PBB Serukan Dunia Tetap Prioritaskan Pendidikan di Tengah Pandemi | Borneotribun.com

Senin, 07 September 2020

PBB Serukan Dunia Tetap Prioritaskan Pendidikan di Tengah Pandemi

Seorang siswa yang memakai masker mengikuti ujian Diploma of Secondary Education (DSE) di sebuah sekolah di Hong Kong, Jumat, 24 April 2020. (Foto: AP)


BORNEOTRIBUN -- Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) menyerukan kepada pemerintahan di seluruh dunia agar memprioritaskan pendidikan, dan memperingatkan pandemi Covid-19 mempertaruhkan nasib masa depan dari sebuah generasi anak-anak.


Sebuah dana global (global fund) yang dibentuk untuk membantu anak-anak di masa krisis ini sebuah pendidikan, melaporkan lebih dari satu miliar orang muda tidak bersekolah sebagai akibat langsung dari pandemi.


Program "Education Cannot Wait", yang diselenggarakan oleh UNICEF, memperingatkan, banyak anak-anak kemungkinan tidak bisa kembali bersekolah. Tetapi ada juga yang bisa asalkan dibantu.


Direktur Eksekutif dari dana itu, Yasmin Sherif, mengatakan kepada VOA, program "Education Cannot Wait" ditujukan untuk membantu.


“Ini bukan lagi masalah bagaimana, karena kami sedang melakukannya. Ini berlangsung sementara kita bicara. Kami berusaha mengerahkan pendidikan dan itu kami lakukan dari sudut pandang sebuah krisis,” katanya.


Sherif menjelaskan, dana global dibentuk khususnya untuk berfungsi di dalam sebuah krisis dan situasi darurat.


“Program "Education Cannot Wait" sebagai bagian dari dana ini, dirancang untuk menanggapi bencana, eskalasi konflik, dan malahan juga pandemi,” kata Sherif.


Dana global ini dibentuk pada KTT Kemanusiaan Dunia di Istanbul pada 2016. Sejak itu 3,5 juta anak-anak yang terperangkap dalam konflik berhasil dibantu. Mereka hidup sebagai pengungsi, kehilangan tempat tinggal atau terkena bencana terkait iklim. Mereka yang tertolong adalah generasi muda di kawasan Sahel di Afrika Barat, sub sahara Afrika, Afghanistan, Bangladesh, dan Timur Tengah.


Sherif mengatakan, dana global kini beroperasi di 35 negara. Menurut ia pandemi telah memaksa perubahan yang radikal dalam cara PBB dan lembaga nirlaba untuk menyajikan pendidikan. Mereka harus menyesuaikannya dengan kenyataan perlunya untuk menjaga jarak sosial. Metode-metode baru diciptakan untuk menggantikan ketidakmampuan banyak siswa di negara berkembang dalam mengakses pembelajaran jarak jauh selama sekolah masih ditutup.

Siswa kelas satu berkumpul menandai dimulainya tahun ajaran baru. Sekolah dibuka kembali setelah liburan musim panas dan lockdown karena wabah Covid-19, di Moskow, Rusia 1 September 2020. (Foto: Reuters)


“Jadi kami menggunakan teknologi. Kami menggunakan radio. Kami menggunakan guru-guru. Kami menggunakan fasilitas sekolah untuk menanggapi kebersihan dan sanitasi, juga pemberian makanan, sehingga anak-anak tidak kehilangan kesempatan mendapat makanan sehari-hari yang sangat penting bagi mereka,” kata Sherif.


Sebelum pandemi, sekitar 75 juta anak-anak dan remaja di daerah yang dilanda krisis tidak bisa memperoleh pendidikan. Sherif mengatakan, angka itu semakin membesar sejak terjadi pandemi Covid-19.


"Education Cannot Wait", kata Sherif, membutuhkan dana sebesar $ 310 juta untuk bisa membantu perempuan dan laki-laki yang rentan dan berisiko tertinggal dalam pendidikan mereka.


Sumber: www.voaindonesia.com

*BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS

  

Bagikan artikel ini

Tambahkan Komentar Anda
Komentar