Kerja Sama pengadaan Vaksin dengan beberapa Perusahaan Penyedia Vaksin Corona di Luar Negeri dikabarkan Batal, Mengapa? | Borneotribun.com

Selasa, 27 Oktober 2020

Kerja Sama pengadaan Vaksin dengan beberapa Perusahaan Penyedia Vaksin Corona di Luar Negeri dikabarkan Batal, Mengapa?

Kerja Sama pengadaan Vaksin dengan beberapa Perusahaan Penyedia Vaksin Corona di Luar Negeri dikabarkan Batal
Pemerintah membatalkan pemesanan caksin dari AstraZeneca. (Foto: ilustrasi).


BorneoTribun | Jakarta - Presiden Joko Widodo sebelumnya mengumumkan sudah memesan ratusan juta dosis vaksin COVID-19 impor. Namun, beredar kabar, pemerintah membatalkan sejumlah pembelian vaksin tersebut.


Juru bicara Satuan Tugas (Satgas) Penanganan COVID-19 Prof Wiku Adisasmito pun tidak menjawab secara gamblang ketika ditanya mengenai kabar ini. Ia hanya mengatakan akan ada penjelasan pihak-pihak terkait.


“Lebih baik kita menunggu rilis resmi dari pihak terkait yaitu Kementerian Kesehatan dan Kementerian BUMN,” ungkap Wiku kepada VOA melalui pesan singkat, di Jakarta, Senin (26/10).


Lanjutnya, pemerintah masih berdiskusi untuk memutuskan vaksin mana yang aman dan efektif untuk digunakan di Indonesia.


“Kandidat-kandidat vaksin yang akan digunakan di Indonesia saat ini penggunaannya masih dalam pembahasan oleh jajaran pemerintahan,” jelas Wiku.


Sebelumnya, pemerintah tengah memfinalisasi pembelian vaksin COVID-19 dari perusahaan penyedia vaksin dari China, yakni Sinovac, Cansino, dan G42/Sinopharm, dan yang terbaru dengan AstraZeneca dari Inggris.


Namun, kabar batalnya pembelian vaksin dari AstraZeneca datang dari Achmad Yurianto yang kala itu masih menjabat sebagai Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan ketika diwawancara oleh media IDN Times.


Yurianto kepada IDN Times mengungkapkan Indonesia tidak jadi memesan karena perusahaan tersebut tidak ingin bertanggung jawab jika terjadi kegagalan produksi vaksin corona pada pertengahan 2021.


Pemerintah pun, ujar Yuri batal membayar uang muka senilai USD250 juta, atau sekitar Rp 3,67 triliun.


"Di dalam kontrak kesepakatan (dengan AstraZeneca) mengatakan ini kan belum ada produksinya, jadi uang muka (yang dibayarkan) akan digunakan untuk membangun produksi di Thailand. Di klausul lainnya bila terjadi kegagalan dalam produksi (vaksin COVID-19) maka mereka tidak boleh disalahkan. Ya, kami tidak jadi pesan," ujar Yurianto.


Saat ini Yuri telah dicopot dari jabatan itu dan dirotasi menjadi Staf Ahli Menteri Kesehatan bidang Teknologi Kesehatan dan Globalisasi, Jumat (23/10) pada pukul 14.30 WIB. (VOA)

*BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS

  

Bagikan artikel ini

Tambahkan Komentar Anda
Komentar