Foto: Kepala BPOM Penny K Lukito. (Rifkianto Nugroho/detikcom). |
JAKARTA - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menyatakan mendukung penelitian dan pengembangan obat untuk virus Corona (COVID-19). Ini terkait dengan obat Corona dari Universitas Airlangga (Unair) yang sedang dalam tahap uji klinis.
Berdasarkan keterangan tertulisnya, BPOM sebagai regulatori obat di Indonesia terus berupaya menjawab berbagai tantangan penemuan obat Corona. Beberapa langkah yang dilakukan BPOM seperti melakukan pengawalan berbagai penelitian dan pengembangan obat COVID-19 serta melakukan melakukan percepatan proses perizinan, termasuk memberikan Persetujuan Penggunaan pada masa darurat (emergency use authorization).
"Kami terus berupaya agar standar dan persyaratan minimal terpenuhi untuk memastikan keamanan, khasiat dan mutu obat melalui berbagai tahapan uji yang diakui secara internasional," ujar Kepala BPOM Penny K Lukito dalam keterangan tertulis, Rabu (19/8/2020).
Ia menjelaskan, BPOM selalu melibatkan tim pakar yang ahli di bidangnya dalam melakukan tugas mengawal penelitian dan pengembangan obat Corona, baik dari dunia kesehatan maupun bidang lainnya. BPOM mengawal pelaksanaan uji klinik 5 kombinasi obat yang diajukan Unair pada kuartal ketiga tahun ini. Pada 12 Juni lalu, kata Penny, tim peneliti Unair yang disponsori BIN dan TNI AD telah mengajukan protokol Uji Klinik (UK) untuk 5 Kombinasi Obat.
"Sesuai dengan prosedur tetap di Badan POM, suatu Protokol UK akan mendapatkan persetujuan pelaksanaan, setelah sebelumnya dibahas dan disetujui oleh Badan POM dan Komite Nasional (KOMNAS) Penilai Obat yang terdiri dari ahli farmakologi, klinisi dari multidisiplin bidang penyakit dari berbagai perguruan tinggi, serta ahli kebijakan regulatori di bidang obat," jelas Penny.
Persetujuan Pelaksanaan Uji Klinik (PPUK) untuk 5 kombinasi obat UNAIR diberikan Badan POM pada tanggal 3 Juli 2020 setelah mendapatkan lolos kaji etik dari Komisi Etik Rumah Sakit (RS) Unair. Dengan diberikan PPUK ini, peneliti dapat memulai kegiatan uji klinik.
Hari ini, BPOM telah menerima hasil uji klinik tersebut yang diserahkan oleh KSAD Jenderal Andika Perkasa sebagai Wakil Ketua Pelaksana I Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN). BPOM akan melakukan evaluasi terhadap hasil uji klinik itu untuk dapat menyimpulkan apakah uji klinik tersebut valid atau tidak.
Selain itu, evaluasi bertujuan untuk mengetahui apakah obat kombinasi Unair lebih baik daripada obat standar yang digunakan. BPOM juga mengungkap soal hasil inspeksi pada 27-28 Juli lalu terhadap klaster Corona Secapa TNI AD. Hasil inspeksi menunjukkan perlunya beberapa klarifikasi data yang kritikal, yaitu data laboratorium yang dapat membuktikan bahwa efektivitas kombinasi obat yang sedang diuji lebih baik daripada obat standar, serta efektivitas pada subyek dengan derajat penyakit sedang dan berat, karena semua kasus di Secapa merupakan pasien dengan gejala ringan dan bahkan pasien tanpa gejala yang seharusnya tidak perlu diberikan obat tersebut.
Penny pun menekankan perlunya kehati-hatian dalam pengambilan keputusan dari hasil uji klinik obat Corona Unair. Ini mengingat penggunaan obat kombinasi baru yang tidak tepat akan mengakibatkan risiko efek samping, resistensi, dan biaya yang tidak perlu.
"Hal lain yang perlu menjadi perhatian dalam memproduksi obat adalah bahwa obat kombinasi tersebut harus dapat diformulasi dengan baik dan tidak menimbulkan inkompatibilitas baik secara kimia maupun fisik. Industri Farmasi yang akan memproduksi harus telah memiliki sertifikat Cara Produksi Obat yang Baik (CPOB)," sebut Penny.
Dia juga mengatakan semua keputusan dilakukan berdasarkan bukti ilmiah yang kuat. Menurut Penny, hal tersebut sesuai penilaian Komite Nasional (KOMNAS) Penilai Obat.
"Badan POM akan memberikan Persetujuan Penggunaan pada masa darurat jika hasil evaluasi data uji klinik tersebut dinyatakan valid dan sesuai serta telah memenuhi aspek mutu dalam proses pembuatannya," tegasnya.
Sebelumnya diberitakan, Unair tengah mengajukan izin produksi dan edar obat COVID-19 ke BPOM. Kombinasi obat temuan tim gabungan antara Unair, Badan Intelijen Negara (BIN), TNI AD, dan BPOM tersebut diklaim merupakan obat COVID-19 pertama di dunia.
Rektor Universitas Airlangga, Prof Nasih menjelaskan bahwa obat tersebut merupakan kombinasi dari berbagai macam obat. BPOM menganggap obat itu adalah sesuatu yang baru. Obat itu diyakini menjadi obat COVID-19 pertama di dunia.
"Tentu karena ini akan menjadi obat baru, maka diharapkan ini akan menjadi obat COVID-19 pertama di dunia," ujar Prof Nasih dalam rilis yang diterima detikcom dari Humas Unair, Minggu (16/8).
Prof Nasih kembali menyampaikan bahwa rujukan dari obat kombinasi yang ditemukan oleh tim gabungan menjadi obat COVID-19 tersebut merupakan berbagai macam obat tunggal yang telah diberikan kepada pasien Corona di berbagai belahan dunia.
Prof Nasih menyimpulkan ada tiga kombinasi obat yang ditemukan oleh Unair dan telah dilakukan uji klinis. Kombinasi pertama yaitu Lopinavir/Ritonavir dan Azithromycin. Kedua, Lopinavir/Ritonavir dan Doxycycline. Ketiga, Hydrochloroquine dan Azithromyci.
Sementara itu, Satgas Penanganan COVID-19 mengatakan obat COVID-19 yang ditemukan Universitas Airlangga (Unair) merupakan bagian dari upaya penemuan obat yang juga dilakukan berbagai pihak lain. Namun, Satgas COVID-19 menekankan transparansi soal uji klinis dan kaji etik.
"Dan tentunya Unair dalam menjalankan testing atau uji klinis dari obat tersebut telah melalui kaji etik yang dilakukan di universitasnya, dan tentunya transparansi publik sangat diperlukan. Untuk itu tentunya Unair dengan dukungan dari BIN dan TNI AD tentu tak keberatan menjelaskan bagaimana kaji etik berlangsung dan uji klinis yang sedang dijalankan," kata jubir Satgas COVID-19, Wiku Adisasmito, dalam konpers yang disiarkan di YouTube Sekretariat Kabinet, Selasa (18/8).(yk/dtk/el/fj)
*BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS