Taipan media Hong Kong dan pendiri koran, Jimmy Lai, tiba di kantor polisi untuk memberi laporan sebagai syarat pembebasan dengan jaminan, di Hong Kong, 1 September 2020. (Foto: Reuters) |
BORNEOTRIBUN -- Dua bulan setelah undang-undang keamanan nasional China berlaku di Hong Kong, kota ini berusaha keras untuk menyesuaikan diri dengan keadaan normal baru.
Penggerebekan surat kabar oleh pemerintah dimulai pada 10 Agustus, ketika puluhan petugas berseragam muncul di Apple Daily, sebuah surat kabar lokal. Pagi-pagi sekali, mereka menangkap Jimmy Lai, taipan media pro-demokrasi dan pemilik Next Digital, perusahaan induk Apple Daily. Dia ditahan atas tuduhan penipuan dan kolusi dengan kekuatan asing, pelanggaran yang ditentukan oleh undang-undang keamanan nasional yang baru.
Tindakan terhadap Lai dan Apple Daily dilakukan seminggu setelah Amerika menjatuhkan sanksi pada Carrie Lam, kepala eksekutif Hong Kong, dan 10 pejabat keamanan serta pemerintah lainnya karena "merusak otonomi Hong Kong dan membatasi kebebasan berekspresi atau berkumpul warga Hong Kong. ”
CEO Next Digital Kim-hung Cheung, CFO Royston Chow dan COO Tat-kuen Chow juga ditangkap. Lai dan para eksekutif itu kemudian dibebaskan dengan jaminan.
Pihak berwenang mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Mark Simon, seorang warga Amerika dan kepercayaan Lai yang sekarang berada di AS sementara asetnya dibekukan di Hong Kong.
Simon, yang menganggap Hong Kong sebagai rumahnya setelah dua dekade tinggal di sana mengatakan ia tidak akan kembali ke sana.
"Hong Kong adalah rumah pilihan saya. Dengan kata lain, saya mencintai Hong Kong. Sangat memprihatinkan bahwa saya tidak bisa kembali ke sana mungkin untuk waktu yang cukup lama," katanya kepada VOA dalam sebuah wawancara eksklusif.
Kembali berarti mendapat masalah hukum yang dikatakan Simon "gangguan" bagi semua orang, hal yang tidak diinginkannya.
Demonstrasi dimulai tahun lalu terkait rancangan undang-undang (RUU) ekstradisi China. RUU tersebut akan memungkinkan beberapa tersangka kriminal dikirim ke China daratan untuk diadili.
Warga Hong Kong khawatir RUU itu akan mengekspos mereka pada sistem pengadilan China yang dipolitisasi, di mana persidangan hampir selalu berakhir dengan hukuman.
Partai Komunis China menuduh AS dan negara-negara Barat lainnya ikut campur dalam urusan Hong Kong. [my/ft]
Sumber: www.voaindonesia.com
*BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS