, dan memperoleh peluang dan kesempatan.

“Dengan penindasan bersejarah yang dialami penduduk asli Amerika, struktur keluarga sering kali hancur. Anak-anak perempuan lebih punya banyak tantangan dibandingkan anak laki-laki, dalam hal risiko kehamilan, putus sekolah, harus memikul tanggung jawab untuk memimpin keluarga," papar Kelly Hallman adalah direktur eksekutif IMAGEN.
Pine Ridge Reservation, South Dakota. (Foto: VOA)

Perkumpulan perempuan adalah sesuatu yang biasa dalam budaya suku asli Amerika tersebut.

“Tradisi matrilineal dalam banyak budaya suku asli Amerika menunjukkan, ada perkumpulan perempuan untuk menyelesaikan segala sesuatu. Gender benar-benar adalah inti tentang siapa kita sebagai penduduk asli, kaum pria punya kekuatan tertentu, dan perempuan memiliki kekuatan tertentu juga. Begitulah cara kami bisa bertahan," kata Kelly Hallman.

Pada pertemuan informasi pertama, Patience dan teman-temannya menunjukkan rasa ingin tahu.

“Semua dilakukan melalui pendampingan. Kami ingin memastikan remaja-remaja putri ini dapat mempelajari budaya kami, mengetahui upacara adat istiadat," kata Aimee Pond dari Korporasi Pembangunan Komunitas Thunder Valley di South Dakota.

Kelly Hallman dari IMAGEN menjelaskan bahwa anak-anak perempuan itu akan mempelajari berbagai keterampilan termasuk persiapan untuk masuk ke perguruan tinggi dan cara memperoleh sejumlah beasiswa.

Ketika besar nanti, Patience ingin menjadi seorang pilot Angkatan Udara AS seperti bibinya. Sambil tersenyum, Patience mengungkapkan.

“Bibi bilang agak susah menerbangkan pesawat karena banyak tombolnya. Tapi itu pasti bisa diingat di luar kepala karena saya benar-benar sangat kuat! Saya juga ingin punya rumah yang bagus dan kehidupan layak agar sesekali dapat menjaga kakek," kata Patience.

Program-program tersebut dapat membantu para gadis remaja seperti Patience mewujudkan impian mereka, masa depan yang lebih baik. (VOA)

*BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS

  

Bagikan artikel ini

Tambahkan Komentar Anda
Komentar